Dimas
Supriyanto
JANGAN
MATI DULU !
ADA ‘101 THING 2DO BEFORE YOU DIE’ - Saya baru
membaca lagi, membaca ulang buku “101 Thing 2Do Before You Die”. Tentang 101
hal yang mungkin harus Anda lakukan sebelum mati. Hal hal yang tidak biasa -
yang tak akan terlupakan. Misalnya, jalan-jalan ke pelosok kampung – yang jauh
di pedalaman, latihan terjun payung, ‘bungee jumping’, ikut mancing di tengah
laut, ikut grup ngamen, ikut aksi demo. Atau lari keliling kompleks rumah
malam-malam. Atau jalan kaki dari rumah ke kantor .
Pokoknya
lakukan hal baru, tidak lazim, masuk kategori “rada gila” dan ketika
diceritakan ke teman, mereka bakal spontan berkomentar; “ih, gila lu!” atau
"nggak ada kerjaan ya ?" Atau “sinting lu ya..!?”
Atau
lakukan saja apa yang Anda mau – sejauh tidak melanggar hukum dan mengganggu
orang lain - dan nggak usah cerita ke siapa siapa.
Tak
selalu menyenangkan hasilnya dan melegakan akhirnya. Bisa asyik, bisa juga
tidak – tidak apa apa juga. Yang penting: tidak terlupakan.
Anda
punya kawan yang punya pembawaan ‘eksentik’, rada ‘pekok’, ‘ajaib’, ‘nyleneh’,
suka aneh aneh? Melakukan hal yang tak terduga - dan Anda cuma nonton dan
menggunjingkannya? Coba sekali sekali jadi pelakunya!
HIDUP
terlalu panjang, terlalu lama dan melelahkan untuk melakukan hal yang sama
setiap hari, setiap minggu, selama bertahun tahun. Rutinitas membosankan.
Lakukan hal yang beda, sesekali. Bukan berlibur, bukan bersantai - tapi hal
yang berbeda.
Sekali
sekali jangan menjalani hidup dengan kalkulatif. Selalu bertanya, “kenapa harus?”
tapi bayangkan, “kenapa tidak?” – ngapain cari penyakit pulang kampung ke Jawa
Tengah gonta ganti naik truk, numpang numpang ? Dan jawabnya, “ya, kenapa nggak
?”
Yang
perlu Anda lakukan adalah hal yang tidak biasa. Saya belum pernah menemani
penghuni pantai jompo seharian, ikut melaut dan cari ikan bareng nelayan,
tinggal di pulau terpencil bersama penjaga menara dan keluarga. Tapi layak
dicoba.
Ada tiga
kategori yang ditawarkan dalam “101 Thing 2Do Before You Die” : 1. Menantang
Nyali. 2. Menantang Maut. 3. Menantang Malu. Silakan pilih.
Saya
yakin Anda pernah merasai pengalaman tak terlupakan. Biasanya di luar rencana.
Misalnya, jalan berkilo kilometer - karena tak ada kendaraan, ada demo besar
besaran, terjebak di kerusuhan dan sebagainya. Menginap di rumah sakit - baik
karena dirawat atau menunggu kerabat dan sahabat.
Lakukan
traveling yang sesungguhnya: jangan direncanakan, ikuti kata hati, ikuti
langkah kaki. “Its not about destination, its about journey, “ kata Yayang
‘Cinta’ Dian Sastro dalam film “Ada Apa dengan Cinta 2” (adegan ketika mendadak
diajak Rangga, sang mantan, naik ke bukit tengah malam)
Melakukan
hal yang tak terlupakan sebelum mati bisa yang melelahkan dan banyak ongkosnya.
Misalnya jalan jalan ke kutub utara, jadi ‘backpaker’ keliling China, terjun
dari pesawat, bungee jumping, dan mandi di tengah laut – seperti yang ditulis
di buku itu. Tapi, mahal, boo.
Padahal
ada juga yang murah meriah .
Mbakyu
saya, yang baru datang dari Jawa Tengah, pernah mencoba naik busway /
TransJakarta berkeliling kota Jakarta. Bukan hanya ke satu tujuan saja,
melainkan keliling – dari ujung ke ujung - seharian. Saya pernah melakukan yang
sama dengan KRL CommuterLine. Dari Bogor ke Tanah Abang, lanjut ke Serang,
balik ke Tanah Abang, melaju ke Cikarang, balik ke Jakarta Kota, dan balik ke
Bogor. Asyik. Dan murah.
Buat
warga ibukota, agendakan main ke perkampungan Badui - Banten, usahakan sampai
punya teman di sana, dan tukar pikiran dan pengalaman. Bukan sekadar mampir dan
jadi ‘turis’, tapi berteman dan kalau bisa menjalin persaudaraan dengan mereka.
Warga Jawa Barat mainlah ke perkampungan Suku Naga, yang di Jawa Tengah ke
Kampung Samin, dan yang Jawa Timur ke Tengger – sekadar contoh saja. Bukan
berturis-ria, tapi menjalin persaudaraan!
Sesekali
datangi satu per satu teman semasa SD, SMP dan SMA. Pokoknya teman teman yang
berkesan tapi puluhan tahun tak jumpa.
Coba
sesekali menahan malu. Ada banyak pilihan menahan malu: Ngajak ngobrol orang
yang tak dikenal, nyanyi diiringi band, ikut stand up komedi, pidato di
lingkungan RT/RW. Mendadak ngajak nonton bioskop atau nraktir makan teman di
facebook. Pergi ke kantor dengan jalan kaki – saya tinggal di Depok, kantor di
Kota! Atau berteman dengan tunawisma – ngobrol asyik dengan waria – ngajak
jalan jalan tetangga yang selama ini tidak begitu dekat. Buat laki laki, coba
piara jenggot kayak teroris. Kenapa nggak ?
Semua
bisa dilakukan.
Saya
masih terkenang dialog film ‘Milly & Mamet’ (Ernest Prakasa), dengan satu
dialog yang diulang ulang sampai tiga kali - karena itulah pesan film tersebut:
“Coba aja dulu, kalau nggak dicoba ‘kan nggak bakal tahu”
SEMASA
masih di lapangan, sebagai reporter, saya sudah sering menantang bahaya, dan
menantang maut. Sebelum reformasi, aparat kita galak sekali. Foto mahasiswa
demo, ada aparat lihat, itu sudah bahaya. Bahkan bisa berubah jadi maut. Kawan
saya, fotografer, yang bandel, dikejar sampai lompat ke got, dan dihajar
habis-habisan, dengan pukulan, tendangan sepatu lars dan rotan besar. Kamera
hancur.
Dalam
usia sekarang - cari bahaya lebih mudah. Pergi saja ke warung Padang atau ke
warung sate, pesan dan makan tongseng, atau nasi pakai tunjang – bahaya pasti
datang dengan sendirinya. Asam urat kumat.
Dari
Ayahanda tercinta saya mendapat warisan Asma. Kalau sekarang lari cepat 200
meter aja, langit langsung gelap. Biar siang hari bisa lihat bintang-bintang.
Kalau
udara lagi jelek, nggak bawa Ventolin, nggak bawa Salbutamol aja, sudah bahaya.
***

Komentar
Posting Komentar