Dimas Supriyanto Wartawan Pos Kota Soal Milih Jokowi



MENGAPA SAYA MENDUKUNG JOKOWI - Pada awalnya saya mendukung Jokowi karena saya tidak ingin Indonesia jatuh ke tangan Prabowo.
Kini terbukti, Jokowi lebih baik dari Prabowo - dalam segala hal.
Pilihan saya tidak keliru.
Saya tidak ingin Indonesia jatuh ke tangan Prabowo : pemimpin dengan kepribadian labil - tidak stabil - temperamental, cenderung psikopat, dengan ‘track record’ yang buruk. Dia diberhentikan dari ABRI, dikeluarkan dari Keluarga Cendana, dan lari keluar negeri.
Tiga alasan yang cukup untuk tidak mempercayakan kepemimpinan negeri sebesar Indonesia kepada sosok seperti itu. Bukan seorang kesatria.
Selain itu pencalonannya di Pilpres 2014 didukung oleh tokoh tokoh yang masing masingnya berkasus. Grup koruptor. Mafia negara dan kelompok Islam radikal.
Belakangan terungkap bahwa ambisi Prabowo menjadi presiden Indonesia di Pilpres 2014 juga bukan niat tulus memajukan dan mensejahterakan rakyat Indonesia - melainkan nafsu pribadi untuk melampiaskan dendam sebagai sosok yang telah disingkirkan dari kekuasaan dan keluarga istana.
Sebagai anak dari Soemitro Djojohadikoesoemo, seorang Menak, Begawan Ekonomi, pembrontak di zaman Soekarno dan penyelamat ekonomi di zaman Soeharto, Prabowo berambisi menduduki tahta tertinggi di negeri ini - untuk melanjutkan trah kepemimpinan di keluarga besarnya. Semata mata nafsu berkuasa.
Dia mendapat dukungan dari grup jaringan Yahudi Amerika yang sangat berpengaruh di dunia. Tapi memanfaatkan kelompok Islam radikal sebagai kedoknya di dalam negeri.
TIDAK DEMIKIAN dengan Joko Widodo. Insinyur lulusan Univ. Gajah Mada - pengusaha mebel yang sukses memimpin kota Solo dua periode. Nyaris tak ada ‘track record’ buruk tentangnya. Bahkan sejak di Solo dia sudah ‘digadang gadang’ sebagai "rising star"
Dalam perjalanan, Jokowi memenuhi kreteria sosok pemimpin yang ideal bagi Indonesia dan berbeda dengan para pemimpin yang sebelumnya.
Pertama, dia bukan dari militer.
Penting bagi saya – bagi kita juga. Warga Indonesia trauma oleh kepemimpinan 32 Tahun Orde Baru yang menjadikan militer sebagai tulang punggung kekuasaan yang represif. Sangat otoriter.
Kedua, dia rakyat jelata.
Pernah tinggal di pinggir kali, merasakan hidup miskin, terpinggirkan dan susah. Tapi tidak mendendam kepada kemiskinan dan kesusahan masa lalunya – sebagaimana Suharto yang kemudian dikenal sebagai pemimpin Asia yang gila harta, korup dan kemaruk.
Ketiga, keluarganya ideal.
Memiliki istri satu dan tiga anak yang tidak menyentuh bisnis di pemerintah, proyek proyek beraroma APBN – seagaimana anak anak pejabat Indonesia selama ini. Bandingkan dengan anak anak Soeharto yang menguasai binis negara dalam semua lini. Dari sewa satelit hingga tata niaga jeruk
Selain itu, anak anaknya pun tidak menjadi anggota partai. Sebagaimana SBY memberikan jabatan Sekjen pada anak bontotnya.
Keempat, bersahaja.
Jokowi bukan figur yang suka bermegah megah dan pencitraan seperti SBY atau Pak Harto. Bila ke mall, secara instinktif dia mencari produk yang sedang didiskon. “Saya yakin itu bukan pencitraan, naluriah saja, mencari barang dengan potongan harga. Untuk keperluannya sendiri dia sangat ekonomis. “ kata seorang wartawan senior yang ikut meliput kegiatanya.
Kelima, giat bekerja.
Ketika para politisi giat berpidato dan mengobral janji, atau nyinyir, mengritik tak tentu arah – melampiaskan kedengkian dan kebencian, Jokowi giat bekerja. Menyelesaikan proyek proyek mangkrak.Memastikan pembangunan merata dari Aceh hingga Ppua. Harga BBM sama di Jawa maupun di luar Jawa. Membangun tol laut, memangkas ekonomi biaya tinggi di daeah pedalaman, memecat menteri yang banyak wacana - seperti Anies Baswedan, dan seterusnya.
Berhasil? Belum. Karena proyek proyek mangkrak sebelumnya alangkah banyaknya.
Proyek bangsa ini alangah kompleksnya .
KEBERANIAN manggulung mafia Petral – yang berdampak pada serangan balik melalui tangan tangan pinjaman dan bayaran – merupakan prestasi lain dari Jokowi.
Sudah biasa bila mafia tak berani melakukan perlawanan langsung. Maka digunakanlah politisi di Senayan, ormas agama dan aktifis bayaran. Juga follower culun di media sosial yang mudah dicekoki pikirannya.
Sangat terasa kebencian kepada Jokowi begitu meluap luap, seolah olah negara akan ambruk jika Jokowi terus memerintah dan bekerja.
Padahal yang terjadi sebaliknya.
Dengan banyaknya infrastruktur yang dibangun tak ada tanda tanda Jokowi bagi bagi proyek pada kerabat dan pendukungnya sebagaimana Soeharto pada keluarganya. Atau SBY pada partai pendukungnya.
Anak anaknya dengan bangga jualan martabak dan membuka gerai kopi.
Penempatan posisi komisaris independen pada para pendukung - sama sekali tak berpengaruh kinerja BUMN. Operasional harian BUMN dikerjakan pada profesional. Komisaris indepeden memastikan kinerja BUMN sesuai track/jalurnya. Sesuai spirit Jokowi.
Saya kenal baik para politisi, wartawan, LSM dan aktifis yang berorientasi pada "aku" dimana dengan popularitas yang telah mereka miliki, keingingan "aku" menjadi yang utama. Bukan kepentingan masyakat - meski pakai label “lembaga swadaya masyarakat”. Apalagi kepentingan bangsa.
Pemerintahan baik - dan tidak baik - tidak terukur pada kinerja obyektif - tapi seberapa dampaknya dalam mensejahterakan "aku".
Ketika si "aku" tidak dapat proyek, tidak terjamin kesejahterannya, maka nyinyir lah: Kekeliruan kecil dibesarkan. Kelemahan dieksploitasi. Kelalaian dijadikan senjata.
Lalu menyombongkan diri sebagai yang sok “kritis”, sok “independen”.
Tak hanya politisi, aktifis dan ustadz/ulama, wartawan pun demikian. Saya kenal wartawan senior yang kecewa karena tak kebagian posisi, proyek, dan keinginnya tak terpenuhi menjadi nyinyir, dan membesar besarkan yang sepele, atas nama “jurnalis kritis dan indepeden”.
Saya mendukung Jokowi karena dia jauh dari gambaran politisi megalomania. Dia menyelesaikan proyek proyek yang terbengkelai dari rezim sebelumnya.
Sejauh ini saya tidak melihat ada yang lebih baik dari Jokowi.
Di hari ulang-tahunnya di hari ini semoga Pak Jokowi tetap sehat dan wal afiat.
Kemarin saya memilih Jokowi karena tak mau Indonesia jatuh ke tangan Pabowo.
Kini saya memilih Jokowi karena kinerja kepemimpinannya yang hebat.
Tapi, tentu saja, juga tetap menjaga Indonesia agar tak jatuh ke tangan Prabowo.
Prabowo yang kemarin - Prabowo hari ini - Prabowo berikutnya.
Dan Prabowo Prabowo lainnya. ***
Foto Dimas Supriyanto.
Foto Dimas Supriyanto.
Foto Dimas Supriyanto.
Foto Dimas Supriyanto.

Top of Form
SukaTunjukkan lebih banyak tanggapan
Bottom of Form


Komentar

Postingan populer dari blog ini

HAJI BULGANON HASBULLAH AMIR ORANG KAYA RAYA YANG DERMAWAN..

Dunia Supramistika Tia Aweni D.Paramitha

Pengalaman Abang Bulganon Amir Mursyid Spriritual Tangguh Yang Dapat Bisikan Masuk Neraka