ISTRI
Kuda Sumba tinggi besar itu datang mendekat. Suara ringkikan sepatu di kakinya,
memecah kebisuan malam. Kaki yang menginjak pasir keras di kedalaman pantai. Aku
berdiri menyambut. Seorang wanita cantik memakai kemban warna hijau bermahkota emas,
turun dari kejauhan. Aku mundur beberapa langkah. Namun wanita itu jelas aku
lihat. Sosok dirinya sangat nyata karena bulan di langit sedang purnama ke
empat belas. Duh Gusti, sosok apa dan siapa yang kugadapi ini? Batinku!
Melihat aku mundur, penunggang kuda
itu membawa kudanya mendekat ke arahku. Kini aku berdiam diri. Aku pasti akan
dikejarnya jika aku berlari. Padahal medan kami berdiri, adalah lapangan pasir
yang sangat luas di Pantai Parang Tritis, Yogyakarta. Terbuka luas sejauh mata
memandang.
“Kenapa Engkau mundur, ayo, majulah ke
mari, aku tidak apa-apa, tidak akan berbahaya bagimu,” desis wanita itu.
Suaranya lembut mendesah dan wajahnya dapat aku pastikan, sangat cantik sekali.
“Maaf Bu, siapa ibu sebenarnya? Kita
belum pernah bertemu sebelum ini,” kataku, pendek. “Aku adalah Dewi Angin,
namaku Putri Bayu Amartha Purwanti, penguasa Parang Tritis di bagian pantai
ini. Aku tahu namamu, Singgih Budarjo, wartawan majalah supranatural yang
sedang mencari Nyai Ratu Kidul di sini. Nyai Ratu tidak akan mau menemuimu,
maka itu, aku yang diutus untuk menemuimu. Nyai ratu tanya, apa maksud
kedatanganmu dan apa maksudmu mau bertemu Nyai Ratu?” tanyanya.
“Aku mendapatkan tugas gila, harus
dapat menemui Nyai Ratu Kidul dan dapat mewawancarainya. Jika tidap mampu
menjumpai Nyai Ratu Kidul dan melakukan dialog, aku akan dipecat dari
perusahaan. Ajalah Suptanatutral Supramistika Malaysia, yang berkantor cabang
di Jakarta. Sementara kantor pusat, adanya di Kuala Lumpur,” kataku.
“Okelah, aku faham akan tujuanmu itu.
Bagaimana kalau Engkau wawancara aku saja, angaplah pengganti Nyai Ratu Kidul.
Tulislah aku di majalah mu di Malaysia itu dan aku akan selalu mendampingimu
secara gaib. Engkau akau naik pangkat, digaji besar dan sukses sebagai wartawan
supranatural,” ujar Putri Bayu Amartha Purwanti, kepadaku.
Entah mengapa, aku bahagia sekali
mendapatkan solusi dari Putri Bayu Amartha Purwanti malam itu. Aku langsung
mengangguk dan setuju akan usul serta sarannya. Dengan sigap aku mengeluarkan
tape recorder, alat perekam merek Sony HPS 34 ES dan kamera Nikon D 100 single
lens for profesional digital. “Engkau akan merekam aku. Memotret juga? Harus
ijin dulu, jika tidak, suaraku tidak masuk dan wajahku tidak bisa kamu potret,”
ungkapnya.
“Baik Putri Bayu, aku mohon ijin untuk
merekam pembicaraan kita dan mohon ijin untuk memotret wajah Putri Bayu,”
bujukku. Dia termenung sejenak menatap ke pantai. Beberapa saat kemudian dia
berkata. “Baik, baru saja saya kontak Ibu Ratu, Ibu memberi ijin aku direkam
dan di foto,” katanya.
“Pertanyaan saya pertama kepada Putri
Bayu, adalah, jenis makhluk apa Putri Bayu Amartha Purwanti ini sebenarnya?
Maksudnya, apakah bangsa Malaikat, Jin atau Setan?” tanyaku. “Wow, Setan?
Bukan. Aku bukan setan bukan pula Malaikat. Aku bangsa jin, jin cantik yang
diciptakan oleh Penguasa Gaib menjadi angin, Putri Angin yang menjaga pantai
Parang Tritis ini dari badai besar. Baik itu badai topan Tornado, maupun badai puting
beliung yang membahayakan ummat,” jawabnya.
“Membahayakan ummat? Maksudnya?”
tanyaku pula. “Angin itu akan menjadi sejuk bila datangnya sewajarnya, artinya
dalam kecepatan rata-rata 28 kilometer per-jam. Tapi jika datangnya cepat dan
berputar, angin akan menjadi badai angin, semacam Badai Tornado di Amerika
Serikat. Bila angin padat dan cepat datangnya, berkecepatan 120 kilometer
per-jam atau lebih, akan menghancurkan semua lini dan sisi kehidupan. Rumah
akan terangkat, gunung dan bukit akan amblas dan semua kehidupan mati. Semua
manusia akan terseret arus angin dan mati. Itulah gunanya saya menjaga Pantai
Parang Tritis ini, agar badai angin tidak datang dan ummat dapat terselamatkan,”
jawabnya.
“Jika Ibu dari bangsa jin, jin jenis
apa dan jin dari mana asal usulnya, hingga ditempatkan di Yogyakarta Selatan
ini?”
“Aku Jin Zaitun. Jin dari bangsa jin
berjenis komunitas gaib Timur Tengah,
Az-Zaitun, jin pohon minyak zaitun dari Medinah. Aku dikirim bersama
orangtuaku pada abad enam mesehi. Yang
mengirimku adalah Raja Jin Timur Tengah, Al Kodri bin Alkodar. Ayahku menjadi
penfuasa Laut Utara, Beliau tinggal di Pulau Karimun Jawa, utara Kota Rembang.
Sementara aku disertakan untuk membantu Nyai ratu Kidul, aku berkedudukan di
Pantai Selatan Yogyakarta. Dulunya, aku menjaga Pulau Glagah dan Congot di
Purworejo dan Wates, Kulon Progo, kini aku dipercayakan menjadi Putri Angin,
menjaga angin di Parang Tritis ini. Untung Parang Kusumo dan Parang Endok, ada
penjaga lain. Penhaga dua daerah itu adalah Amirah dan Widyati. Keduanya jin
wanita yang juga di bawah kendali Nyai Ratu Kidul,” terangnya.
Apakah kuda besar yang Ibu kendarai
itu kuda jin atau kuda biasa? “Kuda itu bernama Kuda Tunggira Sakti, kuda hitam
besar dari Benua Australia. Itu bukan kuda biasa, tapi kuda gaib. Dulunya kuda
betulan, tapi mati, dan kematiannya dimanfaatkan Nyai Ratu Kidul untuk
dihidupkan kembali secara gaib. Kuda itu bukan kuda biasa, tapi kuda mistik,”
tukasnya.
Putri Bayu Amartha Purwanti terus aku
tanyai dan dia menjawab dengan lancar. Namun, pada giliran betanya hal pribadi,
tersentaklah aku. Arkian, ternyata Putri Bayu Amartha Purwanti, belum pernah
menikah. Baik di nikah kepada sesama bangsa jin maupun kepada bangsa manusia. “Saya
masih lajang dan usia saya relatif muda dalam ukuran umur bangsa jin. Kalau
yang lain berumur ribuan tahun, aku hanya berumur ratusan tahun saja, belum
lima ratus tahun,” sorongnya.
“Seandainya ada pria dari golongan
manusia biasa akan melamarmu, Engkau akan menerima?” tanyaku, sangat pribadi.
“Jika aku dilamar oleh manusia, terlebih dahulu aku akan melihat siapa orang
yang akan melamarku itu. JIka aku suka padanya, dia benar-benar mau mencintaiku
sebagaimana adanya, maka aku akan menerima, ujarnya.
“Kalau aku, Singgih ini, yang melamarmu,
Engkau akan menolak atau menerimaku?” desakku, serius, sambil menatap matanya
yang bulat, bening dan indah itu.
Lama dia terdiam. Dia menunduk lagi
seperti berdialog dengan Nyai Ratu Kidul lagi. Matnya tertutup dan aku tidak
bisa melihat lagi matanya yang anggun. Beberapa saat kemudian, kepalanya
diangkat dan dia menatap tajam ke mataku. “Bila Engkau yang melamarku mala
mini, aku langsung menerima. Aku akan terima pinanganmu dan kita diperintahkan
Nyai Ratu Kidul segera melakukan pernikahan. Ijab kobul cara bangsa jin dengan
mendatangkan ayahku dari Pulaun Karimun Jawa mala mini juga untuk menikahkan
kita,” jawabnya.
Hatiku berbunga-bunga dan entah
mengapa, aku bahagia sekali. Pikirku, aku tidak perduli kami berbeda dimensi,
dia jin aku manusia, namun mala mini juga aku harus segera menikah dengannya. Di
mana kita menikah? “Kita akan masuk ke kerajaan Nyai Ratu Kidul, kita menikah
di sitana dengan disaksikan semua penghuni kerajaan, termasuk dayang-dayang dan
Nyai Blorong yang berkuasa di karang-karang laut,” ungkapnya.
Singkat cerita, malam itu juga aku
diperkecil oleh Putri Bayu Amartha Purwanti dan aku menyelema ke laut Parang Tritis,
lalu masuk ke Kerajaan Limas Nyai Ratu di Samudera Hindia. Dalam kerajaan Limas
Nyai Ratu, sudah ada calon mertuaku, Kanjeng Gusti Karimun, penguasa Karimun
Jawa, ayah kandung dari calon istriku, Putri Bayu Amartha Purwanti yang jelita.
Kanjeng menjadi wali nikah dan aku
berjabatan tangan ijab kobul, serah terima akan anaknya yang cantik. Upacatra
dipimpin oleh Nyai Ratu dengan disaksikan oleh hulubalang kerajaan, panglima
perang, dayang-dayang dan Nyo Blorong yang beemahkota kepala ular kobra.
Setelah resmi menikah, menjelang subuh
dinahari kami berdua masuk kamar tidur penganti. Kamar itu sudah dihiasi oleh
Bunda ratu dengan ranjang emas, kasus empuk dengan bahan busa Brazil dan dindin
ukiran batu mulia King Safir serta
Mutiara Bunga Karang Samudera.
Malam itu, untuk pertama kalinya aku
tidur dengan jin. Kami berdua menjadi manusia biasa dengan fisik pasangan
pengantin umumnya dan kami bercinta hingga subuh dinihari. Usai sholat subuh di
istana Nyai Ratu, dengan menjadi imam
dan makmum sembahyangku adalah istriku, Putri Bayu Amartha Purwanti. Setelah
sujud dan mengucap salam akhir sholat, istriku yanga sangat santut, mencium
tanganku dan aku mencium keningnya dengan lembut. Jujur saja, aku bahagia sekali
hari itu, bahagia mengahadapi perkawinan yang untik namun indah. Dia minta
dipanggil Adinda olehku, dan dia memanggilku Kangmas.
“Bila suatu hari Kangmas akan menikah
dengan bangsa manusia seperti Kangmas, Kangmas harus jujur kepadaku, minta ijin
kepadaku dan aku akan mengijinkannya,” tuturnya, nelangsa. Aku dididik okleh
ayahku untuk tidak egois dan merampas Kangmas dari kehidupan kemanusiaannya.
Maka itu, mana tahu, bila Kangmas jatuh cinta pada wanita golongan manusia dan
akan menikah, Kangmas minta ijin kepadaku, dan aku harus mengijinkan pernikahan
itu. Walau hatiku, sangat berat.
“Berat? Berarti Adinda menyimpan rasa
cemburu dan iri hati bila aku menikah dengan golongan manusia seprti aku?”
tanyaku. “Pasti Kangmas, rasa cemburu pasti ada dan bangsa jin itu, asal
Kangmas tahu, rasa cemburunya lebih besar dari bentuk cemburu bangsa manusia.
Banga jin bila cemburu, bisa membunuh dan semua yang membvuat dia jengkel, akan
dimusnahkan,. Hitungan 3 kali 24 jam akan mati. Kita ini adalah Raja Santet, santet
yang dbuat manusia itu, asal sekadar baca mantra mantra linuwih santet, tapi
yang mengerjakanmya, yang mengeksekusi santet itu, ya kita, bangsa jin. Manusia tidak akan bisa
menyantet jika tidak dibantu oleh bangsa kami, bangsa jin Kangmas,” ceritanya.
Tahulah aku, bahwa cara kerja santet,
teluh, guna-guna dan pellet, adalah pekerjaan jin. Semua pelaku eksekutor dari
masalah msitik dan kejahatan supramistika itu, adalah bangsa jin. Maka itu,
istriku berjanji, bila aku mau menyantet atau dapat oder santet, maka aku bisa
menyruh dirinya. Istriku disuruh mematikan siapa yang harus dimatikan dengan
membawa foto, tanggal lahir, hari lahir, bulan lahir dan tahun lahir.Terakhir
adalah nama ibu kandung dari calon korban yang akan disantet.
Setelah dua hari di dalam istana Nyai
Ratu, Istana Limas, aku pamit untuk pulang ke bumi kepada Nyati Ratu. Aku akan
kembali ke darat Parang Tritis bersama istriku tercinta, berdua di pantai
Yogyakarta bagian selatan itu. Kami berdua berenang ke atas dan tiba-tiba
muncul di batu karang ujung Parang Tritis, 500 meter dari Goa Parang Endok.
Saat aku berbicara akan terbang ke
Jakarta dan ke Malaysia, istriku membuka rahasia menarik yang membuat aku
tersentak tapi sangat bahagia. Syhadan, ternyata, sejak aku menikah dengan
Putri Bayu Amartha Purwanti, bangsa jin, sebagian hidupku menjadi jin. Aku bisa
mengcilkan diri seperti abu, lalu terbang dengan kecepatan tinggi ke mana aku
suka. Tubuhku mengecil seketika bersama
istriku, laku kami terbang dengan kecepatan 1400 kilometer per-jam ke Jakarta,
lalu terbang lagi ke Kuala Lumpur Malaysia.
Kami berangkat dari Laut Selatan
Yogyakarta, terbang di atas Cilacap, Pelabuhan Ratu dan terbang ke kanan meuju
Jakarta. Setelah ke rumah kostku di Jakarta Selatan, kami berdua mengecil lagi,
lalu terbang ke Malaysia, Kuala Lumpur dari atas Selat Sunda, di atas Lampung,
Palembang, Bangka Belitung, Pulau Bintan, Pulau Galang, di atas Pulau Batam dan
langsung melintasi laut Singapura menuju Kuala Lumpur.
Di luar dugaan, naskah hasil
wawancaraku dengan Putri Bayu Amartha Purwanti, suda selesai. Secara gaib,
Putri Bayu, sitriku yang menyelesaikannya. Sudah jadi naskah siap cetak dan
bagus sekali. Pemimpin redasksi terkesima melihat naskah itu dan langsung
disetujui untuk dimuat. Sementara sosokku jelas terlihat di kantor redaksi
majalah Supramistika itu, di sisi yang lain, istriku tida terlihat oleh
siapapun. Padahal aku melihat sosoknya dengan anggun duduk dan Nampak cantik
sekali di sofa majalah Supramistika yang berpengaruh di Negeri Jiran tersebut.
“Naskahmu sangat bagus sdan berbobot.
Tulisanmu wawancara Putri Bayu ini pasti selling, majalah kami pasti terjual
laris,” kata Pimpinan edaksi, Tengkus Islama Hasan bidan Hana Amrullah,
kepadaku, Istri yang tidak terlihat oleh pimpinan itu, tersenyum simpul dan dia
terlihat cantik sekali. Ya Tuhan, akau bahjagia sekali mendapatkan istri
secerdas itu, sepintar itu dan secantik itu. Pikirku, jika pimpinan redaksi
majalah Malaysia itu melihat istriku, pastilah dia tertegun dan matanya akan
melotot kagum.
Suatu kali, aku berjanji akan memperkenalkan istriku itu di
jajaran redaksi Kuala Lumpur. Mereka harus mengenal istriku, walau aku akan
tetap rahsiakan bahwa istriku bukanlah manusia biasa. Aku akan kelabui mereka,
kukatakan bahwa istriku manusia biasa dan kami menikah belum setahun dan maaf
tidak mengundang siapapun dari Malysia karena kejauhan. Putri Bayu, istriku,
terpingkal pingkal tertawa saat aku akan mengelabui orang Malaysia tentang
siapa sebenarnya istriku.
Putri Bayu Nampak senang sekali usulku itu, dia mau melakonai
hal itu dengan ikhlas demi sumianya. Putri berjanji aan melakukan apapun untuk,
asalah, aku tdak menikah lagi. Baik itu kawin dengan bangsa jin sperti dia atau
nikah dengan bangsa manusia seperti aku. Putri Bayu inginkan aku setia sampai
kami mati, dan dia akan mengabdi kepadaku atas kesetiaanku itu, yang dituntut
untuk mencintainya selama-lamanya.*****
(Kisah Singgih Budiarjo,
Sang Pelaku, yang dicatat Henny Nawani untuk Portal Mystery-Red)

Komentar
Posting Komentar