Dua Pengantin Di Dalam Lemari Kayu Jati......



DUA PENGANTIN 
  DALAM  LEMARI  KAYU JATI
Oleh: Tia Aweni D.Paramitha
          Pintu lemari jati warna coklat tua itu terbuka sendiri. Tadinya kukira karena terkena angin lalu terbuka. Lalu aku rapatkan lagi. Beberapa saat kemudian, hitungan menit, terbuka lagi. “Kenapa sih lemari ini?” batinku, penasaran.
          Jam di dinding kamar menunjukkan pukul 23.45 tengah malam. Malam itu adalah malam Jumat Wage 17 Desember 2010. Walaupun bukan malam jumat kliwon, namun bagi kami orang Komering Ulu, malam jumat wage adalah malam yang suci. Biasanya bila melihat keanehan di malam jumat wage, akan datang kabar baik dari jauh. Pikirku, mungkin usaha suamiku di Paramaribo, Suriname, Amerika Selatan, akan sukses. Sebab suamiku bersama tiga temannya yang lain sedang ritual menarik emas batangan yang dijaga jin di Hutan Peringgon, sebelah selatan Paramaribo. Sementara anak tunggalku, Yanti Sundari sedang studi banding ke Kyoto, Jepang, berkaitan dengan pekerjaannya sebagai ahli elektronik PT.Yomanta Indonesia.
          Malam itu aku sendirian di rumah kami yang senyap di Palm Ganda Asri, Cipanas, Cianjur, Jawa Barat. Tidak jauh dari rumah aktor Agust Melasz di Jalan Tempo Doloe. Rumah yang sekaligus studio musik aktor antagonis yang memilih menyepi di Puncak Pass, wilayah Cipanas, Jawa Barat.
          Aku kembali turun dari tempat tidur dan kembali menutup pintu lemari yang berisi pakaian bekas penghuni lama rumah itu. Yaitu Hanna Umari, 56 tahun, artis penyanyi keroncong yang juga memilih tinggal di daerah pegunungan yang dingin. Penyanyi  bersuara emas itu menjual rumahnya di Tebet Timur Dalam, Jakarta Selatan lalu membeli rumah di Palm Ganda Asri. Karena dia punya dua rumah di daerah Cianjur, maka rumahnya di Palm Ganda Asri dijualnya kepada kami. Tahun 2010 itu kami beli dengan harga Rp 760 juta, kurang sedikit dari satu milyar yang ditawarkannya dulu.
          Kenapa baju-baju milik Hanna Umari itu tidak dibawa pindah ke rumahnya yang lain, aku juga pernah bertanya. Tapi jawabannya, minta dititip dulu di rumahku. Bulan depan dia akan ambil semua barang yang tersisa dan dipindahkan ke rumah barunya. “Bolehkan Bu, enggak keberatan kan jika baju-baju dan lemari tua itu aku tinggal dulu di kamar ibu?” tanyanya.
          Dengan senang hati, aku menerima permintaannya. Apalagi cuma satu lemari. Sebab kamar itu cukup luas, dua lemari pakaianku dan pakaian suami, cukup dapat tempat di kamar ukuran 6X4 meter itu. “Tidak apa Bu, titip selamanya juga boleh kok,” kataku, berbasa basi lebay, sambil tertawa.
          Lemari kayu jati berukiran ornamen keraton Mataram itu, nampak tua dan kusam. Namun ukirannya berseni tinggi. Ukiran yang estetis dan sangat artistik. Jujur saja aku jatuh cinta pada lemari buatan abad ke 18 akhir itu. Lemari antik, klasik dan bermuatan sejarah. Sebab menurut pemiliknya, Hanna Umari, lemari itu bekas lemari Raja Mataram ke lima.
“Lemari kami ini punya nilai jual yang sangat tinggi, ratusan juta kami dapatkan. Sebuah lemari milik Raja Ngayogyakarto Hadiningrat yang dilelang di balai lelang Christie Singapura dan kami yang memangkan lelang itu. Dari Singapura kami naikkan ke kapal dan dibawa ke Jakarta, rumah kami,” cerita Hanna Umari.
          Mungkin karena nilai jual serta nilai historis dari lemari itulah, maka aku berharap Hanna Umari malah titip lama barang tua itu di kamarku. Pikirku aku bisa pamer ke temanku pelukis Cherry Yvonne, yang kolektor barang antik di rumahnya yang sangat nyeni di Jalan Kaliurang, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
          Pertimbanganku, bila Cherry Yvonne ke rumahku, dia akan terkagum pada lemai antik itu. Bahkan dia akan terperangah bahwa aku yang bukan orang seni tapi mengkoleksi lemari yang begitu estetik dan mahal. Memang ada rencana pelukis lulusan ITB Bandung ini akan istirahat di Cipanas, di rumahku, sekalian dia akan melakukan sketsa lapangan di istana Presiden di Bogor. Dia akan pameran ke Argentina dan Brazil di pertengahan tahun 2011 yang akan datang. Lukisan yang dibuatnya menyangkut botani Indonesia, kembang anggrek, kembang bambu dan bunga-bunga langka yang ada di Indonesia. Termasuk bunga bangkai atau bunga Raflesia di Bengkulu. Semua itu akan dilukis langsung di lokasi semua jenis kembang-kembangan itu.
          Saat aku memikirkan nilai seni le mari itu, tiba-tiba dengan cepat lemari yang sudah aku tutup itu terbuka lagi. Brek! Bunyinya, sangat keras membentur pintu dinding benda dari kayu jati itu.
          Aku menghambur ke dekat lemari dan menutupnya. Kali ini bukan hanya merapatkannya, tapi juga mengun cinya dengan kuat. Ada kunci buatan belanda dari kuningan yang kokoh, kuat dan menggigit walau buatan ratusan tahun lalu. Memang Belanda jika membuat barang sekali berkualitas. Bagus dan awet.
          Beberapa menit kemudian, kurang lebih dua menit, tiba-tiba pintu lemari yang sudah terkunci rapat itu terbuka lagi. Bludak! Bunyinya, semakin keras. Lalu, anak kunci terpelanting ke lantai berbunyi nyaris. Bersamaan dengan jatuhnya anak kunci dan terbukanya pintu lemari, tiba-tiba lampu mati. Semua lampu padam dan tak  tersisa sedikitpun cahaya di kamar rumahku. Juaga dari taman sebelah kamarku. Lampu taman semua mati dan keadaan gelap gulita.
          Aku segera meraba-raba, senter enam batere di pojok tempat tidurku. Lampu senter itu dapat kuraih dan aku nyalakan. Nayalanya sangat terang benderang dan aku arahkan sinarnya ke lemari yang misterius. Arkian, aku terkejut dan istigfar cepat. Astagfirullah, teriakku. Lemari antik itu tidak ada lagi di tempatnya, menghilang entah ke mana. Yang tersia hanya ada dua lemari firnitur Italino milikku dan suamiku. Dua lemari moderen yang menyimpan bajuku dan baju-baju serta barang serta dokumen suamiku. “Duh Gusti, ke mana lemari itu?” bisikku, deg degan.
          Tengah malam itu aku menelpon Hanna Umari di Pasir Muncang, Cianjur Timur. Pikirku masa bodo Hanna lagi enak tidur sama suaminya. Yang penting aku harus dapat penjelasan darinya, mengapa lemari itu pintu terbuka sendiri dan belakangan malah hilang. Seperti ada beberapa orang yang membawa keluar dan raib seketika.
          Karena tengah malam, maka Hanna Umari lama tak mengangkat handphone nya di Pasir Muncang. Pasti dia sedang tertiur lelap di Cianjur Timur yang dingin. Wilayah perbukitan sejuk di Sanghiyang Mandalawangi.
          Karena aku terus terusan menelpon, lama kelamaan, ada sekita seperempat jam, Hanna Umari mengakat. Suaranya lemah karena kaget dan baru bangun dari tidur. “Ada apa Bu?” tanyanya. Kok tengah malam gulita menelpon. Setelah aku kabarkan bahwa lemari miliknya itu misterius, pintunya terbuka sendiri beberapa kali dan beberapa saat kemudian lampu mati. Namun, kataku,  setelah disenteri, ternyata lemari miliknya  itu menghilang entah ke mana.
          “Oh iya, kok bisa begitu?” tanya Hanna Umari, nampak penasaran. “Demi Tuhan Bu Hanna Umari, lemari itu hilang enggak tau ke mana. Bagaimana bisa ya hilang tiba-tiba. Siapa yang memindahkan dan siapa yang mengangkat lemari itu,” desisku, terengah-engah.
          “Bagaimana lampumu, apakah sudah menyala lagi?” tanyanya, setengah menekanku. “Hingga sekarang belum menyala, aku menggunakan senter besar untuk melihat lemari itu,” imbuhku.
          “Coba ibu keluar kamar, lihat di ruang tamu, mungkin sudah pindah ke sana,” pintanya, serius. “Kalau pun ada di ruang tamu, siapa yang memindahkan dalam waktu yang begitu cepat, sebuah lemari besar yang begitu berat?” tanyaku, menekannya. “Tolong ibu beranbikan diri ke luar kamar, lihat ke runag tamu, mungkin ada di ruang tamu rumah Ibu,” tambahnya.
          “Baik, aku kan beranikan diri keluar dalam kegelapan ini. Aku akan lihat lemari itu, apakah pindah ke runag tamu,” kataku. Dengan rasa was was dan galau, aku buka kunci pintu kamar dan keluar dengan senter besarku. Dengan perlahan aku berjalan di antara sofa dan vitrase rumah menuju ruang tamu.
          Oh Gusti, ternyata lemari antik itu sudah terpajang di runag tamu. Lemari itu pindah secara gaib dan pindah tempat secara supramistik. Kutelpon lagi Hanna Umari dan kukatakan lemari itu ada di ruang tamu. Tertata rapih di pojok barat rumah dan nampak utuh.
          “Tersui apa yang harus akau lakukan Bu Hanna Umari?” pancingku. “Tenang saja Bu, jangan panik. Ini pekerjaan jin yang menghuni lemari itu. Dia tidak mau lemari itu diletakkan di kamar, dia minta dipindahkan ke ruang tamu,” katanya.
          Hanna bercerita bahwa dulu pernah lemari itu diletakkan di ruang tamu rumah yang kami beli ini. Tetapi penghuni gaib rumah yang menghuni lemari itu minta dipindahkan ke kamar. “Waktu itu kami yang memindahkan, minta bantuan lima orang pekerja kompleks dan diangkat ke kamar. Lemari itu ,minta pindah masuk dalam impianku, kala itu, bukan pindah sendiri. Lha, sekarang kok bisa pindah sendiri secara mistik?” ungkap Hanna Umari, serius dan suaranya lebih segar, sudah lebih kuat dan tajam.
          “Malam ini juga saya ke rumah Ibu deh. Saya cuci muka terus keluarkan mobil dan datang dengan suami saya ke rumah Ibu,” bujuk Bu Hanna Umari, sungguh-sungguh. “Baik Bu, saya tunggu ya, saya takut ni, mana lampu mati pula,” sorongku.
          Sementara menunggu Bu Hanna Umari, aku menelpon suamiku di Paramaribo, Suriname. Di sana masih senja dan tentunya suamiku langsung menangkat telponnya. “Bagaimana keadaan Papa di Paramaribo, sukses mendapatkan apa yang dicari cari?” tanyaku, sebelum aku menceritakan keadaan gaib di rumah kami di Cipanas.
          Dengan sumringah suamiku mengabarkan tentang kesuksesannya. Mereka berempat mendapat emas gaib seberat 90 kilogram dan setelah dibagi dengan pemerintah Suriname, mereka akan bawa pulang emas itu ke Indonesia.
          “Sukses Ma, alhamdulillah sangat sukses, walau kami mendapatkan tantangan yang sangat berat dari Jin Mangroge yang menjaga serta menguasai emas gaib itu,” ungkap suamiku, Kang Tatang Suganda di Suriname.
          “Alhamdulillah Papa dan teman teman sukses di Amerika Selatan. Cepat pulang ya Pa, cepat, Mama sangat takut,” kataku, imfulsif, di luar kesadaranku menceritakan keadaan gelap gulita dan lemari yang pindah sendiri.
          Beberapa saat kemudian mobil Hanna Umari yang distir suaminya, Adityawarman Ginting, masuk ke halaman rumahku. Dia membawa serta dua orang security kompleks yang berhaga di gerbang depan. Yaitu Kang Masrowi Muhtar dan Kang Encep Masduki. Mereka berempat aku sambut dengan senterku dan mereka masuk ke rumah. Hanna langsung mendatangi lemari dan mulutnya berkomat kamit, nampak ritual meminta jin di dalam lemari itu tidak men ggangu aku sebagai penghuni rumah baru.
          Hanna Umari segeraq menelpon duru spritualnya pagi itu. Gurunya itu adalah Mas Istihori dari Banten. Dalam waktu beberapa menit paranormal yang mampu terbang seperti burung itu datang ke rumah kami. Entah bagaimana caranya dia terbang dan langsung tau rumah kami, aku tidak perduli. Namun, Bu Hanna menceritakan bahwa guru kebatinannya itu memang beberapa kali ke rumahnya, saat rumah kami itu masih milik Bu Hanna Umari.
          Mas Istikhori langsung komat kamit memanggil jin penghuni lemari jati itu. Dua jin perempuan keluar dan aku bisa melihat jin itu dengan kasat mata dan jelas melalui senter yang aku nyalakan terus menerus.
          Syahdan, ternyata dua jin permpuan itu minta lemari dipindahkan ke ruang tamu. Kekasih dua jin wanikta itu adalah Syarwani dan Bukhari Arsyam, ikut suamiku ke Suriname. Dan, kata Mas Istihori, dua jina pria itulah yang berhasil sukses mengangkat emas batangan di Paramaribo, Suriname. Suamikupu7n, ditelpon mengakui, bahwa dua jin pria itulah yang mereka bawa ke Suriname dan merekalah yang berhasil bernego dengan jin raksasa penguasa emas-semas di Paramaribo.
          Kini, lemari itu tetap di rumahku. Hingga tahun 2017 ini lemari itu tidak diambil oleh Hanna Umari dan Mas Istikhori memerintahkan agar lemari itu tetap di situ, tak boleh dipindahkan ke tempat lain. Jika dipindahkan, akan ada yang celaka. Bahkan bisa mati misterius karena dicekik dua jin wanita penghuni lemari antik itu. Maka itu, dengan ikhlas, Hanna Umari menitipkan lemari itu sampai waktu yang tidak ditentukan. Beriku pakaian mereka yang lusuh di dalamnya. Yang sudah jadi pakaian milik jin-jin pria dan jin wanita berjumlah empat di dalam lemari.
          Walau aku selalu dikejutkan dengan pintu yang membuka sendiri, bahkan anak tunggalku sempat pingsan karena kaget, namun demi menunjang pekerjaan suamiku menyedot harta gaib bentuk emas batangan, maka aku membiarkan lemari itu di ruang tamu rumahku. Bahka dengan rutin aku memberi empat jin itu makan. Dua jin perempuan memakan bunga kantil dan cempaka. Jin yang lelaki memakan parfum Elizabeth Arden dan Madat Turki serta kemenyan Arab. Dua pasang jin itu adalah dua pasang penganti baru ukuran gaib. Pengantin baru itu ukuran gaib baru seminggu, sementara ukuran dunia nyata, sudah bersama sama selama 100 tahun. Demikian Mas Istihori menggambarkan.****
(Pengalaman mistik Tamara Suhana. Tia Aweni D.Paramitha menulis kisah itu untuk Portal-Mystery. Blogspot.Com)
         

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HAJI BULGANON HASBULLAH AMIR ORANG KAYA RAYA YANG DERMAWAN..

Pengalaman Abang Bulganon Amir Mursyid Spriritual Tangguh Yang Dapat Bisikan Masuk Neraka

Dunia Supramistika Tia Aweni D.Paramitha