BELAIAN ARWAH IBU
         Arwah bisa kontak pada manusia hidup? Bisa, jika Allah berkehendak!
        Cinta bukan hanya sepenggal rasa suka, tetapi jauh lebih dari itu. Cinta adalah segunung rasa simpati, sesamudera intuisi empati. Cinta bagaikan sejauh mataku memandang ufuk. Bagaikan mataku melihat laut luas tanpa batas. Ada sebuah lagu Westernis yang mewanti-wanti wanita. Bunyinya, jangan terlalu mencintai pria yang terpilih oleh hatimu, karena cinta itu akan membunuhmu. Lambat atau cepat.
        Mungkin itulah cintaku kepada Mas Taufiek Basrah. Pengacaraku, seorang lawyer muda yang berjibaku membelaku di peradilan, yang akhirnya memenangkan aku. Mengalahkan pengguat. Aku dituduh menggelapkan uang perusaaan. Selain dipecat, aku juga dipidanakan. Dilaporkan ke polisi dengan pasal penggelapan. Aku lalu di BAP polisi dan ditetapkan sebagai tersangka. Lalu, dengan alasan agar aku tidak menghilangkan barang bukti, tidak mengulangi perbuatan yang sama dan melarikan diri, maka aku ditahan polisi. Dengan penderitaan fisik dan batin, aku dikerangkeng dalam tahanan polisi.
        Hatiku gundah gulana. Otakku jadi galau berat. Tubuhku limbung dan aku terjatuh tak sadarkan diri. Bagaimana tidak, aku tidak melakukan penggelapan itu. Aku bukan pelaku penggelapan seperti dituduhkan. Aku memegang kunci brankas, kasir, mengelola uang dan keuangan perusahaan. Ada seorang penjahat yang membuka brankas itu, uang Rp 4 Milyar raib dan aku dianggap bersekongkol dengan pencuri. Padahal, aku tidak tau sama sekali dan tidak akan melakukan kejahatan itu. Aku hanyalah seorang karyawati yang loyal, setia dan total mengabdi pada perusahaan. Tidak mungkin aku melakukan itu. Bodoh sekali jika aku mau kaya raya, jadi milyarder dengan mencuri uang perusahaan yang dipercayakan kepadaku. Perusahaan besar yang mempercayaiku, sangat aku hargai dan hormati. Atas kepercayaan yang besar itu, maka aku bersumpah, untuk menjaga kepercayaan itu dengan baik. Bahkan sangat baik.
        Ibuku terus menerus menangis, Ibu sedih melihat keadaan ku seperti ini. Sementara ayahku, sudah lama meninggal dunia. Yaitu ketika aku masih duduk di bangku kelas dua Sekolah Menengah Pertama, SMP.
        Selama ini ibuku tidak berdagang lagi. Bejualan daging ayam di Pasar Koplo. Aku yang punya gaji lumayan besar, meminta ibu istirahat di rumah. Semua kebutuhan ibu, aku yang tanggung. Ibu tinggal duduk manis di rumah, memasak, berbenah dan mengaji di kelompok pengajian kampung kami. Lapak jula daging ayam diserahkan kepada adik sepupuh ibu, Tante Malyani. Tante Mal lah yang ambil alih berjualan daging. Dan usahanya itu lancar dengan omzet yang lumayan besar.
        Darah ibuku menjadi tinggi setelah aku ditangakappolisi. Terakhir aku dilapori, bahwa darah ibu sampai 190/110. Sungguh sangat tinggi dan berbahaya untuk penyakit jantung koroner ibuku. Apalagi, gula darahnya sampai 500 mg, sungguh angka yang mengkhatirkan dan mencemaskanku sebagai anak tunggal.
        Semua tabunganku di Bank kuserahkan ibu. Kartu ATM dengan pin nya aku berikan ibu, dan kuharap ibu tidak memikirkan aku di tahanan, tapi agar ibu memikirkan gula darah, darah tingginya supaya stabil. Kupesankan agar ibu menggunakan sisa tabunganku untuk berobat. Ke dokter internis langgan, dokter Indra Suryana, 59 tahun, di Rumah Sakit Bhakti Kasih. Dengan senyum yang aku paksakan, aku beri semangat kepada ibuku. Agar ibu tetap mau menggunakan uangku itu untuk kesehatannya. Jangan ibu jadi sungkan, segan karena kasihan kepadaku yang diringkus dalam tahanan karena tuduhan yang tidak berdasar itu. Ibuku yakin betul, bahwa aku tidak melakukan penggelapan, pencurian uang perusahaan dan tidak korupsi. Ibu tahu bahwa aku seorang yang jujur dan dapat dipercaya. “Saya tidak pernah mendidik anak saya untuk mencuri,” teriak ibuku, kepada pimpinan perusahaan, Johnny Lumanto, 62 tahun, boss perusahaan yang anak kandung dari pemilik perusahaan dengan lima pabrik tapioka di Lampung Utara itu.
        Berdasarkan bantuan teman baikku ketika SMA, Yetty Lorena, 46 tahun, seorang pengacara muda datang ke Polisi Metro untuk mendampingiku. Setiap kaliaku diperiksa, pengacara itu mendampingiku. Dia seorang yang cerdas, tangkas dan handal. Selain pintar berbicara, dia seorang lawyer muda yang jujur, lurus dan tegas. “Mbak tidak bersalah dan saya yakin Mbak benar-benar tidak melakukan apa yang dituduhkan perusahaan itu. Maka itu, saya akan berjuang mati-matian agar Mbak terbebas dalam tuntutan ini,” ungkap Taufiek Basrah, pengacaraku, yang membesarkan hatiku dan hatikupun tiba-tiba punya pengharapan besar, punya semangat untuk bertarung di peradilan dan menang.
        Kehadiran Taufiek Basrah bukan hanya memberiku semangat, tapi juga dia hadir bagaikan oasis yang menyirami kepalaku di tengah padang tandus yang gersang. Musim kemarau dalam kehidupan rasanya berubah menjadi salju yang dingin, empuk dan membuat tubuhku menjadi sejuk juga bersemangat. “Tenanglah Mbak, ibu saya yang urus juga. Saya paksa dia ke dokter dan tensinya turun. Gula darahnya turun dan jantung koroner yang dideritanya tidak berbahaya,” sorong Taufiek Basrah SH, sarjana hukum lulusan Universitas Indonesia, Depok, itu.
        Setelah tiga bulan dalam waktu 40 hari ditahan polisi, akhirnya aku menjadi tahanan kejaksaan. Dipindahkan ke rumah tahanan pemerintah, tidak di tahanan polisi lagi. Kehidupan ku semakin terpuruk, makin sakit, luka, dendam dan perih. Ibuku, meninggal mendadak. Aku diperkenankan pulang, hingga ibuku dimakamkan. Badanku lemas dan bolak balik aku pingsan karena sedih, duka, gundah gulana. Ibarat pepatah, sudah jatuh tertimpa tangga. Demikianlah aku. Setelah ditahan polisi dengan tuduhan yang tidak aku buat, ibuku wafat. Orang yang satu-satunya aku cintai yang tersisa, diambil pula oleh Yang Maha Kuasa.
        Dendam? Ya, ada perasaan dendam. Luka, duka dan deritalah, yang membuat aku membenci bahkan sangat benci pada penggugatku. Pengacaraku bertekad akan membebaskan aku dari segal tuntutan. Setelah itu, aku disarankannya untuk menuntut balik. Biar direktur utama yang menggugat aku, ikut merasakan sakitnya ditahan. Biar merasakan bagaimana lelahnya diperiksa polisi, ditekan dan depresi dalam sel.
        Setelah ditahan kejaksaan beberapa hari, aku maju ke persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Taufiek Basrah mendampingi aku secara rutin dan intensif. Dia mencari bukti-bukti baru, blusukan mencari bahan piranti hukum untuk membebaskanku di pengadilan. Di antaranya, menemukan siapa sesungguhnya yang mencuri uang di brankas itu. Dengan cekatan dan cemerlang, Taufiek Basrah berhasil menyeret pencuri uang sesungguhnya.
        Pencuri yang dimaksud, tak lain Hamidi Sahrul, 45 tahun, ponakan dari pemilim perusahaan. Dia masuk ke kantor dan membongkar kunci brankas, di mana dia tahu nomor kombinasi dan kunci utama tempat penyimpanan uang besar itu. Hamidi mengakui kejahatannya dan Hamidi ditahan polisi.
        Hasil akhir dari persidanganku di penagadilan negeri, aku dinyatakan hakim tidak bersalah. Alku divonis bebas dan Jaksa Penuntut Umum, tidak melakukan banding. Jaksa Penuntut Umum dinyatakan kalah dan aku yang menang.
        Perjunagan Taufiek Basrahlah yang membuat aku bebas. Dengan kerja keras, siang dan malam, kepala jadi kaki, kaki jadi kepala yang dilakukan Taufiek Basrah, akhirnya membuahkan hasil gemilang. Aku tinyatakan tidak bersalah dan tidak melakukan penggelapan uang seperti yang dituduhkan. Bahkan, pencuri uang sesungguhnya, Hamidi, menjadi novum, bukti baru yang makin meyakinkan hakim pengadilan negri untuk memvonis aku bebas. Lain dari bebas, namaku juga akan direhabilitasi.
        Setelah mendengar vonis hakim, aku langsung memeluk Taufiek Basrah dan Taufiek Basrah meneteskan airmata terharu akan usahanya yang sukses. Usaha menyelamtakanku dan berhasil dengan gemilang. Aku menangis keras karena haru akan jasa besar Taufiek Basrah membebaskanku, memenangkan perkaraku. dan kami pun berpelukan berdua dalam keadaan penuh rasa haru. Kami hanyut dalam kebahagiaan yang sekaligus kesedihan. Bahagia karena sukses menang di pengadilan, sedih, karena gara-gara penangkapanku itulah, maka ibuku sakit jantung dan meninggal mendadak.
        Setelah dinyatakan bebas, aku pulang ke rumah dengan diantarkan oleh Taufiek Basrah. Aku sangat bahagia kembali ke rumah, tapi kebahagiaan itu jadi tidak lengkap karena tidak disambut oleh ibuku yang sudah meninggal dunia. Maka itu, sebelum ke rumah, Taufiek Basrah mengantarkan aku ke makam ibu. Aku ziarah ke ibu di TPU Karet Tengsin dan kutumpahkan airmataku di kuburan ibu. Anehnya, saat itu aku melihat sosok ibu duduk di makam, sementara Taufiek Basrah, belakangan, juga melihat sosok ibuku yang sedang membelas rambutku saat aku di pusara. Saat aku memeluk batu nisan ibu di bagian kepalanya.
        Sepulang dari makam ibuku, Taufiek Basrah melamarku. Aku terkejut sekali dan nyaris tidak percaya. Apa yang aku rasakan untuknya. rasa simpati dan rasa sukaku kepadanya, ternyata sama dengan apa yang dirasakannya. Maka itu, ketika dia melamarku untuk menikahi, aku langsung terdiam. Aku mencubit kulitku, seakan tidak percaya apa yang terjadi. Aku bertanya pada diriku sendiri, mimpikah aku?
        Arkian ternyata aku di alam nyata.Bukan sedang berselancar di alam mimpi.  Taufiek Basrah benar-benar melamarku dan akan menikahiku. Diakuinya, dia menaruh rasa suka jauh hari sebelum aku divonis hakim pengadilan Jakarta Utara. Taufiek Basrah merasa perlu selalu bersamaku karena dia menyukai pribadiku, bukan fisikku. Aku dianggapnya sebagai figur yang sabar, ikhklas dan tegar menghadapi kenyataan yang begitu berat.
        Setelah aku diterima bekerja di perusahaan lain, aku mulai pulih. Baik secara fisik maupun batin, aku mulai normal lagi. Untuk itulah, maka aku menerima lamaran dan kami melakukan ijab kobul. Kami menikah dan wali nikahku adalah Pakde Rasman Said, adik ayahku yang tinggal di Gondang, Klaten, Jawa Tangah. Pakde datang mulai saat lamaran keluarga Basrah hingga ke ijab kobul dan resepsi pernikahan kami. Pernikahan yang berlangsung hari Minggu Pahing,  pada tanggal 9 Februari 2014 di rumah kami di Jakarta Utara. Setelah sorenya, lanjut resepsi di Gedung Manggala Wana Bhakti, Jakarta Selatan.
        Setelah dua tahun menikah, kami telah mendapatkan seorang anak. Anak perempuan yang kami beri nama Yustisi. Yustisi kini sudah berumur satu tahun lebih dan wajahnya mirip sekali dengan ibuku. Semua orang yang mengenal ibu, bilang, bahwa Yustisi persis total dengan wajah ibuku. Wajahnya memang sangat persis dengan ibuku yang sudah meninggal  dua tahun lebih.
        Belakangan, Taufiek Basrah mengakui, bahwa, pada malam hari setelah ziarah ke makam ibu dan melihat ibuku di kuburan, pada malam harinya dia didatangi ibu. Dalam pertemuan itu, arwah ibuku menangis dan memohon kepada Taufiek Basrah agar melindungiku, membantuku yang papah, yang menderita setelah dipenjarakan dan setelah kehilangan kedua orangtuanya. Dengan memohon bantuan Taufiek Basrah, ibuku minta agar pengacara it uterus mendampingiku walau kasus  hukum sudah selesai.
        “Tolong anakku, Nak Taufiek. Kasihan dia. Dia sudah tidak punya siapa-siapa lagi di dunia ini, kecuali dirinya sendiri,” kata ibuku, ke Taufiek Basrah. Taufiek mengaku sangat terharu dan dia berjanji akan menjagaku sampai kapanpun. Setelah Taufiek Basrah bersedia memenuhi harapan ibuku, arwah ibu pun raib dan Taufiek akan nekad melamarku.
        Kini cintaku begitu besar kepada Taufiek Basrah dan Yustisi. Rasanya aku tidak siap bila sewaktu-waktu keduanya diambil Tuhan seperti ayah dan ibuku. Kukatakan kepada Tuhan setiap aku berdoa. Ya Tuhan, panjangkanlah umur kami dan beri kami bertiga kesehatan. Jangan pisahkan kami sebelum kami tua rentah. Beri kesehatan Yustisi, Taufiek dan aku agar kami berbahagia sampai kiamat. Biarlah aku kehilangan ibu dan ayahku yang sangat aku cintai selama ini. Tapi, kali ini, ya Allah Azza Wajalla, panjangkan umur kami dan beri kami kekuatan, kemampuan untuk bertahan, eksis dalam kehidupan kami. Namun, yang paling penting dari semuanya, kami tetap beriman, berserah diri dan total beribadah kepada-Mu. Rasanya, aku mendapatkan jawaban dari gaib, bahwa kami saling cinta mencintai bertiga, dalam suka maupun duka, dalam derita maupun tertawa, yang dihadapi seksama dan berasama. Merajut kehidupan yang bahagia, damai, sejahtera dan penuh cinta. Alhamdulillah, rasanya, semua itu telah aku dapatkan dan kami sangat berbahagia bertiga. Berserta anak kecil kami yang belum tahu apa-apa, tapi memberikan warna yang sangat kaya. Bahkan bergelora dengan multi warna. Utamanya, yaitu bagi kehidupan semburan  cinta dalam gerinjang pernikahan kami. ****
(Kisah yang dialami oleh Nyonya Taufiek Basarah, Henny Nawani menulis untuk Portal Mystery-Red)
       
       
         
       
       

       
       

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HAJI BULGANON HASBULLAH AMIR ORANG KAYA RAYA YANG DERMAWAN..

Pengalaman Abang Bulganon Amir Mursyid Spriritual Tangguh Yang Dapat Bisikan Masuk Neraka

Dunia Supramistika Tia Aweni D.Paramitha