Misteri Sejati: Tia Aweni D. Paramitha

 MISTERI BERLAPIS
TENTANG  CINTA

       Cinta datang karena uang, apakah mungkin? Jawabnya, sangat mungkin dan pasti bisa. Tapi cinta datang karena guna-guna, apakah bisa? Jawabnya, tidak. Cinta  tidak akan datang kepada seseorang karena guna-guna, aji-aji ataupun apapun namanya.

Omong kosong bila ada seseorang yang jatuh cinta  karena pengaruh guna-guna. Bila seseorang tiba-tiba cinta, pastilah ada sebab lain, ada alasan lain, namun bukanlah karena guna-guna. Namun, aku sangat percaya, bahwa cinta bisa datang, abadi atau tidak abadi, adalah bertolak dari sebuah kekuatan energy alam. Yaitu, dengan kekuatan doa. Lain dari itu, matematika rasionalitas kehidupan, yaitu Ilmu yang mendekati suatu kepastian!
       Kalau begitu masalahnya, baiklah, aku akan bercerita tentang sebuah true story musykil hidupku tentang cinta. Cinta yang dianggap kebanyakan orang karena guna-guna, dianggap orang sebagai pengaruh perdukunan, mistik maupun supramistika. Hal itu karena aku dengan dengan seorang paranormal sohor Indonesia, Tuan Purwadi S.H, sebutlah begitu. Kepada Tuan Purwadi, aku bukanlah belajar ilmu klenik, tapi aku belajar politik. Kukatakan kepada guruku ini, bahwa aku akan menjadi aggota dewan setelah bulan ke negeriku. Aku ingin terjun ke politik dan partai mana yang tepat untuk aku masuki.
       Dalam posisi ini, sebenarnya aku bukannya mau mencari pembenaran. Tapi setidaknya, dengan ungkapan kisah ini, aku ingin tumpahkan kepada Tia Aweni D.Paramitha,  teman baikku dulu, saat kami sama-sama menimba ilmu di Michigan City, Amerika Serikat.
       Tia Aweni memang terkadang songong. Dia menuding aku bermain dukun saat aku mampu menaklukkan hati Sultan Karimullah, raja minyak penguasa petrodollar asal Negeri Berantai Pagaralam, sebutlah begitu, hingga pangeran terkaya Asia Tenggara itu menikahiku 12 April 2001 lalu. Walau aku dijadikan istri ke tiga, tapi lamaran pangeran itu merupakan suatu anugrah buat gadis seperti aku, gadis yang tidak begitu cantik, lagipula datang dari golongan anak miskin di daerah Sumatera. Aku bersekolah ke Amerika dulu, bukan karena ayahku kaya. Tapi karena aku mendapat bea siswa dan aku kerjakeras untuk mendapatkan fasilitas sekolah gratis itu.
       Begitu selesai kuliah di Michigan, aku melamar kerja pada atase kebudayaan Melayu di perwakilan pemerintahan Barantai Pagaralam di London, Inggeris. Karena pengusaan bahasa dan budaya Melayu ku cukup bagus, maka aku langsung diterima dan bekerja di Atase Budaya kesultananan di London dan Derby County, Inggeris Utara.
       Karena lingkungan kerjaku menuntut banyak bertemu dengan tokoh-tokoh kesultanan dan pejabat negara, maka suatu hari, aku dipercaya menjadi ketua pelaksana pesta tradisi dalam suatu event eksebisi di Manchaster City.
       Pada puncak acara, sungguh suatu apresiasi besar aku terima dari Sultan Barantai Pagaralam, di mana beliau, Sang Sultan langsung memberikan hadiah sukses kepadaku berbentuk suatu bingkisan kecil. Di luar dugaanku, bingkisan tersebut ternyata suatu untaian intan kohinur, satu permata yang sangat berharga dari Afrika Selatan. Setelah aku iseng bertanya pada agen permata, jantungku berdebar hebat karena harga permata itu bernominal Rp 100 milyar.
       Beberapa saat kemudian, Sultan menelpon aku. Nomor hotline nya telah diberikan tapi aku tidak berani menelpon raja. Arkian, ajudan ternyata memberi nomor ku kepadanya, lalu beliau menghubungi aku.
       “ Nur Khalizah, tidak kah engkau menyukai bingkisan pemberianku tiga hari lalu untuk mu?” tanya Sultan, dengan nada yang sangat datar dan bijak. Mendengar telpon langsung itu, jantungku berdebar hebat dan batinku menjadi bimbang gemimbang.
       “Oh Tuan Sultan, saya sangat berterima kasih dan saya sangat tersanjung mendapatkan hadiah yang luar biasa dari Tuan Sultan ini. Tuan, hadiah itu bergitu berharga dan tentunya hati saya sangat berbunga-bunga. Saya sangat senang sekali menerima hadiah itu Tuan, dan saking senangnya saya menerima hadiah besar ini, saya sampai menelpon ibu saya di Sumatera dan saya kabarkan berita gembira ini. Ibu, ayah dan keluarga besar saya dan saya, sangat berterima kasih sekali kepada Tuan. Rasanya, saya belum pantas menerima hadiah semewah itu, Tuan!” desisku, melemah.
       “Tidak,  Nur Khalizah. Engkau sangat pantas menerima hadiah itu karena prestasimu membawa kesultanan Barantai Pagaralam di Inggeris menjadi begitu sukses. Semua warga Inggeris mengetahui negeri kami karena kiprah mu yang begitu serius. Engkau benar-benar seorang wanita professional bidang event organizer yang sangat piawai dan pantas mendapat penghargaan besar. Tapi, bolehkan nanti malam kita makan malam bersama di kediaman pribadi saya di Derby County? Kalau engkau bisa, saya tunggu pukul 19.45 waktu Inggeris Utara,” pinta Sultan.
       Karena permintaan ini adalah tugas, maka aku bersedia memenuhi undangan makan malam istimewa itu dari raja petro dolar Asean itu. Jangankan permintaan langsung dari raja, permintaan ajudanpun, atau dari kepada atase budaya pun, aku pasti akan penuhi. Sebab aku menerima gaji dari pemerintahan kesultanan dan wajib bagiku untuk menjalankan semua job yang diberikan atasan.
       Pukul 19.45 aku sudah masuk ke halaman luas rumah pribadi mewah Sultan Barantai di Derby County. Tiga ajudan membimbing aku menuju ruang atas bagian belakang menghadap perbukitan Great Zone. Lampu distel remang-remang di ruang prasmanan itu dengan iringan petikan gitar klasik oleh musikus asal Brazil dan penyanyi dari Barcelona, Spanyol.
       Malam itu aku mengenakan gaun terusan panjang warna putih dengan tiga kembang di kecil di krah kiri. Suasana musik begitu romantik dengan irama rhumba, cha cha dan bozanova, yang benar-benar menggiring jiwaku hari itu begitu syahdu. Seseorang pria berjas hitam, berkumis tipis berdiri menyambut aku. Dialah Tuan Sultan yang sangat santun dan gagah, menyambut tanganku ala Francis, dengan mencium tanganku lalu membimbing aku duduk di hadapannya di meja makan pribadinya.
       Pada meja makan itu hanya dihiasi lilin-lilin yang temaram. Sedangkan makanan dan minuman, termasuk vodka, coivoiser dan  wine, juga tersedia di situ. Suasana ini tentu bukan suasana makan malam biasa, tapi makan malam istimewa yang romantic antar seorang pengundang dan seorang undangan khusus.
       Setelah meneguk beberapa hirup wine margarita, buah pir serta kue kecil, Tuan Sultan lalu meminta tanganku untuk digenggamnya dan dia bicara. “Nur Khalizah, maaf, saya sudah jatuh cinta pada pandangan pertama padamu dalam eksebisi beberapa waktu lalu. Dan pada malam ini, aku melamarmu dan meminta jawababan mu, bisakah engkau menerima aku sebagai suami, karena aku tidak banyak waktu di Inggeris ini, karena segera berkeliling ke beberapa negeri di Balkan lalu pulang ke Barantai Pagaralam. Jawab sekarang, engkau menerima atau tidak lamaran saya mala mini?” Tanya Tuan Sultan, mendesakku dan membuat jantungku deg-degan. Hatiku tentu saja cemas, aneh, gundah gulana karena begitu mudah Tuan Sultan jatuh cinta kepada wanita. Pikirku, hal begini bukan saja kepada aku diarahkan, tapi diarahkan kepada banyak wanita di dunia yang disukainya.
       Sebab diam-diam, yang aku tahu Tuan Sultan sudah punya tiga istri, satu permaisuri yang menetap di kerajaan Barantai Darussalam.  Memang, tidak banyak orang tau karena semuanya serba rahasia dan tertutup. Tapi, karena banyaknya uang dan kekuasaan, maka Tuan Sultan bersitri di mana-mana. Hampir seperempat uang yang beredar di dunia ini, adalah uang miliknya. Penghasilan minyak negerinya begitu besar, sementara penduduknya sangat sedikit. Setiap hari, dari bonus hasil minyaknya, Tuan Sultan menerima Rp 890 trilyun. Belum lagi hasil minyak yang bunga berbunga yang tersebar di mancanegara. Maka tak aneh, jika ribuan mobil mewah seperti  ferrari, lambordini, jaguar, mercy dan BMW yang dimilik keluarga. Sedangkan pesawat jet pribadinya, ada 678 unit tersebar di beberapa bandara di dunia. Untuk rumah mewah, sejumlah 799 unit dibeberapa negera besar dan kota besar di dunia.
       Tuan Sultan memang hidup bersiram uang. Tuhan memberikan kekayaan yang berlimpah kepadanya karena sumur minyak yang begitu besar dari alam negaranya kekuasaannya. Sekarang, aku, Nur Khalizah, anak petani miskin di Pekanbaru, Riau, dilamar untuk didajikan istrinya yang ke sekian.
       Karena bayangan untuk membantu keluarga miskin ku di Sumatera, maka malam itu aku menerima lamaran Tuan Sultan dan kami menikah. Malam itu juga ayah dan ibuku diterbangkan dengan jet pribadinya ke Derby, Inggris dan kami dinikahkan.
       Setelah menikah, Tuan Sultan memberikan aku rumah di Liverpool, di pinggir laut yang indah. Sebuah rumah besar berkolam renang di atas tanah 2000 meter berikut tiga mobio mewah porche dan deposito senilai Rp 400 trilyun.
       Namun setelah malam pertama, setelah kegadisanku terenggut, aku tak dapat lagi berjumpa Tuan Sultan karena kesibukannya. Di rumahku ditinggalkan tiga ajudan sekaligus mata-mata yang mengawasi aku ke mana pun aku bergerak. Ibu dan ayahku kukembalikan ke Indonesia dan membeli kebun kelapa sawit serta membangun rumah di Duri, Pekanbaru.
       Aku tidak diperbolehkan oleh Tuan Sultan menghubunginya via telpon dan aku tidak pernah dikonteknya. Jaringan intelejen menutup aku dan hidupku selalu dibayangi oleh intelejen.
       Dalam segi keuangan, memang aku tidak kekurangan. Dalam segi kebutuhan senobis, aku juga berlebihan. Tapi dalam segi batin, hatiku terasa begitu kosong. Hidupku terasa hampa tanpa cinta  dan hidupku terasa kosong karena rasanya tidak ada yang mencintaiku lagi.
       Pada suatu acara nonton bola di Old Trafford, kandang klub sepakbola besar Inggris Manchaster United, aku berkenalan dengan reporter bola asal Indonesia dan kami terlibat ngobrol sangat akrab. Setelah itu wartawan cowok asal Riau itu, aku undang ke rumah bersama kendaraanku dan kami makam malam. Hal itu ternyata dicatat oleh tiga intelejn yang ada di sekitarku dan Tuan Sultan marah besar lalu aku diceraikannya.
       Setelah cerai, semua harta dan depositoku di sita dan aku terusir dari Inggeris dan kembali di Riau. Kini aku hidup bersama kedua orangtuaku mengurus kebon kelapa sawit di Duri. Namun, walau hidup di perkebunan yang kotor dan panas, namun hatiku bahagia sekali. Rasanya, aku telah menemukan sejatinya diriku, yaitu anak petani kecil yang hidup di tengah perkebunan yang damai. Walau aku kini tidak lagi bermobil mewah dan maan enak, tapi batinku bahagia dan aku berterima kasih sekali aku dicerai oleh Tuan Sultan.
       Kini, anak tunggalku lahir. Aku melahirkan anak raja dan hal itu aku rahasiakan kepada beliau. Anakku sudah bisa berjalan dan wajahnya lucu sekali, wanita kecil  berkulit sawomatang dengan bentuk raut wajah oval mirip sekali dengan bapaknya, Tuan Sultan Barantai Pagaralam. Sampai kapanpun, anak ku ini akan aku besarkan dan aku urus dengan cinta kasih, walau aku sendiri tidak ingin dia mencintai ayahnya, raja yang ternyata pongah, jumawa dan super hedonis. Arnita, nama anakku ini, akan aku biarkan tidak mengenal siapa bapaknya. Bila nanti dia bertanya, aku akan katakana bahwa dia adalah anak alam, anak yang dilahirkan oleh ibu, tanpa seorang ayah. Semiskin apapun kami, aku tidak mau Arnita tahu bahwa ayahnya adalah seorang Raja Minyak, Raja Petro Dolar yang menguasai seperempat uang di dunia ini.***


(Kisah ini dialami oleh Nur Khalizah, Tia Aweni D. Paramitha menulis kisah ini untuk Misteri Sejati-Red)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HAJI BULGANON HASBULLAH AMIR ORANG KAYA RAYA YANG DERMAWAN..

Pengalaman Abang Bulganon Amir Mursyid Spriritual Tangguh Yang Dapat Bisikan Masuk Neraka

Dunia Supramistika Tia Aweni D.Paramitha