Oleh:Akila Sarita
INDONESIA BUTUH
TUAN GURU BAJANG
Saya tidak
dikenal dan tidak punya kepentingan apapun Kiyai Haji Muhamad Zainul Majdi
alias Tuan Guru Bajang jadi wapres. Secara pribadi tidak rugi dan tidak untung.
Tapi negara dan
bangsa ini butuh figur putra terbaik bangsa sekelas TGB ke depan nanti. Itu
saja! Dia dikeluarkan dari rekomendasi Ikatan Alumni 212 sebagai capres. Dia
dihujan dan dimaki-maki di mana-mana. Bukan tidak sedih. Tapi itulah resiko
yang dia siap hadapi saat dia nyatakan mendukung Jokowi dua periode.
Alam sekitar sepi
sunyi. Tidak ada suara musik tidak ada suara berisik. Jangkrik satu dua
bersaut, tapi tak mengganggu konsentrasi sholatku. Berkhusuk menghadap kepada
Allah Azza Wajalla. Yang Maha Agung, penciptaku.
Politik itu permainan. Jabatan dan syahwat
memimpin itu juga permainan. Tapi permainan yang baik untuk kemasylahatan.
Kalau itu pelakunya punya sifat baik. Yaitu untuk kebaikan rakyat. Bukan untuk
kejayaan keluarga, kroni dan partai.
Tuan Guru Bajang
berpesan kepada yang dimuliakan tokoh ulama, tokoh politik di atas, yang sangat
dihotmatinya. Agar tidak menggunakan ayat-ayat dalam berpolitik. Ayat-ayat
perang yang ada dalam kitab suci Al Qur’an. Kita tidak sedang perang. Hanya
kontestasi politik dan berkuasa pada pesta demokrasi. Politik untuk
menghentikan kekuasaan kelompok lain. Dan membangun kekuasaan kelompok sendiri.
Dalam arti lain diri sendiri.
Tidak menyebut
nama siapa tokoh ulama juga tokoh politik yang dimaksud. Tapi semua tahu siapa
yang dimaksud. Yaitu seorang tokoh reformasi dulu yang getok akan turunkan
Jokowi dan mengganti dengan tokoh lain. Tuan Guru Bajang anggap sah saja upaya
itu. Selagi dalam koridor konstitusi dan demokrasi. Namun yang mengganjal
baginya adalah penggunaan ayat-ayat perang dalam kontestasi. Hal itu tidak
relevan karena kita tidak sedang perang. Kita sedang pesta demokrasi dan lawan
adalah anak bangsa. Saudara sendiri satu negara, satu bahasa dan satu bangsa.
Kita punya aset yang tersembunyi. Apa aset itu? Aset itu adalah persaudaraan, kebangsaan
dan semangat persatuan.
Asal ngomong?
Tidak! Tuan Guru Bajang tidak asal ngomong. Tapi dia telah membuktikan dua
periode membangun Nusa Tenggara Timur sebagai gubernur. Tanpa ada perang suku,
perang antar agama dan perang antara ras. Masa kepemimpinannya tidak ada friksi
atau perang antar agama dan antar suku di Nusa Tenggara Barat. Padahal banyak
ragam agama di NTB. Selain ragam suku dan ras. Namun rapih dan aman semasa
pemerintahan TGB. Memang ada gesekan kecil, antar aliran dalam Islam, pengusiran
golongan Ahmadiyah di Lombok. Tapi cepat diatasi dan diselesaikan dengan
baik. Pendekatan dilakukan TGB dengan
sangat baik. Tidak mengguri tapi menjelaskan. Karena dia ahli tafsir Al Qur’an,
hafiz 30 juz Al Qur’an dan raih gelar doktor dari Universitas Islam
berpengaruh, Al Azhar, Kairo, Mesir. TGB faham betul ayat perang dan
penggunaannya. Jauh lebih faham dari tokoh besar yang getol gunakan ayat ayat
perang itu untuk kepentingan politik. TGB Islamis tapi juga nasionalis. Dia
ahli islam tapi mensejahterakan agama lain. Semua umat pemeluk agama aman dan
damai menjalankan ibadah. Rakyat saling hormat menghormati dan saling menghargai
kepercayaan masing masing.
Saya tidak kenal
dekat dengan TGB. Bahkan dia sama sekali tidak mengenal saya. Artinya saya
tidak punya kepentingan apapun atas karier politiknya. Mau terpilih atau tidak
terpakai di negara ini, saya tidak rugi. Juga tidak dapat untung. Tapi yang
saya pikirkan negara ini. Negara ini, terutama Joko Widodo, sayang jika tidak
mendayagunakan tokoh sebaik ini. TGB aset bangsa yang diperlukan dalam tataran
nasional buat rakyat buat umat. Jika TGB tidak terpakai kita akan kehilangan
satu dari aset itu. Saya mengikuti sepakterjangnya selam memimpin NTB, walau
saya bukan orang dari NTB. Saya ikuti tausiyahnya di mana mana melalui youtube.
Saya dengarkan dan saya mati pemikirannya tentang agama, negara dan bangsa ini
melalui medsos itu. Sehingga saya punya kesimpulan, kita akan kehilangan set
negara ini jika tokoh sebagus ini. Semuda ini, seenerjik ini jika tidak
dilibatkan dalam pemrintahan. Maka itu, ada dua nama yang bagus bagus yang
disebut akan jadi pendamping Jokowi di Pilpres 2019. Mahfud bagus, nasuonalis
dan agamis. TGB bahkan lebih bagus karena masih muda dan berpengalaman memimpin
daerah sebesar NTB. Pemikirkan dan kiprah kerjanya juga, setelah daerah,
memimpin negara. TGB dibutuhkan bangsa ini. Dari semua agama, ras dan golongan.
****

Komentar
Posting Komentar