PEWARIS ILMU HARIMAU LAUT
Pewaris Ilmu
Harimau Laut
Tak ada jalan lain bagiku selain
harus melewati markas
preman di Simpang Kancing. Mungkin kalau saja ada jalan lain, aku akan
melewati jalan lain itu agar aku dapat terhindar dari Pamuji cs. Karena memang sudah
tidak ada jalan lain dan aku harus lewat di situ, maka satu-satunya jalan aku
terpaksa berhadapan dengan jagoan Kampung Bengkali tersebut. Apapun yang akan
terjadi, bila bertemu kelompok preman itu aku pastilah akan diserang. Sebab
selama ini Pamuji dikabarkan
mencari-cari aku sambil membawa golok.
Pamuji
sudah bertekad bulat untuk mencederai aku dengan goloknya. Bahkan jika perlu,
katanya, sampai aku mati. Dia sudah siap untuk masuk penjara atau melarikan
diri yang jauh bila aku sudah dihabisi oleh golok di tangannya. Ayah dan ibuku sudah diancam dengan golok. Ayah meminta
aku menyerah kepada jagoan itu. Tapi tidak, aku tidak mau menyerah walau, jujur
saja, aku sangat takut kepada preman itu.
Jantungku tentu saja berdebar-debar saat aku harus melewati
pos preman itu. Rasa takut bergelayut hebat di dalam dadaku karena ancaman golok Pamuji yang tajam. Sebelum melangkah ke daerah itu, beberapa
kali aku terkecing-kencing
karena stress. Dengkulku gemetar karena
sebentar lagi aku akan berhadapan dengan preman yang bengis, kuat dan nekad.
Siapa sih yang tidak tahu Pamuji yang jagoan dan beberapa kali masuk penjara
karena membacok orang. Bahkan korban yang dibacoknya bukan saja masyarakat sipil. Tentara dan polisipun, bisa
dihabisinya. Apalagi aku, hanya seorang manusia biasa yang lemah. Miskin dan
juga hinadina.
Arkian, hari itu, Kemis Pahing, 3 Januari, aku harus
melewati daerah itu. Pos mangkalnya para preman anak buah Pamuji. Di situ juga,
pasti ada Sang Jagoan, Pamuji yang gagah perkasa. Pamuji yang ganas, galak dan
jumawa. Pamuji yang selalu memegang
golok. Pamuji yang ditakuti banyak
orang. Termasuk tentara dan polisi. Semua aparat takut kepadanya . Lurah, camat
dan bahkan bupati takut kepadanya. Bupati sering sekali memberhentikan mobilnya
di depan pos kekuasaan Pamuji dan memberikan yang sogokan kepada jagoan itu.
Kenapa Pamuji dendam kepadaku. Mengapa
Pamuji marah kepadaku dan berniat membunuhku? Masalahnya, wanita cantik yang
diincarnya, menolak Pamuji. Si Gadis, Arsinta Margarita, 23 tahun, justru jatuh
cinta kepadaku dan ingin aku melindungi dirinya. Arsinta sering ke rumahku dan
minta ditemani olehku ke mana dia pergi. Aku sendiri, jatuh hati kepadanya. Sel;ain
cantik, Arsinta juga baik hati, lemah lembut dan santun sekali. Tidak ada
alasan bagiku untuk menolak Arsinta yang jelita. Walau, resiko yang aku hadapai
adalah Pamuji, pria yang sudah memiliki istri tiga dan akan menjadikan Arsinta
istri ke empatnya.
Ayah dan ibu Arsinta diancam oleh
Pamuji. Maka itu mereka ketakutan dan pasrah menyerahkan anak gadis mereka
untuk dijadikan istri ke empat Parmuji.
Seperti istri-istri Pamuji terdahulu, semuanya didapatkan karena Pamuji
mengancam, menekan dan menteror orangtua gadis yang mau diambilnya sebagai
istri. Namun, begitu menjadi istri, wanita-wanita itu disiksa olehnya. Disiksa
fisik maupun disiksa secara batin. Nah, mengetahui hal itu, Arsinta menolak
keras dan dia mengajak aku untuk menikah. Dia meminta perlindunganku agar
Pamuji tidak terus mengejarnya. Mengejar untuk menjadikan dirinya istri ke empat.
Sebagai laki-laki, aku tentu saja
ingin menunjukkan sebagai manusia jantan. Aku tidak mau menyerah begitu saja.
Apapun resikonya, untuk menyenangkan hati kekasihku, aku harus melawan. Toh
Pamuji adalah manusia biasa. Tulangnya dari tulang, dadingnya dari daging.
Bukan tulang baja dan bukan daging dari besi. Makanannya juga nasi dan badannya
juga ada darah. Pikirku, aku harus melawan dan aku harus melakukan penentangan
kepada orang lalim, jahat dan sombong seperti Pamuji.
Selain sembahyang lima waktu, setiap
malam aku sembahyang tahajut. Aku berserah diri kepada Allah Azza Wajalla dan
hanya Allah sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya sebagai tempat meminta juga berlindung.
Doaku hanya satu, agar aku dapat mengalahkan Si Raja Preman, Pamuji yang zolim,
yang meresahkan warga. Yang berhati batu dan berotak beton.
Allah Azza Wajalla mengabulkan doaku
yang khsusuk dan sungguh-sungguh. Di dalam mimpiku, sperti kenyataan, aku
dipertemukan dengan seorang wanita sakti mandraguna. Wanita linuwih yang
diberikan Allah kelebihan karena kedekatannya kepada Sang Pencipta. Seorang
wanita miskin, janda setengah tua yang punya ilmu kebal tembak, kebal bacok dan
pemilik tunggal ilmu Harimau Laut. Aku seperti menghadapi kenyataan
sesungguhnya. Berguru dan diberi ilmu linuwih oleh Ibunda Segara Kidul. Dalam
mimpi itu aku diarahkan ke laut selatan dekat Baron, Gunung Kidul, Daerah
Istimewa Yogyakarta. Pada sebuah bukit karang dan di tengah Samudera Hindia.
Mimpi yang seperti nyata ini membuat
aku penasaran. Begitu aku terbangun, wajah wanita itu masih membekas di kalbu
dan di otakku. Dialah wanita yang akan membantuku. Allah mengutus wanita itu
dan kepadanyalah aku harus menggali ilmu supramistika, sakti mandraguna. Tapi,
batinku, siapa sebenarnya wanita itu dan di mana dia adanya, serta dari mana
asalnya?
Setelah pamit dengan orangtua dan
Arsanti kekasihku, aku berangkat ke Gunung Kidul dan menuju Baron. Dari bandara
Adi Sucipto Yogyakarta aku menyarter motor ojek menuju arah selatan kota
Yogyakarta. Motor ojek meliwati Kota Gede, Pathuk, Kota Wonosari langsung ke
laut selatan. Batinku, aku harus bertemu wanita setengah umur yang ada di dalam
mimpiku. Aku punya keyakinan dapat bertemu dan berguru dengan wanita itu.
Jam 17.30 sore motor ojek yang
kutumpangi sampai di Pantai Baron. Sebelumnya aku ke Pantai Kukup yang tak jauh
dari Baron itu. Tukang oejk, Kelik Januarto, kuminta menungguku. Aku akan
membayarnya berlipat ganda bila dia mau menunggu hingga pencarianku selesai. Kelik
anuarto mau dan dia tidur di sebuah losmen sederhana yang aku booking selama
sehari satu malam.
Tengah malam, pukul 23.45 aku
menemukan seorang wanita yang sedang bertapa di bukit karang. Wanita itu
mengenakan baju putih dengan ikat kepala hitam menghadap ke laut. Aku
menyenerinya dengan senter kecil dan mendekatinya. Dengan santun aku duduk di
belakangnya, seperti posisi sholat, melipat kaki dan menjadi makmum wanita yang
sedang mengahadap laut selatan itu.
Syahdan, ternyata wanita itu adalah
Ibunda Segara Kidul. Dialah yang ada di dalam mimpiku dan dialah wanita setengah
baya yang akan memberikan ilmu linuwih kepadaku.
Beberapa saat setelah aku berdoa
kepada Allah Yang Maha Besar, ibunda berbalik kepadaku. “Selamat atang Nak, kau
telah jauh dari Banten datang ke sini untuk menggali ilmu Harimau Laut. Begitu
kan maksud kedatanganmu ke mari?” tanyanya, lembut. Walau deru ombak begitu
dahsyat, namun suara wanita itu sangat jelas aku dengar dan merasuk ke saringan
telingaku. “Iya Ibunda, itulah tujuan ku datang ke mari,” desisku, sambil
mencium tangan kanannya dengan hormat.
Singkat kisah, hingga pagi dinihari,
aku diberikan mantra-mantra olehnya. Setelah menjelang subuh, aku diijazahi
olehnya ilmu Harimau Laut. “Kau muridku yang cerdas, cepat menghafalkan mantra
itu dan kau cepat menyesuaikan diri dengan ilmu Harimau Laut ini,” kata Ibunda,
memujiku, sambil mengijinkan aku segera pulang ke Tangerang, Banten.
Besoknya aku pulang ke Yogyakarta
dengan kelik. Aku minta diantrakan ke bandara dan menampik untuk melakukan
jalan sia-sia berwisata di kota gudhek yang anggun ini. Aku mencari tiket
pesawat dan terbang ke bandara Soekarno Hatta siang harinya. Sesampainya di
bandara Soekarno-Hatta aku langsung naik taksi menuju rumahku di kabupaten
Tangerang.
Sesampainya di desaku, Bengkali, aku
langsung menemui orangtuaku dan mencium kaki mereka bersujud. Aku mohon restu
mereka untuk melawan Raja Preman yang menakutkan itu. Ayah dan ibuku mendoakan
aku merestui aku, serta tak lupa meminta aku agar berhati-hati.
Sampailah hari itu setelah aku
memahami ilmu, mempelajari ilmu dan mengamalkan ilmu sakti mandraguna Harimau
Laut. Hari itu aku harus meliwati Pos Kancing ujung desa bengkali yang
menyeramkan. Di sana ada sepuluh anak buah Pamuji dan Pamuji dengan goloknya di
pinggang.
“Hai, ada kijang patah yang harus
disantap siang ini,” teriak Pamuji kepada anak buahnya, setelah melihat
kepadaku yang akn melintas, jalan kaki di depan Pos Kancing. Anak buah nya
terpingkal-pingkal tertawa mendengar istilah kijang patah dari mulut Sang Boss.
“Hei, monyet, berani-beraninya engkau
lewat dari wilayah kekuasaan kami ini. Selama ini engkau yang kami cari, eh
tahu-tahu datang menyerahkan diri. Siang ini, nampaknya, akan tamat riwayatmu
dan serahkan Arsinta yang imut itu kepadaku,” kata Pamuji, berdiri dengan
berkacak pinggang. Sedang golok tajam bersarang di pinggang kirinya.
Aku tidak bereaksi dengan kata-kata.
Aku diam menunggu dan terus memperlambat jalanku melewati Pos Kancing yang
menakutkan itu. “Mana kekasihmu yang
imut itu dan cepat serahkan kepadaku hari ini juga,” bentak Pamuji kepadaku,
dengan mata melotot seperti bola pimpong.
Aku hanya diam membisu sambil membaca
mantra sakti mandraguna warisan Ibunda Segara Kidul, mantra Harimau Laut. “Hei
pemuda bisu, bicara Lu, jangan diam aja seperti patung begok kaya gitu!” kata
anak buah Pamuji yang paling seniro, bernama Nanang Pelo.
Tanpa diduga, Nanang Pelo maju
mendekatiku. “Bos, jangan Bos mengotori tangan Bos, biar aku yang hajar dia
ini,” pinta Nang Pelo, kepada Pamuji dan dia maju beberapa langkah hinga
berjarak dua meter dari tubuhku. Aku mengehntikan langkah karena hadangannya
dan diam membisu seribu bahasa.
Dengan sekuat tenaga, Nanang Pelo yang
bicara agak pelo itu langsung memukul mukaku. Namun, tanpa aku ketahui sama
sekali, ada tangan tajam menangkap tinju itu dan tangan kanan Nanang Pelo
terluka. Dia menjerity kesakitan dan teman lain mengeroyok aku. Sementara
Pamuji mundur beberapa langka membuka golok dari sarungnya. Puluhan orang
mennedang, meninju dan membacok, namun semuanya ditangkap oleh tangan gaib,
tangan macan yang berkuku tajkam dan semuanya terluka. Terkapar di aspal
bersimba darah.
Semua kendaraan yang akan melinta
berhenti dan semua ketakutan, berbalik arah tidak amu mengambil resiko. Semua
anak buah Pamuji terjatuh dan mengerang kesakitan. Semua tubuh mereka penuh
darah karena luka oleh kuku harimau dari ilmu sakti mandragunaku dari Ibunda
Segara Kidul, Ilmu Harimau Laut. Sebagain dari sepuluh orang itu, ada yang
pingsan tak sadarkan diri lagi.
Pamuji nampak pucat. Ada gambaran rasa
takut di mukanya melihat semuanya anak buahnya yang perkasa itu terkulai lemas
di aspal jalan. Namun harga dirinya adalah segala-galanya. Dia tidak mau mundur
barang selangkah. Sebab harga dirinya jatuh bila dia menyerah. Maka itu, dengan
beringas dia mengayunkan golok mengkilat ke mukaku. Dia benar-benar akan
membunuhku siang itu.
Begitu golok tajam itu diayunkan ke
mukaku, tangan hewan buas dengan cepat menangkap tangan kanan Pamuji dan golok
terpelanting. Pamuji menonjok dan menendang dengan membabi buta. Semakin
kencang dia menendang dan menonjok, semakin keras dan jauh dia terpental.
Pamuji jatuh ke jalan bersimba darah. Dia mengerang kesakitan.
Setelah aku maju beberapa langkah,
Pamuji meminta ampun kepadaku dan mencium kakiku. Dia mohon maaf dan minta agar
aku tidak mengahbisinya. Dan memang, aku tidak ada niat menghabisinya. Aku
merasa kasihan kepadanya setelah dia berjanji untuk tidak menganggu Arsanti
lagi dan tidak menganggu keluargaku lagi.
Namun, siang itu, kepadanya aku
meminta agar dia merantau keluar kampung bersama anak buahnya. Kecuali mau
bertobat kepada Tuhan dan meminta maaf kepada semua warga yang disakiti.
Kuminta Pamuji cs yang selama ini meresahkan karena ulah premannya, tidak lagi
memeras, memalak dan meneror warga. Mereka harus bekerja baik-baik dan kembali
ke jalan yang benar.
Semua anak buah Pamuji meminta maaf
kepadaku. Yang pinsan siuman lagi setelah aku sitram muka mereka dengan air
mineral yang aku beli dari warung Mpok Nani di dekat Pos Kancing. Pamuji
meminta semuanya bubar dan bertobat.
Beberapa hari kemudian mereka semua
sudah bertibat dan meminta maaf kepada warga. Mereka melamar bekerja di
pabrik-pabrik dan bekerja baik-baik sebagai buruh. Pamuji pindah ke lura daerah
dan bekerja sebagai satpam di Balikpapan, Kalimantan Timur. Di sana ada adiknya
yang bekerja di Bandara Sepinggan, dan adiknya, Sujono, mengajak dia kerja di
Mall Pasar Baru Balikpapan dan jadi sekuriti.
Kini aku melamar Arsanti kepada
orangtuanya dan diterima. Arsanti kini menjadi istriku dan kami hidup damai,
tenteram dan nyaman di Bengkali. Aku bekerja sebagai pedagang material dan
istrinya yang jelita, Arsanti, membantu aku mengelola usaha alat bangunan ini.
Walau cantik jelita, istriku Arsanti bekerja keras di toko kami. Bahkan dia tak
segan-segan mencangkul pair ke mobil bak terbuka apabila karyawanku sedang
tugas ke luar. Terima kasih Tuhanku, Allah Azza Wajalla. Dan, terioma kasih
Ibunda Segara Kidul, yang telah membagi ilmu Harimau Laut kepadaku.
Dengan khatamnya aku dengan ilmu itu,
dengan bersatunya ilmu itu di darah dagingku,
aku tak hendak bersombongria sedikitpun. Dengan tentramnya daerah kami.
Dengan bertobatnya para jawara sadis daerah Bengkali, aku sudah sangat bahagia
dan bersyukur kepada Allah. Ilmu Harimau Laut, kusimpan dalam dan mendalam, dan
tak akan aku keluarkan bila tidak dalam keadaan terpaksa dan kepepet. ***
(Kisah Nasri Aminudin yang dicatat Henny Nawani untuk
Majalah Misteri-Red)

Komentar
Posting Komentar