GIGI MAYAT
Karena aku panik akibat dipecat dari
pekerjaanku di kantor PT. Ambrella Jaya Abadi, sebutlah begitu, maka aku buru-buru mencari pekerjaan baru. Namun sayang
sekali. Mengapa? Dari seratus sembilan perusahaan yang aku lamar, tidak satu pun yang meresfons. Artinya, perusahaan
yang aku kirimi lamaran itu, tidak ada
satupun yang bersedia menerimaku sebagai
pekerja. Jangankan menerima aku sebagai
karyawati perusahaan mereka, memanggil untuk menjalani test pun, tidak
dilakukan oleh beberapa perusahaan itu. Semua tempat pekerjaan dikatakan penuh, maka
itulah alasannya mengapa aku diabaikan.
Aku kesal dan kehabisan ongkos. Maka itu, aku berjalan kaki di panas terik
matahari puluhan kilometer dengan sepatu
yang menganga akibat lecet termakan aspal.
Akupun menjadi dendam, marah dan benci kepada
semua orang yang menolak aku. Rasanya semua orang kejam kepadaku. Rasanya semua
orang tega kepadaku yang saat itu sangat
membutuhkan uang dan membutuhkan pekerjaan. Padahal aku butuh makan, butuh uang
untuk menyambung hidup. Apalagi, ibuku yang sedang sakit, butuh ke dokter,
butuh obat dan butuh perawatan medis. Sementara ibuku itu sangat tergantungan kepadaku, tergantung anaknya, anak tunggalnya,
aku yang merana setelah ditinggal ayahku. Dan aku ikhlas karena ibuku adalah
tanggungjawabku.
Ayahku
yang menghilang sejak puluhan tahun yang lalu, yang dikabarkan menikah lagi di
Kalimantan Selatan. Kabarnya ayahku menikahi janda kaya raya di Banjarmasin.
Seorang pengusaha tambang batubara di daera Martapura, yang sangat mencintai
ayahku karena ayahku sangat tampan dan bersuara bagus. Penyanyi mezzo tenor
pada club-club malam di Banjarmasin. Ibuku ditinggal begitu saja, dicampakkan
oleh ayahku yang Mabuk Janda, yang dengan tega meninggalkan aku, anak tunggal
perempuan yang kala itu masih balita.
Sebagai
sahabat terdekat, aku berkonsultasi
dengan Muhamad Salim Hamid Syarif hal kesulitanku ini. Di luar dugaan, Muhamad
Salim Hamid Syarif memberikan saran yang aneh. Aku didorongnya untuk pergi berdukun dan
meminta bantuan jasa paranormal. Dukun khusus yang mampu membuat kaya raya. Dukun pesugihan Gigi Mayat.
Dukun pesugihan itu, dulunya musuh Muhamad Salim Hamid Syarif. Mereka teman
seperguruan yang akhirnya berseberangan. Mereka malah menjadi perang. Saling
perang ilmu gaib dan keduanya tidak ada yang kalah. Santet santet yang mereka
lancarkan, tidak mempan menembus tubuh. Malah perang santet itu membunuh
hewan-hewan piaraan masing-masing dan pepohonan sekitar rumah dari keduanya.
“Kau datangi saja dukun mumpuni, namanya Jarot Suryadilaga, berumur 45 tahun. Kau minta jimat kesuksesan hidup.
Sebelumnya, diberi dulu jimat batu mulia
untuk membuang sengkala, kesialan dalam dirimu, agar kau menjalani hidup
ini lebih beruntung. Bahkan, kau akan
cepat diterima sebagai pekerja,” kata Muhamad Salim Hamid Syarif, temanku, yang
sukses menggunakan ilmu kanuragan yang dipunyhainya untuk menaklukkan Gunung
Rajabasa, Lampung Selatan dan dia berhasil menguasai gaib di pegunungan itu.
Bahkan, hingga sekarang, dia memegang kendali alam gaib di wilayah Lampung
Selatan. Mulai dari Kota Kalianda hingga ke pelabuhan Bakahuni.
Dulunya, Muhamad Salim Hamid Syarif punya
pengalaman yang sangat buruk dalam kehidupannya. Dia dipecat oleh perusahaan
dan diadukan ke polisi hingga dia dipejarakan. Dia dituduh menggelapkan uang perusahaan yang
cukup besar kala itu. Padahal, penggelapan itu tidak dilakukannya. Yang
melakukan kejahatan itu adalah teman kerjanya yang lain, Sayuti Sudrajat. Tapi yang ditangkap dan dipecat justru
orang yang tidak bersalah, yaitu Muhamad Salim Hamid Syarif.
Bagaimana bisa Sayuti Sudrajat selamat
dari tuduhan kejahatan perusahaan, bahkan bisa mengalihkan tuduhan kepada orang
lain. Dalam hal ini dipindahkan ke Muhamad Salim Hamid Syarif. Arkian, ternyata,
karena Sayuti pemilik ilmu gaib Gonjang Godok, maka semua itu bisa
dengan mudah dilakukan dan dijalaninya.
Sayuti Sudrajat rupanya pemegang tunggal Ilmu gaib Gonjang Godok yang khusus untuk
menutup mata dan kuping penegak hukum juga aparat keamanan. **** mystery Henny NAwani

Komentar
Posting Komentar