HIDUP DI KAMPUNG KUNTILANAK
Misteri
Sejati: Henny Nawani
HIDUP DI
KAMPUNG KUNTILANAK
Daun-daun
beterbangan. Melayang ke selatan jatuh di atap sirap rumah kami. Bunga kenanga
berguguran, menguning, kering dan menebarkan aroma wangi yang menyengat. Saat
itulah Ratu Kuntilanak, Ratu Obbo dan sembilan pengikutnya, hinggap. Dia
terbang dari utara dan singgah di pohon
kenanga yang ditanam nenekku 49 tahun yang lalu. Duh Gusti, aku sangat takut.
Tapi tidak boleh rasa itu diteruskan
untuk takut selamanya. Aku harus berani
menghadapi kenyatan ini, walau, sangat berat. Sebab kami di sini bukan untuk
seminggu atau sebulan, tapi akan menetap bertahun-tuhan. Atau mungkin,
selamanya....
“Mari kita masuk gubuk kita Kang, aku
tak mau melihat Ratu Kunti itu, matanya tajam dan membuat mataku menjadi
pedih,” bisik istriku, mengajak aku masuk gubuk kami yang sederhana. Kebetulan suara adzan dari surau lima
kilometer dari rumah kami, sayup-sayup terdengar. Hari sudah masuk pada jam-jam
sembahyang magrib. Dan kami harus wudhu untuk sholat magrib berjemaah di alas
tikar daun nipah milik kami.
Kuntilanak itu gaib. Biasanya tak
menampkakan diri dan tidak terlihat oleh mata manusia. Namun di Desa Karyangan,
Tobo Apung, Paser Utara, Kalimantan Timur, kuntilanak seperti manusia dan
burung. Dia bisa terlihat dan menampakkan diri. Tapi hanya kami yang dapat
melihatnya. Orang lain tak bisa, karena tidak punya darah dari Kiagung
Marangek, kakek moyang kami yang melakukan perjanjian gaib dengan Bangsa
Kuntilanak tahun 1896 yang lalu.
Kami pindah ke Paser Utara dari Jakarta
pada tahun 1998 bulai mei. Kami merupakan korban kesurusan Jakarta dan toko
milik kami di Mangga Besar terbakar habis. Karena kehilangan segalanya, kami
kembali ke kampung halaman. Kami pulang ke Paser Utara, Kalimantan Timur dan
bertani kelapa sawit di Tobo Apung. Perubahan ini tentu bagaikan reformasi yang bergulir. Dari era
kepemimpinan Orde Baru kepada Orde Reformasi. Dari kekuasaan dan kekuatan
Soeharto yang diktator berpindah kepada pemerintahan yang demokratis dan baru
era Habibie.
Suara Ratu Kuntilanak itu mirip suara
wanita penyanyi seriosa. Mereka beramai menyanyi seriose dengan kata-kata yang
tidak bisa kami mengerti. Suara itu sangat mirip dengan suara penyanyi Yulia
London, pen yanyi Inggeris sebelum Perang Dunia Ke Dua. Every time you go away,
seprti itulah kata-kata yang aku dengan walau tak persis benar seperti itu.
Namun kami masuk gubuk dan menggalan pintu dengan kayu balok dari ulin. Kami
tutup dan lampu pelita minyak jarak tiga kami nyalakan. Aku tidak bisa tidur
dalam keadaan gelap. Tidak bisa pula duduk dan diam dalam keadaan pekat.
Apalagi istri, Ainun Safitri, 42, yang sangat takut bila gelap gulita. Maka
itu, setiap malam, di sebelah gubuk kami, kami pasang tiga obor minyak. Bahkan
ada obor besar dari gas alam yang dibuat oleh kepala desa di timur rumah kami.
Maka itu, setiap malam, walau tanpa listrik PLN, daerah kami cukup terang
karena adanya gas alam yang liar yang diberi api.
Setiap malam rombongan Kuntilanak
pimpinan Ratu Kunti Obbo, berada di atas pohon kenangan tua warisan nenekku.
Jumlahnya tidak pernah kurang dan tidak pernah bertambah. Semuanya sembilan
Kuntilanak. Pimpinannya dinamakan oleh istriku Ratu Kunti Obbo. Obbo itu nama
gaib yang didapat istriku ketika dia bermimpi di malam jumat kliwon, saat Ratu
Kunti Obbo itu mendatanginya. Ratu Kunti berbisik kepada istriku yang terlelap,
Namaku Ratu Kunti Obbo, sebutlah nama ini bila engkau mau menjadi sahabatku.
Katanya Obbo kepada istriku. Maka itu, kami memanggilan Ratu Kunti itu sebagai
Ratu Obbo.
Sejak tanggal 13 Januari tahun 1990,
kami membuka usaha di Jakarta. Kami
membeli rumah di Jalan Letjen Soeprapto dan dibuat toko obat. Toko itu
maju pesat hingga menjadi besar pada tahun 1998. Namun sepanjang pernikahan
kami, kami tidak punya anak. Maka itu usaha kami tidak pernah terganggu oleh
banyak persoalan pendidikan anak. Sehingga konsentrasi penuh berusaha toko obat
dan maju. Kami tak dapat anak karena
istriku pernah menderita kanker rahim dan peranakannya terganggu. Dokter
menyatakan bahwa istriku mandul. Namun aku menerima kenyataan ini dan kami
berencana mengangkat anak. Baik dari lingkungan familiku ku maupun dari
keluarga istriku. Tapi setelah delapan tahun di Jakarta, tak ada seorang pun
saudaraku yang mau memberikan anak mereka kepada kami. Begitu juga dengan
famili dan saudara istriku. Tak ada yang mau menyerahkan anak mereka kepada
Ainun Safitrim walau kami sudah meminta bolak balik. Akhirnya kami ikhlas hidup
berdua dengan seorang pembantu di Jakarta.
Kerusuhan itu bermula dari Krisis
Ekonomi Asia Pasific. Lalu dipicu pula oleh penembakan empat mahasiswa Trisakti
yang ke empatnya meninggal dunia. Itu terjadi pada tanggal 12 Mei 1998. Pada tanggal 13 Mei hingga 15 Mei demo besar mahasiswa dan rakyat di beberapa
tempat di Jakarta, hingga terjadi pembakaran toko-toko milik WNI keturunan
Tionghoa menyeluruh. Juga mal dan super market diberangus dan dijarah. Toko
kami, toko Obat Peng Chun, juga dijarah dan rumah kami hangus terbakar habis.
Semua barang milik kami dijarah setelah itu dibakar. Hanya tersisa arang dan
abu, yang membuat kami berdua menangis.
Massa yang menjarah mengetahui kami
seorang keturunan China. Padahal kami mualaf, kami berdua sudah lama masuk
Islam. Berpindah dari agama Konghuchu menjadi muslim. Kami sembahyang lima
waktu, puasa dan sudah dua kali umroh. Bahkan dari hasil keuntungan toko Obat
Peg Chun, kami rutin menyumbang anak yatim dan panti asuhan di Cempaka Baru,
Jakarta Timur.
Karena harta semua habis, maka tanah
yang terbakar jkami jual dan kami berdua sepakat kembali ke kampung kami di
Paser Utara, Kalimantan Timur. Tanah kami dua hektar yang telah berisi kelapa
sawit, kami yang urus langsung. Tidak lagi kami serahkan kepada perusahaan
besar PT.Adipratama Jaya Abadi, yang selama ini mengelola lahan kami 20.000
meter dengan tanaman kelapa sawit sebanyak
delapan ratusan pohon itu. Kalau selama ini bagi hasil, kiti hasil kami
nikmati sendiri. Tapi kami harus menerima resiko menggarap secara teliti,
seksama dan penuh perhatian. Jika tidak, hasil buah sawit tidak memenuhi
standar hasil dan banyak pula yang mati karena kurang perawatan.
Aku da istriku yang selama ini telapak tangan selalu bersih, kini menjadi
hitam dan kapalan karena memegang parang dan kayu-kayu belukar. Juga kami
sering berhadapan dengan babi hutan dan ular sanca yang besar. Juga ular kobra
yang berbisa yang mencari makanan di lahan kelapa sawit kami.
Perusahaan dari membuka usaha toko besar
ke pertanian perkebunan, cukup sulit kami lakukan. Lama sekali kami
menyesuaikan diri sejak bulan Agustus 1998 hingga tahun 1999. Namun setelah itu kami menjadi terbiasa dan
biasa mengelola kebun, hingga bertani dan berkebun sudah menjadi satu darah
dengan kami. Bahkan aku melihat sosok istriku, Ainun Safitri sudah mirip
petani. Kulitnya yang kuning sebagai keturunan Tionghoa yang kuning, sudah
menjadi hitam legam. Aku juga begitu, hitam legam karena terbakar matahari.
Tetangga kami di Jakarta, kaget melihat kami ketika kami berkunjung. Mereka
bahkan tidak mengenali istriku yang hitam dan gosong. Tapi begitulah
kehididupan. Suasana politik terjadi reformasi, kami pun mengalami reformasi.
Perubahan dari berusaha di tempat tedu berpendingin AC beralih ke lapangan
perkebunan yang panas dan dibakar trik matahari. Namun sebagai muslim, kami
ikhlas mengahadapi kenyataan ini dan kami berdua legowo.
Sejak bertetangga dengan rombongan
kuntilanak di pohon kenanga Tobo Apung, kami berdua sepkata untuk mengikuti
permintaan Ratu Kunti Obbo. Sebab Ratu Kunti Obbo meminta agar kami tidak
merubah gubuk kami menjadi beton. Rumah kami harus tetap dari bahan kayu dan
atap sirap. Atau dari dedaunan dan tidak boleh menjadi genteng. Kami setuju dan
sepakat untuk membiarklan rumah kami tetap gubuk dan kumuh. Ternyata Ratu Kunti
dan anak buahnya, tidak mau ada rumah mewah, dari beton dan besar. Jika itu
dibuat, dia akan marah karena itu wilayahnya, rumah mereka tinggal dan
pemukiman khusus. Kunti tidak mau ada beton dan cat rumah yang verah. Dia mau daerah
tetap kumuh, kusam dan nampak asri. Dia meminta, bila kami mau membangun rumah
beton yang permanen, harus di tempat yang jauh dari situ. Maka itu, aku dan
Ainun sepakat untuk membangun rumah baru yang permanen di Tungku Ayun, sekitar
800 meter dari pohon kenangan tua sebagai rumah Ratu Kunti Obbo dan sembilan
anak buahnya.
Kepada istriku, Ratu Kunti Obbo meminta
agar jangan pindah ke rumah baru. Dia senang bertetangga dan berteman dengan
istriku dan dia merasa seperti berudara dengan kami. Kehidupan dunia Kuntilanak
ternyata sama dengan manusia. Mereka bisa marah, bisa ceria dan bisa suka
dengan manusia dan sesama mereka. Bahkan kepada inun Safitri, Ratu Obbo
menyebut bahwa mereka adal;ah bangsa jin juga. Jin yang ditakdirkan menjadi
Kuntilanak, jin perempuan yang hidup dari pohon ke pohon. Terbang dari satu
pohon ke pohon lain seprti burung. Namun begitu, kata Ratu Obbo, kuntilanak
anak juga yang muslimah. Masuk Islam dan
mengucapkan dua kalimah syahadat.
Kenapa bangsa Kuntilanak semua perempuan
tidak ada Kuntilanak lelaki. Disebutnya, kuntilanak itu ditakdirkan menjadi
perempuan semua. Dan semuanya bisa sangat cantik seperti manusia tercantik di
dunia. Yang lelaki dan sering bikah dengan kuntilanak adalah Wewe Gombel dan hantu har-haru. Mereka mendapatkan
keturunan dari Wewe Gombel dan hantu haru-haru. Hantu penculik anak-anak dan
nakal.
Hantu haru-haru dan wewe gombel lah suka
menculik anak-anak, lalu dibawa ke atas ketinggian pohon atau disembunyikan di
dalam goa. Yang jadi sasaran kemarahan manusia selalu kuntilanak. Padahal
kuntilanak itu tidak pernah menculik manusia. Kecuali manusia yang sudah
menjelma setengah jin. Maksud menjelma setengah jin itu biasanya pertapa,
mereka yang dapat masuk ke alam jin dan masuk ke alam manusia secara bergantian.
Para dukun, celanyang dan paranormal,
biasanya sudah menjadi setengah jin dan mereka bisa menikah dengan bangsa
kuntilanak dan bisa diculik oleh para kuntilanak. Sedangkan tuduhan selama ini
mengarah ke para kuntilanak yang menculik anak-anak, itu tidak benar. Yang menculik
anak-anak itu adalah Wewe Gombel, jin nakal dan Hantu Haru-Haru, jin lelaki
yang memang menyukai anak-anak yang menangis menjelang malam. Maka itu,
hati-hati jika ada anak bersedih dan menangis di luar rumah, di halaman, mereka
akan sangat disukai oleh Hantu Haru-haru dan Wewe Gombel. Mereka akan diculik,
dibawa kabur ke atas pohon tinggi atau dibenankan di permukaan sungai.
Hingg awal tahun 2017 ini, kami makin
akrab dengan Ratu Obbo dengan anak buahnya.Istriku Ainun Safitri. Bahkan
istriku diajarinya terbang seprti burung. Dan saat ini istriku sudah bisa
terbang di malam hari. Saat gelap gulita, dia terbang ke mana-mana. Bahkan bisa
pergi jauh hingga ke Balikpapan. Karena aku lelaki, maka Ratu Obbo menolak
untuk mengajari aku. Maka itu, aku diperkenalkan dengan Kuntilanak Lelaki,
yaitu Wewe Gombel, yang bernama Abi Garingga. Abu Garingga berjanji akan
mengajari aku terbang sebagaimana istriku, yang mahir terbang malam dengan
perjalanan yang jauh seperti burung hantu.
Walau rumah kami bagus, mewah dan
peranen, namun kami tetap di gubuk. Rumah itu kami hias dan kami rawat baik,
untuk sekali seminggu nginap di situ. Namun hari-hari biasa, kami tetap di
rumah gubuk bertetangga dengan ratu Obbo di Tobo Apung. “Biarlah kita hidup di
rumah gubuk reot ini dan hal itu takkan menjatuhkan harga diri dan gengsi kita
Koh. Yang penting kita masih bertetangga dengan ratu Obbo yang baik hati dan
sembilan ank buahnya yang sangat baik kepada kita,” kata istriku, Ainun
Safitri. Rumah baru kami tata, diisi sofa yang baik, lemari, meja dan televisi
yang bagus. Namun, kami tetap tinggal di rumah tanpa listri, dari kayu tua yang
kumuh. Namun karena bertetangga dengan kuntilanak yang baik, kami nyaman saja
di situ dan tidur nyenyak dan makan enak. Alhamdulillahirrobbilaalaamiin.
“nampaknya aku mau mati di sini, dekat dengan Ratu Obbo dan Ratu Obbo akan
merawatku jika aku sakit,” kata istriku, serius dan yakin. Memang, pada saat
sakit perut, sakit pilek dan demam, Ratu Obbo yang menyembur istriku dan langsung
sembuh. Kami semua sehat karena bantuan Allah melalui coptaan-Nya yang lain,
yaitu bangsa jin eksklusif yang bernama Kuntilanak. Kuntilanak yang baik hati
dan te5tangga yang ramah dan perhatian kepada kami. ****
(Kisah
nyata yang dialami Loh Peng Chun yang dicata Henny Nawani untuk Majalah
Misteri-Red)
Komentar
Posting Komentar