MALAM JUMAT KLIWON YANG SERAM
Malam itu pikiranku melayang ke Pulau Gilitrawangan di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Di pulau itu aku memiliki villa kayu yang lapuk. Tanahnya berluas 2000 meter dengan struktur sawah kecil, galangan dan tegalan. Pikirku aku harus melihat kembali villaku yang sudah dua tahun aku tinggalkan kosong. Maka itu, hari Kamis Wage, 4 Januari 2018 aku berangkat ke Mataram, NTB dari bandara Soekarno Hatta, Kota Tangerang. Sesampainya di Lombok Tengah, bandara Internasional LOmbok, aku naik taksi ke Senggigih Beach. Dari Sengigih aku sewa speedboat menuju Pulau Gili Trawangan. Perjalan 40 mil laut ditempuh selam 45 menit. Malam Jumat Kliwon, 5 Januari 2018 aku masuk villa. Rumah itu sangat kotor, berdebu dan penuh sampah daun mahoni. Sebab pohon mahoni dan angsana besar, dedaunannya mulia kering dan jatruh masuk dari jendela villa yang terbuka. Setelah bersih aku memasang tikar dan memasang bantal yang tersimpan bvertahun tahun dalam lemari besi. Setelaj makan malam di Hadrrock Cafe, aku kembali ke villa dan tidur malam. Pukul 24.00 tengah malam, terdengar suara srigala mengaum. Tubuhku merinding dan jantungku berdetak kencang. Sebab di tengah hutan yang sepi, ada srigala mengaum dekat villaku.Dengan rasa takut yang mencekam, aku menelimuti tubuhku dengan spres tebal yang sudah aku bentangkan di lantai tidur. Suara srigala semakin kencang dan dekat ke tangga villaku yang bertiang tinggi. Rasa takutku makin mengental dan sekujur tubuhku menjadi dingin. Beberapa saat kemudian, ada suara langkah kaki manusia menaiki tangga kayu ke villaku. Lalu ada suara jari yang mengetuk pintu. "Selamat malam Bu Arnita, selamat malam. Boleh aku masuk Bu?" teriak suara perempuan menyebtu namaku, Ardita hadi Kusumo Sastranegara. "Siapa kamu?" teriakku. Pada saat itu, suara srigala yang mengaum mereda. Tak ada lagi suara hewan menyeramkan dan buas itu, yang ada hanya suara ketukan dari perempuan yang baru saja memanggilku. "Aku Bu Putut Bu, tetangga ibu sebelah Hardrock Cafe," katanya.
Oh, iya, aku ingat nama Bu Putut. Dia tetanggaku, rumahnya berjarak kurang lebih 400 meter dari villaku. Aku berusaha melawan rasa takut, lalu membuka selimut dan bangkit. Aku nyalakan semua lampu hingga menjadi terang. Dengan keberanian yang tersisa, aku mengajak Bu Putut ngomong dari dalam villa. "Ada apa Bu Putut malam malam ke mari?" tanyaku. "Ada perlu penting Bu Arnita, aku mau pinjam senter besar milik Ibu, kucing anggoraku hilang, larinya ada di bawah pohon angsana sebelah villa ini Ibu!" katanya. Aku segera membuka pintu dan menemui Bu Putut. Dengan meminta maaf Bu Putut meminta aku meminjamkan senter besar kepadanya. Memang dia senang kucing angora dan dari dulu dia punya banyak kucing. Namun malam itu satu kucing kesayangannya raib. Diduga lari ke pohon mahoni dan pohon angsana sebelah villaku.Setelah kuberikan senter Bu Putut segera mencari kucingnya di rerimbunan semak bawah pohon angsana. "Ada Bu kucingnya di situ?" teriakku dari atas. Bu Putut diam saja. Dia tidak bereaksi dengan ucapanku. Bahkan beberapa kali aku memanggilnya dia tetap bungkam. Aku penasaran lalu melongo ke dekat pohon angsana. Ternyata Bu Putut tak ada di situ. Ke mana dia? Pikirku. Lha, di mana dia mencari kucing anggoranya? Arkian, hingga pagi aku tak menemukan Bu Putut. Namun karena aku takut pada suasana malam yang gelap, maka aku tinggal tidur. Besok pagi paginya, Jumat Kliwon tangga 5 Januari 2018 jam 07.00 WIT, aku ke rumah Bu Putut. Setelah aku tanya kepada anaknya, Widyasari yang sudah punya anak satu, aku teesntak kaget. Katanya, ibunya, Bu Putut sudah setahun lalu meninggal dunia. Bapaknya, pak Putut bekerja di Amsterdam, Belanda dan menikah lagi dengan orang Eropa Barat. "Lha, siapa yang datang ke rumah mengaku Bu Outut dan dialah Bu Putut?"tanyaku, kepada Widyasari. Widyasari teesntak, lalu mengajak aku duduk di sofa rumahnya bagian tengah. Widyasari cerita, bahwa almarhum ibunya memang sering pulang setiap malam Jumat Klwion setiap bulan.Biasanya pulang ke rumah Widyasari. tapi karena malam itu ada aku, temannya, tetangga lama, maka dia datang kepadaku. Kangen dan rindu untuk bertemu aku yang sudah dua tahun meninggalkan Pulau Gilitrawangan. Almarhumah Bu Putut ternyata merindukanku dan dia angin bertemu aku di villa Asmara, villaku. Lalu kucing angora yang dicari, memang kucing mistik yang selama ini juga sering maujud di malam Jumat Kliwon setiap bulan. Kenapa Bu Putut awrwahnya selalu pulang di malam jumat kliwon? Syahdan, ternyata Bu Putut melalukan perjanjian gaib saat dia masih hidup. Perjanjian keramat itu antara dia dengan jin Jamhir penghuni pohon angsana sebelah villaku. Kepada jin itu dia minta kesembuhan openyakit kanker payudara nya yang parah. Jin itu berjanji membantu dan dia akan sembuh. Tapi, setelah meninggal, setiap bulan harus kembali ke pohon angsana yang menjadi rumah jin Jamhir dan keturunannya di situ. Karena angsa tua itu angker, maka aku memutuskan untuk menebang pohon itu. Juga pohon mahoni tua di sebelahnya. Aku oiredrkan potong dan ahli motong pohon Pak Surbadi langsung melakukan pemotongan dan dua pohon tua itu tumbang. Kami semua berharap, setelah pohon itu tumbang, jin Jamhir dan keluarga pindah se Selat Bali dan tak kembali lagi ke Pula Gilitrawangan. Harapn lain, agar alkmarhumah Bu Outuit tak balik lagi setiap malam jumat kliwon dan tenang di alam kuburnya. Aamiin yaa robbal alaamiin.***
Oh, iya, aku ingat nama Bu Putut. Dia tetanggaku, rumahnya berjarak kurang lebih 400 meter dari villaku. Aku berusaha melawan rasa takut, lalu membuka selimut dan bangkit. Aku nyalakan semua lampu hingga menjadi terang. Dengan keberanian yang tersisa, aku mengajak Bu Putut ngomong dari dalam villa. "Ada apa Bu Putut malam malam ke mari?" tanyaku. "Ada perlu penting Bu Arnita, aku mau pinjam senter besar milik Ibu, kucing anggoraku hilang, larinya ada di bawah pohon angsana sebelah villa ini Ibu!" katanya. Aku segera membuka pintu dan menemui Bu Putut. Dengan meminta maaf Bu Putut meminta aku meminjamkan senter besar kepadanya. Memang dia senang kucing angora dan dari dulu dia punya banyak kucing. Namun malam itu satu kucing kesayangannya raib. Diduga lari ke pohon mahoni dan pohon angsana sebelah villaku.Setelah kuberikan senter Bu Putut segera mencari kucingnya di rerimbunan semak bawah pohon angsana. "Ada Bu kucingnya di situ?" teriakku dari atas. Bu Putut diam saja. Dia tidak bereaksi dengan ucapanku. Bahkan beberapa kali aku memanggilnya dia tetap bungkam. Aku penasaran lalu melongo ke dekat pohon angsana. Ternyata Bu Putut tak ada di situ. Ke mana dia? Pikirku. Lha, di mana dia mencari kucing anggoranya? Arkian, hingga pagi aku tak menemukan Bu Putut. Namun karena aku takut pada suasana malam yang gelap, maka aku tinggal tidur. Besok pagi paginya, Jumat Kliwon tangga 5 Januari 2018 jam 07.00 WIT, aku ke rumah Bu Putut. Setelah aku tanya kepada anaknya, Widyasari yang sudah punya anak satu, aku teesntak kaget. Katanya, ibunya, Bu Putut sudah setahun lalu meninggal dunia. Bapaknya, pak Putut bekerja di Amsterdam, Belanda dan menikah lagi dengan orang Eropa Barat. "Lha, siapa yang datang ke rumah mengaku Bu Outut dan dialah Bu Putut?"tanyaku, kepada Widyasari. Widyasari teesntak, lalu mengajak aku duduk di sofa rumahnya bagian tengah. Widyasari cerita, bahwa almarhum ibunya memang sering pulang setiap malam Jumat Klwion setiap bulan.Biasanya pulang ke rumah Widyasari. tapi karena malam itu ada aku, temannya, tetangga lama, maka dia datang kepadaku. Kangen dan rindu untuk bertemu aku yang sudah dua tahun meninggalkan Pulau Gilitrawangan. Almarhumah Bu Putut ternyata merindukanku dan dia angin bertemu aku di villa Asmara, villaku. Lalu kucing angora yang dicari, memang kucing mistik yang selama ini juga sering maujud di malam Jumat Kliwon setiap bulan. Kenapa Bu Putut awrwahnya selalu pulang di malam jumat kliwon? Syahdan, ternyata Bu Putut melalukan perjanjian gaib saat dia masih hidup. Perjanjian keramat itu antara dia dengan jin Jamhir penghuni pohon angsana sebelah villaku. Kepada jin itu dia minta kesembuhan openyakit kanker payudara nya yang parah. Jin itu berjanji membantu dan dia akan sembuh. Tapi, setelah meninggal, setiap bulan harus kembali ke pohon angsana yang menjadi rumah jin Jamhir dan keturunannya di situ. Karena angsa tua itu angker, maka aku memutuskan untuk menebang pohon itu. Juga pohon mahoni tua di sebelahnya. Aku oiredrkan potong dan ahli motong pohon Pak Surbadi langsung melakukan pemotongan dan dua pohon tua itu tumbang. Kami semua berharap, setelah pohon itu tumbang, jin Jamhir dan keluarga pindah se Selat Bali dan tak kembali lagi ke Pula Gilitrawangan. Harapn lain, agar alkmarhumah Bu Outuit tak balik lagi setiap malam jumat kliwon dan tenang di alam kuburnya. Aamiin yaa robbal alaamiin.***
Komentar
Posting Komentar