BUAYA SILUMAN

BUAYA SILUMAN BUKAN BERITA BOHONG. MEMANG ADA DAN NYATA...

Batinku gundah gulana. Itu hari petama kutempati rumah dinasku di Pemulutan, Ogan Ilir, Sumatera Selatan.
Di rumah dinasku ini aku mendengar suara-suara aneh. Setiap kali aku pergi ke dapur, terdengar suara ngorok dengan kasar. Mirip suara sapi yang disembelih.
Tapi begitu dicari-cari, suara itu  membisu. Diam seribu bahasa. Saat kulabrak sumber suara, anehnya,  tidak terlihat sosok apapun. Walau hanya sedikit.
Suamiku, Mas Kasman bahkan turun ke sungai di bawah dapur kami untuk mencari sumber suara itu.  Tapi sayang, tak ada satupun makhluk yang nampak. Apa ya? Batinku, bergolak hebat!

Beberapa hari kemudian, dengan mata telanjang, aku melihat buaya yang sangat besar di bawah rumah panggungku.

Buaya itu kuperkirakan berpanjang sepuluh meter dan berat satu ton. Dengan teriakan sekerasnya aku memangil Mas Kasman. Suamiku langsung mendatangiku. Mas Kasman  tersentak melihat buaya yang begitu besar. “Huss, pergi kau dari situ, atau kau akan aku tembak!” bentak suamiku, kepada buaya itu.
“Mas kok ngomong begitu? Bahaya Mas, ini bukan buaya biasa, tapi buaya jadi-jadian,” kataku.
“Lihatlah, panjang dan berat tubuhnya, begitu panjang dan besar. Mana ada buaya biasa sebesar itu,” desisku, yang kemudian diangguki kepala oleh Mas Kasman.
Anehnya, setelah dibentak suamiku, buaya itu lalu menceburkan diri ke dalam sungai. Sungai besar Sungai Batanghari, kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan. Sungai Batanghari adalah anak Sungai Musi yang mengalir dari Kota Palembang hingga ke Tanjung Raja, Ogan Ilir.
“Memang  Mama benar, buaya itu bukanlah buaya biasa, tapi buaya jejadian yang punya maksud tertentu maujud di dekat rumah kita,Ma,” sorong suamiku.
Aku lalu menghitung, mengira-ngira, apa sebenarnya maksud dari penampakan buaya siluman itu. Lalu beberapa saat kemudian, setelah  tidak dapat terpecahkan oleh pemikiran kami, kami pun berinisiatif untuk pergi ke Kiyai Muhamad Qori Indra pemimpin pesantren Al Gontori, Indralaya,  Ogan Ilir. Kami  menemui kiyai yang ahli buaya jejadian di wilayah Inderalaya dan Lebung Karangan, Lubuk Sakti, Ogan Ilir. Tempat di mana buaya jejadian begitu banyak.

Menemui Kiyai Muhamad Qori Indra ternyata tidak mudah. Beliau sangat tertutup dengan ilmu buaya di luar ilmu agamanya. Dan kiyai ini sangat misterius. Bahkan banyak warga setempat yang berani bertaruh kepada kami, bahwa Kiyai Muhamad Qori Indra takkan mau menolong kami. Alhamdulillah kami dapat bertemmu kiyai sakti ini.

Dengan mata yang tajam menyala-nyala, kiyai Muhamad Qori Indra menatap mata kami dengan tajam.

“Ada apa datang  ke rumah saya?” tanyanya, tanpa mempersilakan kami duduk. Duduk di bangku rotan dan bangku bambu  yang nampaknya dibuat olehnya sendiri Sebelum mengungkap maksud kedatangan kami, Mas Kasman bertanya.

“Boleh kami duduk Pak Kiyai?” tanya suamiku. Pak Kiyai diam saja, tidak menjawab boleh dan tidak juga menjawab tidak.
Karena kami tidak dipersilakan duduk,  maka kami berdiri saja di depan kiyai. Suamiku lalu menyebut maksud kedatangan kami walau sambil berdiri,  yaitu menceritakan ada buaya yang sangat besar mendekati rumah panggung kami dan nampaknya punya maksud tertentu.

“Kok kamu tahu kalau buaya itu punya maksud tertentu? Buaya ya buaya, dia lagi mencari makan karena kelaparan,” tegas kiyai sambil menghisap rokok daun nipah, acuh tak acuh pada kami.
“Tapi buaya itu besar dan panjang Pak Kiyai, rasanya tidak ada buaya sepanjang dan sebesar itu. Beratnya mungkin lebih dari satu ton!” pancing Mas Kasman.

“Tahu dari mana kamu kalau buaya itu beratnya lebih dari satu ton? Apa kamu sudah menimbangnya?” tanya kiyai, dengan mata melotot ke mata suamiku.

“Kira-kira Pak Kiyai, kami hanya mengira-ngira, tafsiran kami buaya itu beratnya segitu karena besar dan panjang!” elak Mas Kasman.
“Walau buaya itu bertubuh panjang dan besar, beratnya hanya 10 kilogram, percaya tidak?” terang kiyai. “Oh Iya, Pak Kiyai? Beratnya hanya sepuluh kilogram?” tanya Mas Kasman, penasaran.
“Buaya itu bernama Si Godek, dia bermukim di bawah jembatan Kertopati, tepatnya di dekat stasiun kereta api!” tukas Pak Kiyai.

“Jadi dia tidak ada maksud apa-apa mendatangi rumah kami, Pak Kiyai?” Tanya suamiku lagi.

“Ada anak perempuan kalian yang bernama Harumania kan? Ada tanda merah di telapak tangan anak kalian itu sebelah kanan. Tanda merah itu mengikuti urat telapak sepanjang dua sentimeter, betul kan?” tanya kiyai.

Kami langsung mengangguk karena semuanya benar. Anak bungsu kami bernama Harumania berumur lima tahun,  mempunyai tanda merah di telapak tangan kanannya. Tanda itu memanjang sepanjang dua sentimeter, warna merah ke kuning-kuningan.

“Tahu kah kalian apa arti tanda merah itu?” tanya kiyai lagi. “Tidak tahu, Pak Kiyai,” jawab kami, berbarengan. Kiyai menerangkan pada kami dan keterangannya itu mengecutkan nyali kami.
Ternyata, tanda merah yang ada di telapak tangan kanan Harumania adalah sebagai tanda gaib alias “panci”. Panci itu artinya pertanda ginaib. Maksudnya, sebagai tanda-tanda mistik untuk dimakan buaya.

“Buaya yang datang itu adalah buaya yang kelaparan, yang akan memakan anak kalian!” ungkap kiyai, datar.

“Oh Tuhan!” pekikku. Bayangan ku jauh kepada Harumania yang saat itu kami tinggal bersama abangnya di rumah kami di Jagabaring, Palembang.
Karena terbiasa memberi uang  penajam kepada paranormal, Mas Kasmas memberikan amplop berisi uang Rp 2 juta untuk Pak Kiyai.

“Saya tahu isi amplop ini Rp 2 juta rupiah. Saya sudah banyak uang dan tidak membutuhkan uang sekarang ini. Yang sedang butuh uang banyak adalah Panti Yatim yang ada di Muara Telang dan berikan uang ini kepada mereka. Mereka sangat membutuhkan uang dan jika perlu kalian tambah lagi jumlahnya, faham?” ungkap kiyai. Kami mengangguk dan berjanji untuk memberikan uang itu kepada Panti Yatim yang ada di Jakabaring.
Mengetahui Harumania terancam, kami segera pulang ke Jakabaring. Kami akan segera memberikan bantuan ke yatim piatu dan pinranti gaib bentuk air zam zama pemberian Kiyai Haji Muhamad Qori Indra.
Setelah sampai di Jakabaring kami bawa anak anak ke pemulutan. Kami segera melakukan ritual penyelamatan Harumania dari mulut buaya.
Sesampainya di sungai Batanghari, Pemulutan, di dekat rumah, kami berdua buru-buru naik ke darat dan memasuki rumah.

“Duh Gusti, buaya besar itu ternyata sudah berada di halaman rumah kami dan telah berhasil melewati pagar. Kami berteriak mengusir buaya itu dengan terus menyebut takbir dan syahadat, Dengan daun kelor pemberian kiyai. Kami melemparkan satu batang dahan kelor ke arah buaya besar itu. Sungguh sakti mandraguna daun pemberian kiyai itu, di mana Si Buaya langsung raib saat daun kelor menyentuh tubuh Sang Eligator. Dalam hitungan detik, buaya itu raib dengan meninggalkan sisa-sia air yang bergelembung di halaman rumah kami.
Kami langsung masuk memanggil nama-nama anak-anak kami. Alhamdulillah mereka menjawab dan aku melihat Harumania sedang tertidur pulas karena masih demam. Hati kami lega benar dan kami bersujud syukur setelah mengetahui anak-anak kami semuanya dalam keadaan baik-baik.
Harumania tertidur. Aku dan Mas Kasman memoleskan daun kelor di telapak tangan kanan Harumania.  Harumania terbangun dan dia lalu memeluk kami berdua.
Ajaibnya, setelah daun itu dioleskan, tanda merah di telapak tangan kanan Harumania itu langsung hilang. Bahkan tidak meninggalkan sedikitpun bekas di urat telapak tangan kanannya.
“Insya Allah Harumania sudah tidak diincar oleh buaya siluman itu lagi!” desis Mas Kasman, sambil mengucap puji syukur kepada Allah dan berterima kasih kepada Kiyai Haji Muhamad Qori Indra.
Keesokan harinya, kami mendatangi Panti Yatim di Jalan Pangeran Lebar Daun Palembang. Kami berdua menyerahkan bantuan sebesar Rp 100 juta untuk yayasan itu. Pengasuh panti dengan sangat senang hati menerima bantuan tersebut. Sungguh suatu keajaiban datang lagi. Pemilik panti, Ibu Norma Yunita, 56 tahun, ternyata mendapatkan impian aneh tadi malam.

Mimpinya itu diceritakan semuanya kepada kami. Nurma Yunita bermimpi tentang lelaki berjenggot putih, tubuh bongkok dan rambut panjang bernama Muhamad Qori Indra  yang berumur 80-an tahun.
Kiyai Muhamad Qori, dalam mimpinya itu, menyebut bahwa akan datang bantuan Rp 100 juta dari seseorang warga Pemulutan jug uang itu sebagian kecil harus diritual sedekah bumi di Sungai Batanghari.
“Mimpi itu benar-benar menjadi kenyataan dan nilai uangnya juga persis sekali, Rp 100 juta. Maaf, satu juta nya akan dibuatkan tumpengan dan akan kami larung di Sungai Musi daerah Pulau Kemaro!,” ungkap Nurma Yunita kepada kami. Nurma Yunita juga, di dalam mimpinya itu, bersama kami dan anak kami Harumania dalam upacara larungan tersebut.
Karena hal ini sebagai perintah gaib, kami pun benar-benar ikut di dalam larungan itu. Kami bersama-sama naik kapal tongkang ke Pulau Kemaro dan melarung tumpengan itu ke laut.

Saat larungan dilakukan, sesekor buaya besar menampakkan diri di permukaan laut dan beranjak menuju ke arah Sungsang.

Alhamdulillah, hingga sekarang, pertengahan tahun 2018, Harumania anak kami selamat dan baik-baik saja. Anak bungsuku itu sudah duduk di bangku SD kelas lima dan berumur 10 tahun. Sedangkan saat memiliki tanda merah di telapak tangan itu, dia masih berusia 5 tahun dan belum bersekolah.

Kiyai Muhamad Qori Indra, beberapa kali kami datangi untuk bersilaturrahim, tapi dia tidak pernah dapat ditemui. Kami mendengar suaranya ada di dalam rumah, tapi sosoknya tidak pernah dapat kami lihat lagi.
Hingga bulan Juli 2018  ini, kami tidak pernah dapat menjumpai lagi kiyai haji Muhamad Qori Indra yang sakti. Kabarnya dia pindah ke Pondok Jagung, Kota Tangerang Selatan dan membangun pesantren di Perigi belakang Bumi Serpong Damai, Kota Tangsel. ****

(Kisah ini dialami oleh Nurlaila Achmad Kasman, DEWI KALAMUKTI menulis cerita itu untuk PORTAL MYSTERY-RED)




Komentar

Postingan populer dari blog ini

HAJI BULGANON HASBULLAH AMIR ORANG KAYA RAYA YANG DERMAWAN..

Dunia Supramistika Tia Aweni D.Paramitha

Pengalaman Abang Bulganon Amir Mursyid Spriritual Tangguh Yang Dapat Bisikan Masuk Neraka