Oleh: Suara Kota Tangerang
SANTET MEMANG ADA TAPI TAK TERLIHAT
Santet satu bagian kecil dari ilmu hitam. Bagaimana seorang dukun bisa membunuh dalam waktu 3x24 jam dari jarak jauh. Hanya dengan bekal nama, hari lahir, tanggal lahir dan binti, seorang dukun mampu mematikan seseorang target santet dengan mantra mantra. Korban muntah darah, luka jantung, putus pernapasan dan jebol paru paru. Di dalam tubuh korban terdapat benda tajam seperti paku, jarum, silet dan beling. Di luar pengaruh hukum Belanda, yang selama ini banyak ditiru di KUHP kita, diwacanakan pasal 293 RUU KUHP. Pasal ini sering disebut sebagai pasal santet. Acuan hukum pidana untuk menjerat penyantet dan pengorder santet. Karena pembuktian sulit, maka wacana RUU 293 ini alot. Tidak cukup pengakuan pengorder, penyantet dan korban, tapi harus ada minimal dua alat bukti yang meyakinkan. Bukti material yang cukup hingga bisa dibawa ke persidangan. Bagaimana Jaksa Penuntut Umum, polisi penyidik dan penyelidik mendapatkam alat bukti santet. Bisa saj korban diotopsi. Tetapi silet, beling, jarum dan paku sebagai media santet, tidak ditemukan. Benda material itu takkan didapat oleh ilmu kedokteran forensik. Yang bisa memperlihatkan benda media santet tajam itu hanya dukun. Biasanya dukun yang bisa deteksi santet adalah dukun santet juga. Lha, siapakah tokoh dukun yang mau akui profesi sebagai tukang santet apabila jadi saksi ahli atau forrensik kasus santet? Tidak ada yang mau dan siap jadi saksi ahli santet. Mungkin karena masalah hambatan teknid inilah maka RUU Santet terkatung katung. Santet itu ada dan banyak digunakan. Tapi tak pernah tersentuh hukum dan sulit dibuktikan. Kecuali pembuktian supramistik yang tak bisa dijsfikan sandaran hukum. Rancu dan berbahaya!
SANTET MEMANG ADA TAPI TAK TERLIHAT
Santet satu bagian kecil dari ilmu hitam. Bagaimana seorang dukun bisa membunuh dalam waktu 3x24 jam dari jarak jauh. Hanya dengan bekal nama, hari lahir, tanggal lahir dan binti, seorang dukun mampu mematikan seseorang target santet dengan mantra mantra. Korban muntah darah, luka jantung, putus pernapasan dan jebol paru paru. Di dalam tubuh korban terdapat benda tajam seperti paku, jarum, silet dan beling. Di luar pengaruh hukum Belanda, yang selama ini banyak ditiru di KUHP kita, diwacanakan pasal 293 RUU KUHP. Pasal ini sering disebut sebagai pasal santet. Acuan hukum pidana untuk menjerat penyantet dan pengorder santet. Karena pembuktian sulit, maka wacana RUU 293 ini alot. Tidak cukup pengakuan pengorder, penyantet dan korban, tapi harus ada minimal dua alat bukti yang meyakinkan. Bukti material yang cukup hingga bisa dibawa ke persidangan. Bagaimana Jaksa Penuntut Umum, polisi penyidik dan penyelidik mendapatkam alat bukti santet. Bisa saj korban diotopsi. Tetapi silet, beling, jarum dan paku sebagai media santet, tidak ditemukan. Benda material itu takkan didapat oleh ilmu kedokteran forensik. Yang bisa memperlihatkan benda media santet tajam itu hanya dukun. Biasanya dukun yang bisa deteksi santet adalah dukun santet juga. Lha, siapakah tokoh dukun yang mau akui profesi sebagai tukang santet apabila jadi saksi ahli atau forrensik kasus santet? Tidak ada yang mau dan siap jadi saksi ahli santet. Mungkin karena masalah hambatan teknid inilah maka RUU Santet terkatung katung. Santet itu ada dan banyak digunakan. Tapi tak pernah tersentuh hukum dan sulit dibuktikan. Kecuali pembuktian supramistik yang tak bisa dijsfikan sandaran hukum. Rancu dan berbahaya!
Komentar
Posting Komentar