Misteri Sejati: Henny Nawani

 PINTU KERAJAAN   GAIB

Semua anak-anak mengelilingi jenazahku di rumah sakit Medica Abadi. Dokter sudah menyatakan aku mati. Hal itu dikatakan setelah mengetahui nadiku sudah tidak berdetak lagi. Anehnya, semua keadaan di ranjang rumah sakit hari itu aku bisa lihat dan dapat aku dapat saksikan dengan jelas dan kasatmata. Termasuk tim dokter, suami dan anak-anakku yang mengelilingi jenazahku. Yang jadi pertanyaanku, matikah aku?

      Penyakit  jantung membuat aku mati suri. Mati suri, dalam bahasa asing disebut dead experience, alias pengalaman mati.
Pada saat aku “mati” semua keluarga ku mendekat. Anak-anakku menangis, suamiku tertunduk lesu. Dita, si kecil yang masih duduk di kelas satu SD, umur enam tahun, malah menangis mengegerung-gerung. Dia memeluk tubuhku dengan erat. Seakan tidak rela aku pergi meninggalkannya.
  Semua itu dapat kulihat dengan mata hatiku, roh ku yang sedang melayang-layang mencari lobang di dinding rumah sakit untuk keluar. Aku dapat dengan jelas melihat mereka, tapi mereka tidak dapat melihat aku. Aku dapat merasakan keberadaan mereka semua, tapi tidak seorang pun di antara mereka yang merasakan adanya aku di luar jenazahku yang mereka tangisi.
Rasanya aku mengeluarkan suara berbicara kepada mereka. Tapi mereka tidak mendengarkan aku. Suaraku keluar dari diriku, tapi suara itu tidak menyentuh telinga mereka. “Hai, dengarkan aku, aku ada di atas kalian dan janganlah tangisi kematian ini, karena aku masih ada bersama kalian,” pekikku.
      Setelah menyaksikan sekian lama adegan tangis-tangisan di jenazahku, tiba-tiba aku melihat sebuah lobang angin di antara eksost pendingin ruang  rumah sakit. Roh ku mengecil lalu aku keluar dari lobang eksost itu. Begitu keluar lobang, aku terbang menjauh dari rumah sakit. Terbang jauh meninggalkan mereka yang mengerubungi  jenazahku.
Diriku melayang-layang di udara. Aku merasakan suhu begitu sejuk dan pemandangan di bawahku begitu indah. Aku melihat gunung-gunung yang hijau, pepohonan yang rimbun, danau yang jernih dan padi-padian yang sedang berbunga disapu angin. Beberapa saat kemudian aku menemukan sebuah air terjun yang tinggi sekali. Pikirku, begitulah air terjun Niagara yang indah.
Aku terus terbang ke arah tertentu. Aku tidak tahu aku terbang ke arah mana. Aku tidak tahu di mana barat, di mana timur, di mana utara dan di mana selatan. Semua itu tidak dapat diketahui karena tidak ada matahari. Terang bukan karena adanya  matahari, gelap bukan karena suasana malam. Tapi pemandangan alam semesta itu bisa dengan jelas dan nyata aku lihat. Namun arkian,  sinar yang ada, tidak kuketahui karena apa, tapi sinar itu ada dan kurasakan dengan pasti.
Yang jelas ada kekuatan tertentu yang mendorong aku melayang-layang terbang, ke suatau arah,       di mana daerah-daerah yang indah nan asri, damai dan teduh. Tubuhku terus terbang tanpa bisa aku kendalikan lagi. Aku tidak tahu bagaimana caranya berputar arah, berbalik arah atau menyimpang untuk mencari kesembangan. Aku terus melayanlayang di atas pepohonan hijaun buah-buhaan ranum dan air danau yang jernih.
Namun, di antara sejuta pesona alam itu, tidak satupun aku melihat hewan, manusia atau burung-burung dan unggas-unggas yang terbang . Tubuhku terus terbang dan terbang yang aku tidak tau ke a rah barat, timur, utara atau selatan. Yang jelas penerbanganku itu begitu nyaman, teduh, sejuk dan melayang-layang menyaksikan alam yang begitu indah luar biasa.
Semakin lama aku terbang, semakin jauh aku melayang. Hidupku terasa begitu indah, damai dan tenang, melayang di antara rerimbunan tumbuhan yang menghijau, pohon yang berbuah ranum memerah segar.
Di sisi yang lain juga aku melihat aliran sungai yang jernih, ombak kecil dan pepohonan kelapa yang penuh buah terayun-ayun oleh angin kecil yang bertiup. Tubuhku merasakan udara senja yang sejuk, teduh dan nyaman di penerbangan itu. Tubuhku terus melayang ke suatu tempat, ke suatu arah, tapi arah itu di mana, tempat itu di mana, aku tidak tahu. Bahkan aku tidak tahu apakah aku terbang ke barat, ke selatan atau ke utara, aku tidak tahu sama sekali.
Namun, pada saat setelah aku terbang beberapa menit, aku melihat sebuah kerajaan besar berbentuk gunung yang besar, tidak ada gunung di dunia saya lihat selama ini sebesar itu. Tubuhku terus mengarah ke tempat itu, di mana setelah mendekat, aku melihat ada sebuah pintu besar, pintu kerajaan yang di depannya taman yang mahaindah dan supermegah.
Di depan pintu kerajaan yang terbuka, manusia beribu-ribu jumlahnya mengantri untuk masuk ke dalam kerajaan indah itu. Beberapa pasang orang masuk lebih dulu sementara aku berdiri ngantri untuk masuk pada barisan paling belakang. Setelah satu persatu barisan masuk, tibalah giliranku pada barisan terakhir untuk masuk. Kami yang berada di baris paling belakang merasa sangat gembira untuk masuk ke kerajaan yang begitu indah, penuh lampu-lampu kristal, ornamen-ornamen emas berlian dan dupa-dupa platinum.
Namun sayang, pada saat kami bersiap melangkah untuk masuk, tiba-tiba sepuluh orang bertubuh tinggi besar mencegat. Mereka merentangkan tangannya dan melarang kami melaju ke ruang dalam kerajaan. “Stop, barisan kalian ini adalah belum berhak untuk masuk. Silakan kembali ke jasad mereka masing-masing. Kalian masih hidup dan jasad serta keluarga kalian sedang menunggu kalian di dunia. Ayo, cepat, kembali ke jasad kalian masing-masing!” kata salah seorang dari penjaga pintu itu.
Karena kami yang berjumlah sepuluh orang tetap berdiam diri, akhirnya petugas pintu yang bertubuh paling besar, menutup pintu dan kami terpaksa terbang berbalik arah. Kami terbang bersama-sama menuju tujuan masing-masing. Aku terbang ke rumah sakit Medica Abadi, sedang yang sembilan lain terbang ke tempat jasadnya masing-masing.
Arkian, ternyata tim dokter membawa aku ke ruang operasi jantung dan dadaku diblek.   Dokter rupanya tidak yakin bahwa aku benar-benar mati dan suamiku meminta dilakukan operasi jantung  ulang dan digunakan ring. Alkisah, ternyata setelah operasi itu berhasil, nyawku berastu lagi dengan tubuhku dana aku hidup lagi.
Setelah berhasil dilakukan operasi medis, akhitnya aku berna-benar bisa bernafas dan aku dinyatakan oleh dokter masih hidup. Beberapa jama kemudian, aku keluar dari ruang operasi dan dirawat di kamar UGD. Beberapa hari kemudian, aku benar-benar sehat dan dapat berkumpul lagi dengan anak-anak dan suamiku.
Semua keluarga ku berbahagia melihat aku tetap hidup. Mereka menangis haru, tersenyum girang dan mengekspresikan segala macam bentuk kebahagiaan mereka. Tapi, aku, hari itu benar-benar bersedih, menyesal dan kecewa kepada tim dokter. Mengapa mereka mengoperasi diriku yang tadinya sudah mereka yakini sudah meninggal, jadi hidup kembali. Aku ditolak masuk kerajaan superindah itu, karena aku belum mati, aku masih hidup, terbukti aku disuruh kembali ke jasadku.
Bukan tidak cinta kepada keluarga lalu berbahagia saat aku dinyatakan hidup, tapi dunia lain yang aku lihat, keindahan alam dan keindahan kerajaan, adalah sesuatu yang sangat luar biasa dan aku lebih senang tinggal di sana. Sementara di dalam hidupku, saat aku dinyatakan menderita sakit jantung, gagal ginjal dan darah tinggi, penuh penderitaan. Aku merasa disiksa secara berkala, disiksa oleh rasa sakit dan dihantui terus menerus oleh penyakit.
Di sana, di saat rohku terbang melayang-layang, aku sudah menemukan kenyamanan hidup, kenikmatan hidup yang penuh anugrah. Rasa bahagia, rasa nyaman, rasa damai, tenteram dan indah, aku sudah dapatkan di sana. Sementara sekarang, saat aku harus kembali hidup di dunia, saat inilah aku harus menerima banyak rasa sakit, rasa nyeri dan rasa was was. Tiap malam aku tidak dapat tidur kecuali harus dengan obat-obat penenang. Tiap malam aku tidak dapat memejamkan mata jika tidak dengan valium dan frisium obat bius. Rasa sakit, rasa nyeri, terus menerus menakn jantungku dan aku merasakan disilet-silet, diayat dan dibacok oleh benda tajam dan sakitnya bukan alang kepalang.
Kepada dokter aku komplin dan setengah marah, marah mengapa mereka membuat aku hidup lagi, walau hal itu Allah yang mengatur. “Jika membiarkan  jantungku tidak melakukan operasi ulang, maka nyawaku sudah melayang dan aku sudah pergi dari rasa sakit ini dan aku masuk kea lam antahberantah yang super indah,” bentakku, pada Dokter kamarudin Hasan, dokter kepala  dalam operasi itu.
Namun seorang kiyai membesarkan hatiku. Hidup mati manusia itu tergantung pada kuasa Allah. “Ajalmu belum sampai walau kau sudah sampai mati suri dan nyampai pula di pintu kerajaan alam gaib yang indah. Tapi, Allah belum memberikan keputusan-Nya bahwa Engkau telah diputuskan diambil ke kerajaan-Nya. Allah pastilah punya maksud dengan gagalnya kematian ini. Allah SWT, pastilah mempunyai maksud besar di balik kejadian ini. Tapi kita belum tahu maksud-Nya itu dan tidak ada seorang pun yang bisa membacanya. Saya tahu kau meminta mati karena kau merasa mati itu indah, tapi Allah belum meminta kau untuk mati, maka itu terimalah keputusan ini dan jangan sekali-kali memprotes keputusan Allah. Menurut sarasan saya, terimalah keputusan ini dengan ikhlas dan nimatilah semua cobaan yang diberikan-Nya untumu. Katakanlah kau tidak bahagia dengan hidupmu ini, tapi bersyukurlah bahwa suami dan anak-anak-anak mu sangat berbahagia dengan hidupmu. Demikian kata kiyaiku, kiyai muda yang selalu memberikan nasehat-nesehat spiritual yang jitu untukku, nasehat membuat aku menjadi tenang dan tidak lagi ingin buru-buru mati.***
(Kisah ini terjadi pada Nyonya Carolina, Henny Nawani menulis cerita itu untuk Misteri Sejati-Red)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

HAJI BULGANON HASBULLAH AMIR ORANG KAYA RAYA YANG DERMAWAN..

Pengalaman Abang Bulganon Amir Mursyid Spriritual Tangguh Yang Dapat Bisikan Masuk Neraka

Dunia Supramistika Tia Aweni D.Paramitha