NENEK GAYUNG MAUJUD LAGI
NENEK GAYUNG MAUJUD LAGI
Hujan turun dengan deras di wilayah
Kunciran, kecamatan Pinang, Kota Tangerang, BANTEN, medio
MEI 2018 lalu. Selain
air bah dengan deras mengguyur bumi, senja itu juga diselingi oleh suara petir
yang menggelegar, memekakkan telinga.
Belum cukup keseraman terbangun, muncul pula berulang kali listrik alami, energi alam yang berkelap kelip menerangi cuaca
mendung yang pekat. Kilat menyambar pepohonan, membuat dedaunan mengkilat
merefleksikan keangkerannya. Seorang Nenek Tua Renta, 80 tahun, dengan
tubuh membongkok, mendekati aku dan Kiki Al Katiri, 15 tahun, kala kami
berteduh menghindari hujan.
“Aku dan Kiki berteduh bersama sepeda motor
kami di gorong-gorong, suatu lorong viadeg, lorong bawah tanah di bawah jalan
tol Jakarta-Merak. Kami saat itu baru saja pulang dari Rest Area sebelah utara,
menemui teman kami, Yona yang bekerja di sebuah restoran siap saji di terminal
peristirahatan tol tersebut. Karena hujan deran mendadak turun di gorong-gorong, kami lalu menghentika sepeda
motor kami di situ. Belum dua menit kami berhenti, seorang Nenek-Nenek Tua dari
arah utara, nampaknya dari Desa Norogtog, mendekati kami,” cerita Andi Sarman,
14, pelajar SMP Dewanto, Pinang, kepada penulis.
Singkat cerita, Si Nenek yang membawa tikar
dan gayung batok kelapa itu, diberi tempat berteduh oleh Kiki dan Andi. “Kami
kasihan melihat Si Nenek yang Nampak kelelahan dan bajunya basah karena hujan.
Aku lalu mengeluarkan jas hujan dan melebarkannya di jalanan, mempersilakan Si
Nenek untuk duduk di jas hujanku. Si Nenek
menolak, mencegah aku untuk melebarkan jas hujan untuk tempat duduknya.
Dia lalu melebarkan tikarnya dan duduk di tikar miliknya yang dibawanya dalam
perjalannnya itu. Aku lalu bertanya kepada Si Nenek, mau ke mana perginya dia
dan di mana alamatnya. Si Nenek menyebtu, bahwa rumahnya sudah dijual dan dia
berkelana ke mana-mana. Dia menyebtu bahwa sekarang dia tidur di mana saja dia
mau. Kadang di bawah kolong jembatan, terkadang di bawah pohon rindang. Tikar
yang di bawanya itulah, katanya, dijadikan alas bedannya untuk tidur,” kisah
Andi.
Di tengah hujan deras, Si Nenek yang Nampak
ceria di usia renta, bertanya kepada Kiki. Pertanyaannya, pasa saat Kiki mandi,
Kiki menggunakan alat apa untuk menyirami tubuh dengan air. Dengan polos, Kiki
lalu menyebut menggunakan gayung plastik, dan hal itu selalu dilakukannya pada
setiap kali mandi, karena di kamar mandinya tidak ada sower. “Karena kamu biasa
menggunakan gayung pada saat mandi, maka kamu harus mandi dengan gayungku ini.
Ayo, Nenek mandikan kamu dengan gayung ini!” cerita Andi.
Gayung dari batok kelapa yang dibawa Si
Nenek, ternyata sudah ada air sedikit dan kepala Kiki lalu dimandikannya.
Setelah terkena air, Kiki lalu pingsan tidak sadarkan diri dan tubuhnya lemas
terkulai di tikar milik Si Nenek. “Setelah itu, beberapa saat kemudian, Si
Nenek menghilang entah ke mana. Nenek itu hilang seperti masuk ke dalam tembok
gorong-gorong. Tikar dan gayungnya juga lenyap bersama lenyapnya Si Nenek itu,”
ungkap Andi.
Karena panik melihat keadaan itu, Andi
segera menaikkan Kiki yang lemas ke sadel motornya dan dibawa ke rumah sakit
terdekat. Dalam siraman hujan lebat,
Andi membonceng Kiki dengan mengikat tubuh temannya itu ke pingangnya dengan
tali. Sesampainya di rumah sakit Bhakti Bunda, Kiki menghembuskan nafas
terakhir. Kiki meninggal pada pukul 18.50 tidak lama setelah adzan magrib.
Berdasarkan hasil penelitian kedokteran,
penyebab kematian Kiki adalah akibat jantung yang lemah. Padahal menurut
keluarga, Kiki tidak punya riwayat sakit jantung. Kematian Kiki mengundang
heboh. Usai dimakamkan di TPU Katugede, masyarakat ramai membicarakan musabab
kematian Kiki, yang pingsan setelah dimandikan oleh Nenek-Nenek dengan gayung
batok kelapa. Saksi mata, Andi, menceritakan hal itu kepada semua keluarga dan
sontak sekecamatan Pinang menjadi ramai.
Setelah diberitahu tentang heboh Nenek
Gayung, barulah mata Andi terbuka, bahwa Nenek-Nenek yang menyirami temannya
dengan air itu adalah Nenek Gayung yang ramai di internet. Di beberapa situs,
Nenek Gayung dibahas secara nasional. Hal itu sama sekali tidak diketahui oleh
Andi dan korban, Kiki. “Jika saya tahu dari awal tentang keberadaan Nenek
Gayung itu, pastilah kami kabur menyelamatkan diri,” cetus Andi.
Pada tanggal 18 Februari, seorang gadis
kecil pelajar SD Negeri Pinang 2, sebutlah Savitri, pelajar kelas lima yang
tinggal di dekat Rest Arena Kunciran Selatan, melihat Nenek-Nenek membawa
gayung dan tikar itu. “Saya melihat Nenek-Nenek yang memegang gayung dan tikar, duduk dibawa
pohon mahoni dekat terminal, matanya
menatap ke mata saya dan sayu kabur dengan cepat membawa tas sekolah saya,”
cerita Savitri, masih terlihat trauma.
Setelah agak jauh dari tempat Si Nenek
duduk, Savitri melihat lagi ke tempat Nenek itu. Alkisah, ternyata Nenek itu
sudah tidak ada lagi di situ. “Tapi perasaan saya Nenek-Nenek itu mengejar saya
dan saya terus kabur pulang ke rumah dan menangis. Mama saya lalu mengajak
tetangga untuk melihat Si Nnek, ternyata Nenek-Nenek itu sudah tidak lagi ada
di sekitar situ,”desis Savitri.
Heboh Nenek Gayung dimulai pada tanggal 12 Desember 2011 di daerah
Cipayung, Jakarta Timur. Saat itu dua korban meninggal dunia setelah disirami
air oleh Si Nenek dengan air yang ada di dalam gayungnya. Setelah disirami, Si
Nenek membentangkan tikar untuk ditiduri korbannya yang sedang menyongsong
ajal, sebagaimana gambaran yang terjadi kepada Kiki. Pada tanggal itu, dua
korban sekaligus di Cipayung.
Tidak berapa lama setelah itu, tanggal 20
Dersember, tiga lagi korban di Kampung Melayu, Jakarta Timur. Modus operandi
dan kasusunya sama dengan peristiwa terdahulu, saat terjadi di wilayah
Cipayung. Habis Cipayung, peristiwa yang sama terjadi pula di Jati Waringin,
dua anak kecil laki-laki dan wanita, juga menjadi korban Si Nenek Gayung.
Kini, di luar dugaan warga, Nenek Gayung
yang misterius itu muncul pula di Kota Tangerang. Heboh kasus ini membuat
warga, terutama anak-anak tercekam ketakutan. Hampir semua anak-anak yang
berselancar di internet dan membaca sosok Nenek Gayung, jadi ketakutan. Keadaan
mencekam ini tentu saja menganggu Ustad Muhamd Salim, 58 tahun, guru spiritual
penakluk jin-jin Kota Tangerang, yang sehari-hari berpraktek sebagai juru
penyembuh alternatif.
Alumnus pesantren Magelang dan murid
kesayangan Kiyai Mangle ini, langsung melakukan pemanggilan gaib. Si Nenek Gayung diperintahkan untuk segera
maujud, melapor kepadanya tentang kejahatan yang telah dilakukannya di Kota
Tangerang. Melalui bantuan seribu bala
tentara jin kekuasaannya, Muhamad Salim melakukan ritual di Makam Regensi, di
dekat keramat Ni Mas Melati, aulia wanita yang berhubungan astral dengan Ustad
Muhamad Salim. Dengan sosok asli dan utuh, Si Nenek maujud dan bertekuk lutut
di depan Muhamad salim.
Si Nenek ternyata dari bangsa jin kafir
yang jahat, dia bernama Sukmawati, sejenis jin atau sukma hitam yang membunuh
karena digunakan oleh Mas Karyo, seorang pelaku pesugihan dari Jawa Tengah. Mas
Karyo melakukan pesugihan untuk kekayaan dan kejayaan hidup sebagai trilyuner.

Komentar
Posting Komentar