ARWAH BUNGA DESA
ARWAH BUNGA DESA
Mayat
Ayu Safitri tergeletak di pinggir jalan.
Gadis tercantik di desa
Tanjungsegara itu tidak memakai celana dalam dan BH. Hasil pemeriksaan forensik
dan visum menunjukkan bahwa Ayu Safitri dinodai sebelum dibunuh.
Seorang teman
baik Safitri, Aditya Rangga, 23 tahun, dicurigai polisi. Tapi tidak ada
bukti-bukti fomil maupun materiil mengarah ke bujangan itu. Pada saat Bunga
Desa, demikian Safitri biasa dipanggil, dibunuh, Aditya sedang berada di
Jakarta. Ada bukti-bukti kuat yang menunjukkan bahwa Aditya memang benar-benar
di Jakarta.
Yang terperiksa lain, Kepala Desa Tangjungranggas,
Amri Mulkan. Ayah lima anak yang berulang kali melamar Ayu Safitri dan ditolak, dicurigai
pula sebagai pelaku. Untuk itulah, Amri
Mulkan diperiksa polisi. Namun setelah
diselidiki secara mendalam, Amri Mulkan pun terbebas dari segala tuntutan
hukum, karena tidak terdapat bukti sedikitpun berkaitan dengan kematian Ayu
Safitri. Untuk itu, Amri Mulkan pun terbebas dari ancaman. Pemilik ladang jeruk
seluas 500 hektar di Babakan pun terbebaskan dari segala dakwaan.
Terperiksa lain, adalah Murdi Pasong, 34
tahun, duda muda yang rumahnya bersebelahan dengan rumah keluarga Sukardi.
Sudah sejak lama Murdi Pasong menyukai Ayu Safitri, bahkan dia pernah ditampar
Ayu Safitri pada saat tangannya jahil memegang pinggul Ayu yang sintal. Ayu
Safitri saat itu marah besar karena pelecehan itu.
Karena kasus lama yang memungkinkan Murdi
dendam itu, maka Murdi Pasong pun dicurigai sebagai pelaku pembunuhan. Tapi karena alibi hukum tidak mengarah ke
Murdi pasong, maka polisi pun tidak bisa menjadikan Murdi yang pebisnis muda
perkapalan itu sebagai tersangka. Pada
saat Ayu terbunuh, Murdi Pasong sedang
berada di Makasar, di rumah orangtuanya di Ujungpandang.
Setelah memeriksa banyak orang yang
dicurigai dan tidak ada bukti-bukti akurat yang terarah, maka polisi pun
melepaskan kasus kematian Ayu Safitri sebagai Durk Number. Artinya, kasus itu
menjadi buntu dan untuk sementara dilepaskan dari upaya pengusutan lebih jauh. Maka itu, sejak kematian Ayu Safitri, 9 Maret
2001 itu, pada tahun 2011 tanggal 9 Maret lalu, sudah genap sepuluh tahun
kematian Sang Bunga Desa. Pada saat
dilakukan tahlilan pada tanggal 9 Maret 2011 lalu, arwah Ayu Safitri bangkit
dan maujud. Semua peserta tahlil
terperanjat dan sebagaian lari ngibrit ketakutan.
Dengan gaun warna putih dan wajah yang
pucat, Ayu berdiri di depan pintu rumah sambil merintih. Ustad Sofyan Hadi yang memimpin tahlil,
terperanjat lalu berkomat-kamit meminta agar Ayu Safitri kembali ke alamnya. Tidak
mengambang di dunia dan menjadi hantu seperti itu. Sementara Yen Yen dan
Sukardi mendekati anaknya dan berusaha menjamah putri tunggal mereka yang
malang tersebut. Dengan mata
berkaca-kaca, Ayu Safitri memeluk Yen Yen ibunya. Setelah itu, dia memeluk
ayahnya, Sukardi yang penyakitan. Sukardi menderita sakit jantung parah begitu
ditinggal mati oleh anaknya. Apalagi kematiannya akibat pembunuhan.
Sebagian peserta tahlil yang masih
tersisa, melihat kenyataan itu dengan rasa cemas. Mereka was was menyaksikan keadaan yang
aneh. Mereka fikir, bagaimana bisa Ayu Safitri yang sudah terkubur dapat kembali
lagi ke dunia. Yang lebih membingungkan lagi, arwah Ayu Safitri itu bisa
bersentuhan bahkan saling bepelukan dengan orangtuanya.
“Mari masuk ke dalam Nak. Jika kau benar-benar masih hidup, kami akan
menerimamu dengan tangan terbuka. Kita bisa hidup berbahagia lagi seperti dulu, Nak. Ayolah, masuk ke dalam!”
ajak Yen Yen, kepada anaknya itu. Semua peserta tahlil yang ada terharu menyaksikan keadaan itu. Kerinduan
antara orangtua dengan anaknya yang sudah menjadi mayat. ”Ayu sudah mati Ma,
Ayu sudah hidup di alam yang berbeda Ma. Ayu datang hanya sebentar, hanya untuk
memberi tahu siapa pembunuh Ayu. Polisi harus menangkap pembunuh itu,”desis Ayu
Safitri, pelan sekali, nyaris tidak terdengar.
”Siapa
pembunuh Mu, Nak?” desak Sukardi dan Yen Yen. Ayu lalu menunjuk wajah Ustad Sofyan
Hadi yang berdiri kaku sambil terus bekomat kamit. Mulutnya gemetar sambil menjampi-jampi dengan
tangannya yang mengarah ke sana ke mari
tidak beraturan. Setelah berbicara begitu, dalam hitungan detik, arwah Ayu
Safitri menghilang ke arah luar pagar.
Pada saat
kedua orangtua almarhumah Ayu Safitri gundah gulana, tiba-tiba Ustad Sofyan
kemasukan setan. Tubuhnya penuh keringat
dan berjungkir balik di ruang tahlil yang malam itu menjadi kacau balau. Semua
peserta tahlil terperangah menyaksikan keadaan itu. Walau, mereka tidak yakin dan tidak percaya bahwa Ustad Sofyan lah pelaku
pembunuhan yang keji tersebut. Semua
anggota pengajian tidak yakin bahwa guru ngaji Ayu Safitri yang sudah
beranak delapan itu adalah pelaku
pembunuhan dan perkosaan seperti yang dituduhkan oleh arwah.
Selain
sangat alim dan faham agama, guru ngaji yang juga pemilik pabrik pengolahan
kayu tersebut sangat santun dan sopan. Penampilannya selalu kalem, bersahaja
dan ramah tama kepada siapapun saja. Ustad Sofyan tidak menunjukkan tanda-tanda
sebagai orang yang kejam nan jahat. Apalagi sampai memperkosa dan membunuh anak
murid sendiri seperti Ayu Safitri. Semua
murid pun tidak yakin sama sekali akan hal itu. Bahkan, beberapa orang murid ngaji menyebut, bahwa
arwah Ayu yang maujud adalah jelmaan setan, jin jahat yang menyesatkan. Sosok
jin kafir yang merusak akidah, merusak kepercayaan
banyak orang kepada ulama ulung sekelas
Ustad Sofyan Hadi.
”Arwah
itu arwah palsu dari Ayu Safitri. Dia maujud bersama setan untuk memfitnah dan
merusak nama baik seorang ulama. Jangan percaya bujuk rayu dan informasi yang
datangnya dari setan,” kata Kiyai Ashar Ramdani, 65 tahun, kiyai Desa Tanjungsegara
kepada warganya di lapangan Bandengan, saat dilakukan sebuah Tablig Akbar.
Bukan
karena ucapan kiyai itu saja, Yen Yen
dan Sukardi pun, tidak mempercayai tentang Ustad Sofyan Hadi sebagai pembunuh. Pikir
mereka, mana mungkin Ustad Hadi yang begitu baik, yang begitu santun dan banyak
kegiatan sosial, justru menjadi pembunuh tunggal Ayu Safitri. Bahkan karena
bantuan Ustad Sofyan Hadi lah, maka dari sejak awal kematian Ayu, setiap malam selama empat puluh
hari, dilakukan tahlilan di rumah mereka. Ustad Sofyan lah yang membiayai
setiap acara tahlilan tersebut.
Karena
tidak mempercayai Ustad Sofyan pelaku,
maka keluarga Sukardi tidak memperdulikan informasi yang datang secara gaib
tersebut. Mereka melupakan tuduhan itu dan menganggap semua itu tidak pernah
ada di dalam kehidupan mereka. Mereka
tetap menjalin hubungan baik dengan Ustad Sofyan dan Ustad semakin banyak
memberikan bantuan keuangan. Bahkan
dengan tenang dan kalem, Ustad Sofyan makin aktif membuat pengajian tiap malam
Jumat di rumah Sukardi untuk mendoakan arwah Safitri.
Namun di
luar pengetahuan mereka, polisi yang
selama ini menjadikan tragedi pembantaian Bunga Desa sebagai kasus Durk Number,
kembali menyelidiki kasus tersebut. Diam-diam tim reserse Polda Kalimantan
Barat bergerak untuk menginvestigasi Ustad Sofyan sebagaimana petunjuk yang
dikuak oleh arwah Ayu Safitri. Di luar dugaan, alibi mulai mengarah pada
kebenaran bahwa Ustad Sofyan adalah pelaku tunggal pembunuhan terhadap Ayu
Safitri. Pertama yang diselidiki adalah bukti pisau yang digunakan, lalu
saksi-saksi mata yang berkait dengan ragam peristiwa sepuluh tahun yang lalu.
Bukti paling akurat adalag dengan
ditemukannya surat cinta di atas loteng rumah oleh istri Ustad Sofyan.
Surat itu adalah surat cinta Ayu Safitri
kepada ustadnya, yang disembunyikan oleh Sofyan Hadi sepuluh tahun yang lalu. Juga ditemukan foto Sofyan Hadi tengah berpelukan
dengan Ayu Safitri di suatu pantai di Kalimantan Barat.
Arkian, diam-diam Ayu Safitri dan Ustad
Sofyan Sang Guru, terjalin percintaan yang tidak wajar. Sofyan Hadi yang sudah
beranak banyak dan sangat mencintai istrinya, menolak saat Bunga Desa menuntut
untuk dinikahi. Terbukti pula oleh polisi,
bahwa pisau Cap Garpu yang digunakan untuk membantai Ayu Safitri adalah
pisau milik Sofyan Hadi.
Begitu dipanggil polisi sebagai
terperiksa dan di BAP, terbukti secara meyakinkan bahwa Sofyan Hadi lah pelaku
tunggal pembunuh Ayu Safitri. Bahkan pembunuhan itu secara terencana dan sangat
kejam. Sofyan Hadi tidak bisa mengelak lagi dan akhirnya dia mengakui bahwa dialah
pelaku pembunuhan itu dan Sofyan Hadi meminta
maaf kepada Sukardi dan Yen Yen. Dia
juga meminta maaf kepada arwah Ayu Safitri yang beberapa kali kembali hadir
mendatangi Sofyan Hadi di dalam tahanan Polisi Daerah Kalimantan Barat.
Keberhasilan pengungkapan tabir misteri
setelah sepuluh tahun kematian Si Bunga Desa, menjadi prestasi kesar kepolisian RI.
Belakangan, semua mata orang di daerah
itu menjadi terbelalak. Mereka tersentak kaget, bagaimana bisa seseorang yang
terlihat baik dan alim selama ini, ternyata menjadi pembunuh berdarah dingin
yang sungguh tidak berprikemanusiaan. Syahdan, ternyata kebaikan seesorang itu,
tidak dapat dilihat dari apa profesinya,
bukan pula dilihat dari keramahan dan kesantuannya, tetapi dari hati nurani nya
yang terdalam. Ustad yang alim, ustad yang sangat faham agama, ternyata bisa
pula menjadi gelap mata, menjadi beringas dan
sadis untuk menghilangkan nyawa orang lain. Yang lebih parah, nyawa yang
dihilangkannya adalah nyawa gadis yang cantik yang pernah menjadi kekasih
hatinya, kekasih selingkuhannya.
Banyak hal yang mengharukan muncul di
dalam surat cinta Si Bunga Desa. Dikatakannya, bahwa dia benar-benar jatuh cinta pada pandangan
pertama kepada Sofyan Hadi yang telah beristri. Sofyan Hadi adalah satu-satunya
lelaki yang pernah dicintainya bahkan sangat dicintai. Banyak
pria ganteng dan kaya di dekatnya, tapi hanya ada satu cintanya, yaitu cinta
kepada Sofyan Hadi seorang. Ayu hanya punya satu pria di dalam kehidupannya,
yaitu Sofyan Hadi yang penuh kharisma,
wibawa dan ketampanan sejati.
Tapi
sayang, Sofyan Hadi ternyata selama ini hanya memberi
iming-iming cinta. Sofyan hanya mengobral bualan cinta kepada Ayu Safitri dan
Ayu sangat terbuai oleh bualan itu. Padahal sesungguhnya Sofyan Hadi tidak pernah secara sungguh-sungguh
mencintai Bunga Desa itu. Sofyan mengakui jujur bahwa dia hanya ada satu cinta, yaitu hanya mencintai
Anggun Sunarti, istri dan ibu dari ke delapan anaknya. Angun yang cantik walau
umurnya makin menua, menjadi cinta terakhir Sofyan Hadi dan setelah itu, tidak
ada lagi cinta di hati Sofyan Hadi, tidak juga kepada Ayu Safitri.
Pengadilan Negeri memutuskan hukuman
penjara kepada Sofyan Hadi selama 20 tahun. Hukuman maksimal itu dibuat karena
di peradilan berhasil membuktikan bahwa
Sofyan Hadi lah pembunuh tunggal Ayu. Suatu pembunuhan berencana yang telah
dilakukan dengan dingin dan kejam.
Melalui pengacaranya, Abdul Majid S.H, Sofyan Hadi
menolak melakukan banding. Dia menerima
dengan lapang dada keputusan itu walau akan mendekam lama di dalam bui. Sofyan
terpaksa akan berpisah lama dari
anak-anak dan istri yang sanagt dicintainya. Kini Sofyan Hadi pasrah dan mengakui bahwa dia telah bersalah
membunuh Si Bunga Desa. Bahkan Sofyan
telah menerima inkraag, keputusan hukum
tetap dari Mahkamah Agung.
Sementara itu, Sukardi dan Yen Yen secara
total berubah menjadi benci dan dendam kepada guru spritual yang tadinya sangat
dihormati itu. Dengan kesadaran penuh, mereka membuka mata, membuka hati, lalu menyebut: bahwa kebaikan Sofyan Hadi selama
ini kepada mereka, adalah upaya menutupi kesalahan dan dosa-dosanya kepada
keluarga. Apa yang telah diberikan Sofyan Hadi kepada
mereka selama ini, lalu dikembalikan
lagi oleh Sukardi kepada Sofyan.
Pengembalian uang yang telah digunakan itu diserahkan kepada Anggun, istri
Sofyan Hadi yang ditinggal ke dalam penjara oleh suami. Dana yang
dihitung-hitung berjumlah Rp 50 juta pemberian Sofyan Hadi, dikembalikan secara
utuh kepada Anggun. Anggun pun menerima uang itu dan dia meminta maaf secara mendalam
atas perlakukan suaminya terhadap almarhumah Ayu Safitri. Armarhumah Bunga Desa
yang cantik jelita, yang selama ini diperebutkan oleh banyak orang di Desa
Tanjungsegara. ***
(Kisah ini dialami oleh Yen Yen. Dewi Kalamukti menulis untuk
Portal MYSTERY-Red)

Komentar
Posting Komentar