DIPINANG JADI SUAMI PENGUASA LAUT UTARA
Misteri Sejati: Tia Aweni D.Paramitha
DIPINANG JADI SUAMI
PENGUASA LAUT UTARA
Lokasi pecahan pesawat AirAsia QZ
8501 jelas-jelas ditemukan di Selat Karimata, Pangkalan Bun, Kalimantan tengah.
Tetapi bisikan gaib datang di telingaku menyebut, bahwa tidak semua jenazah ada
di Selat Karimata, laut Pulau Kumai, tapi hanyut sampai ribuan kilometer ke
arah timur. Angin barat telah mendorong jenazah korban kecelakaan pesawat itu
ke Selat Makasar, Masa Lembo dan Majene, Sulawesi Barat. Basarnas tidak percaya
ketika hal ini aku kemukakan. Namun belakangan, nelayan menemukan jenazah
korban AirAsia di Majene dan Pare-Pare, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat.
Semua tercengang dan menyatakan bahwa apa yang aku sampaikan, ternyata benar
adanya.
“Bagaimana bisa hanyut jauh hingga
ribuan kilometer ke timur?” tanya saya kepada Kanjeng Ratu Kidul, pembisik
gaibku, ketika aku mencari korban pesawat terbang milik Taipan Fernandes di
Singapura tersebut, pada kawasan Pulau Kumai, Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah.
“Dewi Nimas Lanjar mendorong jenazah
ke arah timur. Dia mengehmbuskan angin barat dan menghanyutkan puluhan jenazah
ke Selat Makasar dan Masa Lembo hingga ke Majene dan Pare-Pare, Sulawesi
Selatan,” bisik Kanjeng Ratu Kidul kepadaku.
“Apakah ada yang masih hidup
Kanjeng? Dari 162 orang korban, adakah yang selamat?” tanyaku. “Tidak, tidak
ada satupun yang selamat, semuanya meninggal. Tapi ada lima orang yang masuk ke
dalam kerajaan Dewi Lanjar. Lima orang pria yang diterima dan disayangi Dewi
lanjar dan menjadi pembantu kerajaan Laut Utara,” kata Kanjeng Ratu.
Lima orang yang dimasukkan Dewi
Lanjar ke kerajaan Laut Utara ini lokasinya di Selat Makasar. Tidak jauh dari
Pulau Berasbasa, Bontang, Kalimantan Timur. “Masuklah ke kerajaan itu jika kau
ingin bertemu dengan liam korban AirAsia yang diambil Dewi Lanjar,” kata
Kanjeng ratu Kidul, kepadaku.
Paranormal seperti aku tidak
dipercaya orang, maka itu aku bekerja sendiri untuk mencari ponakanku, Bambang
Wijanarko, 23 tahun, yang bertujuan ke bandara Changi, Singapura, untuk
melanjutkan terbang ke Korea Selatan. Namun belum sempat menginjakkan kaki di
bandara Internasional Changi, pesawat AirAsia yang ditumpanginya jatuh di Selat
Karimata, selatan Pulau Kumai, Kalimantan Tengah.
Ibu kandung Bambang Wijanarko, Mbakyu
Setianingsih, kakak kandungku, menangis meminta aku turun tangan mencari ke
Selat Karimata. Aku ikut kapal TNI Angkatan Laut dan menuju Pulau Kumai. Jenzah
pertama ditemukan, dapat aku pantau secara supranatural dari Pulau Kumai.
Begitu juga dengan jenazah ke tiga, ke empat dan seterusnya. Semua dapat aku
lihat dari Pulau Kumai.
Hingga hari ini, 31 Januari 2015,
sudah ditemukan 71 orang jenazah. Tujuh di antaranya ditemukan 1000 kilometer
dari lokasi jatuhnya pesawat. Yaitu di peraiaran Majene dan Pare-Pare. Jauh
diluar dugaan tim Basarnas dan TNI Angkatan Laut.
Namun, ketika saya mendapat bisikan
Kanjeng ratu Kidul dan saya sampaikan kepada Basarnas, saya ditertawakan. Kata
mereka, mana mungkin ada jenazah AirAsia yang jatuh di Kalimantan Tengah ada di
Sulawesi Barat. Saya ditertawakan dan dianggap gila. Hal itu saya sampaikan
pada tanggal 23 Januari 2014 hari Jumat Pagi di Pangkalan Bun. “Tidak masuk
akal, mana mungkin ada di Majene,” kata Kapten Suryadi, sebutlah begitu,
kepadaku.
Aku lalu dihindari dan Kapten
Suryadi menajuh dariku. Dia menganggap enteng dukun sepertiku dan menghindariku karena malu dekat
dukun dan dianggap mempercayai dukun. Banyak yang mengharamkan dekat dengan
dukun, apalagi sampai meminta bantuan dukun.
“Saya membawa missi, perintah kakak
kandung saya untuk mencari ponakan saya yang hilang, dia salah seorang korban
tragedi kecelakaan pesawat Air Asia ini. Kalian tidak percaya kepada saya, itu
adalah hak kalian. Tapi, saya akan tetap akan ke Majene Sulawesi Barat untuk
mencari ponakan saya di sana. Berdasarkan bisikan yang saya terima, ponakan
saya itu ada di Selat Makasar, timur Bontang, Kalimantan Timur,” kataku.
“Jenazah itu tidak mungkin dibawa
angin dan ombak ke sana. Ombak kan tidak satu arah karena mengikuti angin.
Angin kan datangnya bukan satu arah saja,” kata Suryadi, kesal kepadaku karena
apa yang kukatakan tidak masuk di akalnya. Sementara masalah gaib ginaib itu
bukan perhitungan masuk akal atau rasionbalitas. Dalam gaib, tidak ada yang
tidak mungkin karena semuanya itu tergantung dari takdir yang diciptakan Allah
Azza Wajalla.
“Takdir ya takdir, tapi mana mungkin
jenazah hanyut dalam jarak rubuan kilometer laut. Tidak masuk akan itu Bu,”
kata Kapten Suryadi sambil menghambur menjauhiku di bandara Iskandar, Pangkalan
Bun, Kalimantan Tengah.
Aku dibuat malu oleh ulah Kapten
Suryadi. Untuk itu, aku segera mencari tiket pesawat untuk terbang ke Majene,
Sulawesi Barat. Hari itu pesawat ke Majene tidak ada. Hanya ada pesawat Merpati
yang terbang ke Makasar. Dan aku berangkat ke Makasar, Sulawesi Selatan.
Sesampainya di Makasar aku naik bis
ke Majene. Pas di perbatasan Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat, Kangjeng Ratu
Kidul masuk lagi. Dia duduk di sebelahku yang kebetulan kosong dan mengatakan,
bahwa aku harus ke Pulau Berasbasa, Bontang, Kalimantan Timur. Di sebelah
selatan Pulau Berasbasa, 50 mil laut, ada kerajaan Dewi Lanjar di kedalaman 70
meter. Pada sebuah palung, aku harus masuk ke palung itu. Di sana akan diterima
dalam kerajaan Dewi Lanjar dan aku akan menemukan pnakanku, Bambang Wijanarko,
salah satu dari lima korban yang diambil Dewi Lanjar. Pada saat aku akan
meminta peta lokasi kerajaan yang dimaksud, kanjeng Ratu Kidul menghilang ke
luar jendela bis. Dan aku meminta sopir memberhentikan bis dan aku pamit turun.
Semua penumpang bingung, mengapa aku berhenti di perbatasan itu. “Ada hal
penting yang membuat aku harus kembali ke Makasar,” kataku kepada pak sopir.
Aku menunggu di sebuah kedai Coto
Makasar. Aku menunggu bis yang balik arah ke Makasar. Aku memesan minuman psang
hijau, es palu butung dan soto semangkuk. Usai membayar makanan, alhamdulillah,
bis melintas dan aku mencegat bis warna merah itu. Aku kembali ke Makasra dan
berganti taksi menuju bandara.
Aku membeli tiket ke bandara
Sepinggan, Balikpapan, kalimantan Timur. Dari bandara Sepinggan aku mencarter
mobil toyota avanza ke Bontang. Perjalan lima jam dari Balikpapan menuju
Bontang melintasi kota Samarinda, Simpang Tenggarong lalu ke Bontang.
Sesampainya di Bontang hari sudah
malam. Aku masuk hotel di Satimpo untuk kemudian besok pagi menyeberang ke
Pulau Berasbasa, Bontang Timur. Malam itu Kanjeng Ratu Kidul datang lagi
kepadaku di hotel Permina dan memberi peta. Berapa derajat di lintang selatan
secara akurat disebutkan Kanjeng Ratu Kidul.
Kanjeng Ratu hanya sebentar datang,
lalu pergi ke Laut Selatan. Kembali pada kerajaannya di Samudera Hindia, Muara
Binuangeun, Banten Selatan.
Besok paginya aku pergi ke pelabuhan
laut Bontang Kuala. Aku menyewa perahu nelayan dan minta diantarkan ke Pulau
Berasbasa. Sesampainya di Pulau Berasbasa, perahu motor itu menuju selatan dan
menuju titik koordinat yang sudah aku tulis. Tukang perahu, Andi Baso sudah
tahu lokasi itu dan mengantarkan aku ke lokasi itu. Lokasi palung berkarang batu laut tersebut.
Peralatan menyelam sudah aku sewa di
Bontang Satimpo. Ada tabung oksigen, karet kemudi, jaket water proof dan sabuk
pending pengaman. Dengan ditunggui Andi Baso, aku menyelam masuk ke dasar laut
di lokasi yang diinfokan oleh Kanjeng Ratu Kidul.
Dengan membaca basmallah, juga
mantra Nabi Yunus AS, aku menyelam. Gelombang laut cukup tenang dan arus di
bawah laut juga tidak terlalu kuat. Setelah seperempat jam menyelam, aku
bertemu palung yang dimaksud. Bahkan, palung itu mirip sebuah goa karang yang
indah. Daerah yang terbentuk oleh arus alami sehingga mirip sebuah rumah tua
gaya bangunan klasik Eropa Barat.
Setelah aku memegang batu karang di
palung itu, tiba-tiba aku tertidur. Pada saat itulah aku diterima oleh asisten
pribadi Dewi Lanjar. Aku ditariknya kedalam kerajaan. Begitu aku terbangun, aku
sudah berada di dalam kerajaan itu. Sebuah mahkota emas dan batu intan, mutiara
menghiasi kepala Dewi Nimas Lanjar.
“Ada apa gerangan keperluan datang
ke mari, saudariku Dewi Anjani,” sapa Tuan Ratu Dewi Nimas Lajar, kepadaku yang
sudah duduk di depan singgasananya. Singgasana dari karpet Turki warna hijau
toska dengan lis emas 24 karat dan intan Bohemia.
“Siapa nama ponakanmu yang engkau
maksudkan?” Tanya Ratu Dewi Lanjar kepadaku. “Nama keponakanku itu Bambang Wijanarko,
anak Mbayu ku, Ibu Ratu,” desisku, datar. Dengan mengambil nafas panjang Ibu
Ratu Dewi Lanjar memanggil asistennya, Nyimas Melati Sukma, supaya gadis cantik
itu memanggil Bambang Wijanarko. “Panggil Ludian dan bawa ke mari, ada tantenya
mau bertemu,” perintah Ibu Ratu Dewi Lanjar kepada asiten yang berwajah cantik
itu. “Bukan Ludian Bunda Ratu Dewi, tapi Bambang Wijanarko,” dorongku. Bunda
Dewi tertawa dan dengan senyum manis mengatakan, bahwa Bambang Wijanarko
ponakanku itu sudah berganti nama di kerajaan itu, menjadi Ludian Sakti. Nama
pemberian Bunda Ratu Dewi untuk bangsa gaib pengikutnya.
“Ingat, kau harus ikhlas,
orangtuanya juga harus ikhlas kepada Ludian. Karena Ludian bukan manusia biasa
lagi, tapi sudah menjadi bangsa gaib, sejenis jin khusus yang menghuni kerajaan
ini. Dia saya ambil di Selat Karimata, saya bawa ke Selat Makasar ini bersama
banyak korban lain. Namun yang saya pilih untuk ikut kepadaku hanya lima,
termasuk Luudian Sakti keponakanmu,” tegasnya, dengan mata yang tajam dan senyumannya
yang indah.
Jantungku berdetak hebat ketika
asisten menenteng Bambang Wijanarko. Ponakanku itu sangat terlihat tampan
dengan busana keratin laut, memakai batik kayu stinggi dan jaket kayu akar
bahar. Bambang langsung menghambur menemuiku dan kami berpelukan haru. “Bulek,
maafin Bambang bulek, Bambang enggak bisa kembali ke mama dan papa di Jawa.
Bambang harus tinggal di sini dan jika mama sama papa mau bertemu, datanglah ke
sini seperti yang bulek lakukan,” bisik Bambang sambil menangis.
Kami bersedih atas tragedy
kecelakaan itu Mbang, kataku. Kamis semua berdoa untuk kebaikanmu. Mama dan
papamu berharap kau bias kembali ke Jawa Timur dan hidup normal seperti dulu.
“Ayo kembalilah sekarang bersama bulek, saya akan minta kepada Bunda Ratu Dewi
supaya engkau kembali,” kataku.
“Maaf bulek, Bambang sudah bukan
manusia biasa lagi. Dunia kita sudah berbeda. Bila keluarga mau bertemu, harus
punya kinci pintu gaib seperti bulek dan bisa bertemu saya di kerajaan laut
Selat Makasar ini,” ungkap Bambang Wijanarko, bersedih.
“Bunda, bisakah aku bawa ke Jawa
untuk bertemu orangtuanya, setelah itu, aku akan kembalikan lagi Bambang Wijanarko
ke kerajaan ini,” pintaku kepada Bunda Ratu Nimas Lanjar.
“Maaf anakku, calon panglima
kerajaan laut Dewi Lanjar ini tidak boleh ke mana-mana. Jangankan di bawa ke
Jawa, ke permukaan laut pun tidak diperkenankan. Ingat, dia bukan manusia biasa
dan sudah menjadi bangsa gaib dan calon panglima perang kerjaan saya ini,” kata
Bunda, bernada tinggi.
“Jika orangtuanya mau bertemu
anaknya ini, datanglah ke mari. Belajarlah ilmu pemegang ,kunci pintu gaib
seperti yang telah engkau miliki. Jika sudah ada anak kunci, maka mereka akan
memegang kunci dan membuka pintu untuk masuk ke kerajaan ini ini bertemu anak mereka,” seru Bunda Ratu Dewi Lanjar,
dengan intonasi menebal.
Tidak terasa aku tinggal dua hari
bersama ponakanku Bambang Wijanarko di dalam kerajaan Bunda Dewi Nimas Lanjar
di Selata Makasar. Dua hari ukuran dunia gaib namun empat jam ukuran dunia
nyata. Maka itu, Andi Baso hanya menungguku selama lima jam dan aku membayarnya
dengan harga berlipat ganda dan Andi Baso sangat senang dengan pembayaranku
itu.
Setelah puas bersama ponakanku
Bambang Wijanarko, aku berenang ke poermukaan laut. Aku diantarkan Andi Baso
kembali ke Bontang Kuala dan terbang dengan pesawat kecil ke Balikpapan dari
bandara LNG Bontang.
Dari bandara Sepinggan Balikpapan
aku terbang ke Surabaya dan menemui Mbakyu Setianingsi dan menceritakan akan
pengalaman gaibku bertemu Bambang Wijanarko, salah satu dari 162 korban
hancurnya pesawat AirAsia QZ 8501 yang terbang dari bandara Insinyur Haji
Juanda, Sidoarjo, Surabaya, menuju
bandara Changi, Singapura, hari Minggu pagi, 28 Desember 2014 pukul 05.15 waktu
Indonesia bagian barat.
Mbakyu Setianingsi bergetar
mendengar kisahku. Dia nyaris pinsan karena memiliki penyakit darah rendah.
Namun suaminya, Mas Sumano memijit dan memberikan balsem ke kepalanya dan
Mbakyuku tidak jadi terjatuh lantaran limbung. Dia ngotot ingin segera belajar
mantra pembuka pintu gain nabi Yunus AS dan ilmu laduni memasuki kerajaan laut
Bunda Ratu Nimas Lanjar di Selata Makasar. “Saya ingin bertemu anakku, Bambang.
Cepat ajari aku dan aku siap untuk masuk ke kerajaan gaib itu,” ujar Mbakyu
Setianingsih, meranng-raung, menangis.
Karena Mas Sumano juga ingin ikut,
maka kedua suami istri itu aku ajari ilmu gaib laduni. Juga kuajari
mantra-mantra pembuka pintu gaib. Mereka tekun beklajar dan akhirnya dalam
waktu lima hari, mereka bias melakukannya. Kunci pintu gaib itu sudah mereka
pegang dan kami berangkat bertiga ke Bontang dan pergi ke Selat Makasar. Kami
diantarkan oleh Andi Baso lagi dan dengan senang hati warga Bontang Kuala itu
mengantarkan kami dan menunggu berjam-jam di permukaan laut.
Bunda Ratu menyambut baik Mbakyu
Setianingsih bahkan memeluknya. Ada perlakukan istimewa dari Bunda ratu Nimas
Lanjar kepada Mbakyuku, soalnya disambut sangat baik, dipeluk dan diberi emas
seberat dua kilo dan intan, mutiara dan berlian yang sangat indah. Belakangan,
setelah dijual, nilai jual emas dan permata itu, mendekati dua milyar rupiah.
Dan Mbakyuku menjadi kaya mendadak.
Kenapa Mbakyuku disambut istimewa,
ternyata, Bambang Wijanarko, diminta Bunda Ratu Nimas Lanjar untuk dijadikan
suaminy. Ibarat kata, dia menyambut mertuanya dengan baik. Dan memberikan
cendramata, oleh-oleh kepada mertuanya permata dan emas yang bernilai jual
tinggi. Sementara aku, hanya diberi batu akik King Safir, yang belakangan baru
aku ketahui batu yang hanya berharga Rp 10 juta itu, untuk pengobatan. Selain
tiu, untuk sarana perbaikan rejeki dan penangkal serangan gaib. Bahkan dengan
batu King Safir itu, aku tidak mempan bacok dan tidak mempan dengan arcun dan
air raksa.
Alhamdulillah begitu banyak orang
perpenyakit berat tertolong. Sementara emas, batu permata yang bernilai jual
tinggi yang diberikan kepada Mbakyu Setianingsih, hanya bernilai uang, tapi
tiadk bias menjadi saranan gaib apapun. Pikirku, aku tidak boleh serakah dan
tamak. Aku diebrikan kenangan itu dari kerajaan Bunda Ratu Dewi Nimas Lanjar
untuk membantu sesame. Bahkan dengan air laut, aku bias mengobati penyakit
seberat apapun. Alahamdulillah.
Bambang memeluk erat mama dan
papanya. Mereka bertiga menangis dan aku pun ikut menangis. Bunda Ratu Dewi
Nimas Lanjar juga kelihatan terharu. Namun, dia tidak berdaya mengembalikan
Bambang sebagai manusia biasa. Calon tunggal panglima Perang Kerajaan Laut ini,
menjadi suami Bunda Dewi Nimas Lanjar. Mas Sumano dan Mbakyu Setianingsih, juga
menyatakan siap untuk menjadi mertua dari Raja Jin Laut, Bunda Dewi Nimas Lanjar.
Dan mereka berdua diundang untuk bertemu Bambang, anak mereka setiap tiga bulan
satu kali. Setiap malam MJumat Kliwon per-triwulan dan akan bercengkrama dengan
Bambang Wijanarko yang sudah meninggal dalam tragedy AirAsia Airbur 320-200
yang mengerikan itu. ***
(Kisah gaib Dewi Anjani kepada Tia
Aweni D.Paramitha. Tia menulis kisah ginaib itu untuk Misteri)

Komentar
Posting Komentar