HANTU PENCULIK ANAK-ANAK


Misteri Sejati: Tia Aweni D. Paramitha

               
   HANTU
 PENCULIK
    BOCAH

Belakangan banyak penculikan terhadap bocah oleh  hantu Wewe Gombel dan Genderuwo yang mengganggu perumahan mewah Romanza Estate, di  Kuala Mungkal,  Samarinda, Kalimantan Timur. Hantu-hantu itu bukan sekadar maujud untuk menakut-nakuti warga, tapi sudah berulang kali menculik anak-anak kecil penghuni perumahan. Bahkan sudah lima  orang anak balita di Kaltim dibunuh. Anak-anak kecil yang  menjadi korban keganasan hantu tersebut, mati  secara mengenaskan dengan otak yang terburai, mengambang di air…

Berita penculikan Tiara Wina, delapan tahun, sebutlah begitu,  anak pejabat  provinsi Kalimantan Timur, membuat aku terhenyak, tergugah untuk membantu. Aku ingin dapat menolong, paling tidak  menyelamatakan anak gadis yang baru duduk di kelas dua Sekolah Dasar Stella Mega  itu, kembali ke keluarganya dalam keadaan hidup.  Penculikan itu terjadi pada tanggal 23 November 2009 kurang lebih pukul 19.45 malam.

 Agar pekerjaan ini berhasil sukses, aku minta ditemani seorang pakar penangkap hantu. Nama pakar itu adalah John Karimba, 45 tahun, guru spiritual Yayasan Nusantara Jaya di Balikpapan. Selain menangkap hantu secara gaib, John juga punya alat-alat penangkap hantu modern. Alat itu dapat memotret hantu, merekam hantu dan bahkan, dapat pula menjebak hantu agar masuk perangkap khusus buatannya yang bernama Ghost Lenk Guithem.

Mendapat tawaran dariku untuk membantu menangkap hantu dan membebaskan anak gadis kecil putri pejabat di Samarinda ini,  John Karimba sangat antusias. Baginya, petualangan membebaskan anak yang sedang diculik hantu itu adalah tantangan besar. Selama ini dia belum banyak berhasil, tapi kali ini bertekad untuk sukses bersamaku dalam missi itu. Tujuan John bukan uang, tapi kepausan batin dapat  membantu sesama, mirip dengan prinsif hidupku. Prinsif agar dapat beguna bagi banyak orang di alam fana ini.
Setelah menyusun alat-alat yang perlu dibawa selama tiga jam, John pun bersiap berangkat bersamaku dari Balikpapan. Dia memasukkan semua alat-alat itu ke dalam sebuah ransel besar, lalu digendongnya seperti turis kere di daerah Jalan Jaksa, Jakarta Pusat. 
Alat   yang yang dibawa John Karimba  itu  telah menunjukkan hasil positif saat dia gunakan menjinakkan hantu-hantu di Kingkross, Colderan, Sydney,  tahun 2008 lalu. Maka itu John  yakin apa yang disebut  hantu Wewe Gombel  penculik itu, akan tertangkap. Begitu pula dengan genderuwo air Sungai Mahakam yang telah memakan dua korban nyawa.
Kasus penculikan oleh Wewe Gombel  yang terjadi pada anak pejabat ini sebenarnya sudah terdeteksi secara dini. Beberapa orang dukun di kota Samarinda sudah mengetahui bahwa Tiara Wina, disembunyikan oleh Wewe Gombel. Hal itu terjadi saat Tiara Wina sedang bermain menjelang magrib di halaman rumahnya yang mewah. Anak-anak kecil, sebenarnya harus dilarang bila bermain-main di halaman rumah saat menjelang azan magrib. Sebab saat itulah Wewe Gombel berkeliaran mencari mangsa. Yang dicar Wewe Gombel adalah anak-anak di bawah umur 10 tahun.

Pihak keluarga Tiara Wina,  Haji Marsilam, 52 tahun, orangtua korban dan   Nyonya Maisaroh, 50 tahun, ibu tiri korban, kehilangan anak bungsu itu saat menjelang magrib. Tiara Wina dan anak tetangganya, dibiarkan bermain di luar rumah pukul l5.00 waktu Indonesia tengah.  Tiara dan temannya, Weni, Sembilan tahun,  tertawa-tawa, bermain takumpet. Mereka bersembunyi di balik pepohonan rindang bunga flamboyan di bawah sebah pohon waru di halaman rumah.
Pada saat bersembunyi  di bawah  bangku taman di bawah pohon waru, Tiara Wina bertemu dengan almarhum kakeknya, Haji Baharudin, yang sudah dua  tahun lalu meninggal dunia. Saat bertemu, entah kenapa, Tiara Wina  lupa bahwa eyangnya itu sudah meninggal dunia. Tiara Wina langsung  ikut ketika diajak kakeknya itu  pergi jajan ke warung dekat Kampung Makasar, Kota Samarinda.  Perasaan Tiara Wina, sesampainya di warung, dia mengantuk dan tidak ingat apa-apa lagi. Di saat tak sadarkan diri itulah maka Tiara Wina  digendong oleh Si Kakek yang ternyata sosok Wewe Gombel, hantu penculik yang sangat membahayakan.

 Beberapa saat kemudian, bedasarkan kesaksian Weni, temannya, Tiara Wina dibawa naik pohon waru  tua di belakang rumah. Belakang rumah Tiara Wina terdapat hutan lebat, suatu daerah yang sunyi, sepi dan jarang didatangi manusia. Daerah itu disebut sebagai daerah Angker Pekat, di mana masih sering terlihat binatang buas dan monyet bekantan yang berhidung mancung.
Banyak cara-cara musykil yang biasa dilakukan oleh hantu penculik untuk menjerat mangsanya. Korbannya selalu diambil saat hari menjelang malam. Bahkan sering pula dilakukan saat malam semakin gelap. Bentuk hantu itu seringkali menyerupai keluarga dari korbannya. Atau, bisa pula menyerupai guru sekolah, guru ngaji atau tetangga dekat. Bentuk penyamaran akurat itulah yang membuat hantu penculik selalu sukses dalam melakukan kejahatannya.
Perlu diketahui, bahwa setelah menculik korban, seminggu setelah dalam kekuasaannya, Si Anak akan dimakan. Bagian yang dimakan biasanya isi kepala, bagian otak dan sering pula bagian jantung.


Kalong Wewe atau Wewe Gombel adalah sejenis jin penghuni hutan yang sering iseng menculik anak-anak.  Kalong Wewe sangat jahat dan mematikan. Semua warga tahu bahwa pembunuh utama dari alam gaib belakangan ini adalah  kalong Wewe.
Warga Kalimantan Timur, mengetahui  kemunculan Kalong Wewe sejak jaman Belanda dulu, yaitu pada tahun 1800-an masehi. Pada awal tahun 1900-an, banyak pula warga setempat yang diculik dan dimatikan oleh Kalong wewe.  Kalong Wewe adalah sejenis jin kafir yang mendendam kepada manusia. Kalong Wewe hanya takut kepada jin muslim penghuni mesjid dan penghuni tempat-tempat ibadah. Maka itu, bagi masyarakat tertentu, memelihara jin muslim sebagai pagar gaib di rumah, menjadi salah satu cara untuk menghindar dari gangguan kalong Wewe ini.

Dalam kamus bahasa Indonesia Poerwodarminto,  Kalong Wewe ditulis sebagai Hantu Haru-haru. Hantu haru-haru adalah hantu yang khusus menculik anak di bawah umur. Hantu Haru-Haru, di Sumatera Barat, hingga kini, menjadi  momok yang mengerikan bagi warga Minang. Hampir semua orangtua melarang anak-anak mereka main di saat magrib. Sebab operasi Kalong Wewe adalah di saat azan berkumandang. Maka itu sudah menjadi kewajiban orangtua untuk mengingatkan anak agar masuk ke dalam rumah di saat menjelang magrib. Jika tidak, Si Anak akan diculik oleh hantu haru-haru.
Walau aku cuma seorang wanita, tapi aku sudah ratusan kali menyelamatkan anak-anak dari penculikan Kalong Wewe. Aku belajar ilmu menaklukkan Kalong Wewe karena tiga adikku meninggal karena diculik oleh hantu jenis itu. Satu keluarga pamanku,  juga mati diculik oleh Kalong Wewe.
Karena banyak kasus yang menimpa keluargaku, maka aku berkeras untuk mendalami ilmu itu agar aku dapat memerangi Kalong Wewe yang jahat. Setelah empat tahun berguru di Pandeglang, Banten, aku akhirnya mendapatkan ijazah pada tahun 1989. Sejak itu, aku langsung diterjunkan oleh guruku untuk berperang dengan Kalong Wewe dan Genderuwo pengacau keamanan warga. Bahkan hingga saat ini, aku sudah menyelamatkan ratusan anak dari penculikan Kalong Wewe.

Pukul l3.30 Waktu Indonesia tengah, aku  dan John Karimba berangkat dari Pecinangan, Balikpapan menuju Samarinda. Kami naik motor besar, Kawasaki Binter 1000 CC melewati kawasan Bukit Soeharto yang hijau.  Setelah  sampai di Maritong, Samarinda, kami langsung menyeberangi Sungai Mahakam lalu menuju Hutan Angker Pekat.
       Di hutan yang dianggap warga Samarinda menyeramkan ini, aku melihat ratusan jin kafir jenis ifrit dan kober. Mereka langsung bereaksi begitu melihat kehadiran aku dan John.
       “Alat deteksi mahluk gaib ini tidak perlu dipasang lagi, karena mereka begitu jelas terlihat olehmu, Farida,” desis John, kepadaku. John menganggap, alatnya itu super canggih dan harus digunakan bila hantu-hantu tidak dapat terlihat. Tapi karena semua mahluk halus yang ada sudah terlihat,  maka John merasa tidak perlu lagi memasang alat-alat detektornya. “Ternyata kemampuan mu jauh melebihi dari kelebihan alat-alatku ini,” tutur John, sambil tersenyum. 
       “Alat-alatmu harus tetap dipasang. Kamera pengintai CCTV mu itu aku butuhkan untuk merekam semua aktifitas hantu-hantu dan genderuwo itu,” pintaku. John pun setuju dengan usul ini, lalu diapun memasang alat-alat canggihnya, CCTV dan kamera hendycam perekam di alam gelap. Nite shot style dan infrared dreaming.


Malam harinya, pukul l9.00 John Karimba menanggap ratusan hantu di peralatan di CCTV dan kamera infra merahnya.  Dari dalam VTR, alat perekam dengan LCD play on, aku dapat melihat genderuwo dan Wewe Gombel itu terekam baik.  Semua itu maujud keluar dalam LCD  mini dv dengan soundtrack gold and stainlist grill  warna perak dengan kabel-kabel serta lensa proinflessont, lensa kecil mirip  kristal, yang merekam hantu-hantu itu secara jernih.
Namun sayang, aku tidak dapat melihat Tiara Wina, anak gadis malang putri pejabat wisata  itu. Padahal, bila hantu-hantu di situ yang mencul, maka Tiara Wina pastilah akan terlihat oleh mata batinku dan mata kamera CCTV milik John Karimba. Tapi di sini tidak. Tiara Wina tidak Nampak ada di dalam Hutan Angke Pekat itu. “John, Tiara Wina tidak di sini, hantu-hantu di Angker Pekat ini tidak menyembunyikan Tiara Wina. Pekerjaan kita pasti makin berat, kita harus menemukan di mana Tiara Wina disembunyikan,” kataku.


 Kami beranjak menuju hutan di belakang Angker Pekat. Hutan itu diberi nama Hutan Jati Warna oleh warga Samarinda.  Semua peralatan diangkat John  begitu  kami beranjak pindah lokasi menuju rerimbunan pepohonan jati di Jati Warna.  Alat-alat John langsung dipasangkan di bawah rerimbunan pohon jati di mana Tiara Wina mungkin dipenjarakan secara gaib oleh Wewe Gombel.
Lenk Guithem, alat milik John sejenis perangkap hantu, mendeteksi adanya Tiara Wina di pohon jati. John berteriak kepadaku dan aku sudah melihat  sosok Kalong Wewe sedang mencekik Tiara Wina. Alat Lenk Guithem ternyata tidak mampu menjebak Kalong Wewe penculik Tiara. Sebab setelah lolos dari jebakan, Kalong Wewe melesat lari mengendong Tiara.
Dengan Ilmu Ingan-angin, aku melesat mengejar buruan itu. John berdiam ditempat denan alat-alatnya. John berteriak kepadaku. “Hati-hati Farida!” teriaknya.
Kurang lebih 3000 meter dari John, aku berhasil menekuk Kalong Wewe dan merebut Tiara dari tangannya. Farida aku bawa terbang ke rumahnya dan John kuteriaki agar menyusul aku ke rumah orangtua Tiara yang tidak berapa jauh dari situ. John pun segera menghambur menysul aku dan kami berhasil membawa Tiara dalam keadaan hidup.
       Tiara mengalami koma. Pingsan panjang tapi aku yakin dia masih bisa bernafas. Seorang kiyai yang sudah berada di rumah itu, langsung menjampi-jampi dan Tiarapun siuman. Ayah Tiara menangis menyaksikan keadaan anaknya. Menangis karena kasihan kepada nasib anaknya tapi juga menangis bahagia karena Si Anak telah berhasil kembali bersamanya.
Kalong Wewe yang menculik, diam-diam mengintip ke rumah itu. Aku segera menangkapnya lalu memindahkannya ke laut Selat Makasar. Namun sebelumnya, terjadi berkelahian ketat dan aku nyaris kalah dibuat mahluk yang ternyata Raja Diraja Kalong Wewe hutan jati warna itu.
Kini aku dan John bekerjasama untuk membantu sesama, tanpa memasang harga. Berapa pun orang member, kami akan terima dengan ikhlas. Pekerjaan ini akhirnya menjadi profesi kami. Profesional sebagai pemburu hantu.***

(Pengalaman ini dialami oleh Farida. Tia Aweni D.Paramitha menulis cerita ini untuk PORTAL MYSTERY-Red)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

HAJI BULGANON HASBULLAH AMIR ORANG KAYA RAYA YANG DERMAWAN..

Pengalaman Abang Bulganon Amir Mursyid Spriritual Tangguh Yang Dapat Bisikan Masuk Neraka

Dunia Supramistika Tia Aweni D.Paramitha