Kedatangan Utusan Dari Langit Membawa Berita Baik
DIDATANGI
UTUSAN DARI LANGIT MEMBAWA BERITA BAIK
“Nanti
malam akan datang seorang utusan dari langit yang akan membawa berita baik
untukmu. Jangan kau abaikan utusan itu, walau dia berpenampilan seperti
pengemis, berpakaian lusuh, kotor dan mukanya penuh luka. Beri dia makan enak
seperti makanan mu yang kau sediakan untuk anak-anakmu saat buka puasa nanti.
Kau anjurkan dia mandi di kamar mandi terbaikmu, cuci rambut dan gunakan sabun
terwangi dan sikat gigi dengan pasta terbaik. Setelah itu kau berikan pakaianmu
yang paling engkau sukai dan paling sering kau gunakan saat engkau menghadiri
sebuah pesta resepsi. Ingat, jika engkau abaikan, kabar baik itu akan gugur dan
engkau akan menderita selamanya,” demikian pesan Bunda Ratu Dewi Nilamsari,
kepadaku, saat aku datang ke rumahnya di sebelah makam TPU Mutiara, Parung,
Bogor, Jawa Barat.
Jantungku
berdetak hebat. Saat kata-kata itu disampaikan, hatiku miris. Tiba-tiba datang
rasa gundah gulana, galau dan hati yang tidak menentu. Siapakah yang akan
datang malam hari setelah aku berbuka puasa? Seperti apakah orang yang datang
itu dan kabar baik apa yang akan disampaikannya. Atau, pertanyaan lain,
benar-benar adakah yang akan datang membawa berita. Jika tidak ada yang datang,
apa yang harus saya lakukan. Jika datang betulan, seperti yang digambarkan
Bunda Ratu Dewi Nilamsari, apa pula yang harus aku lengkapi?
Aku
pamit pulang setelah memeluk dan dipeluk oleh Bunda Ratu Nilamsari. Manusia
jelmaan Nyai Ratu Kidul, yang dikenal sebagai penguasa Pantai Selatan tepi
Samudera Hindia. Dari rumahnya aku
memacu mobilku, sedan tua, Toyota Corona
1300 CC menuju rumahku di Cileduk, Kota
Tangerang, Banten.
Dengan
kecepatan rata-rata 50 kilometer per-jam aku keluar dari rumah Bunda Dewi
Nilamsari menuju barat. Dalam perjalanan aku terus melamun, berfantasi
membayangkan siapakah sosok yang akan hnadir di dalam kehidupanku. Benarkah
akan datang seseorang yang menyemar sebagai pengemis. Atau benrakah yang datang
itu pengemis sungguhan. Atau orang biasa
yang berpakaian lusuh seperti pengemis? Batin saya bertanya-tanya, siapa yang
akan datang itu, benarkah adakah yang akan datang atau hanya simbol soimbol
gaib yang biasa diungkapkan oleh seorang paranormal?
Aku
mengambil jalan dari Parung visa Kampung Muncul, Pruumpung dan Serpong. Dari
kawasan BSD, Alam Sutra aku melintasi Pasar Bengkok lalu pulang ke rumahku di
Cileduk Indah Dua.
Belum
sempat mesin mobil aku matikan di depan rumah, anakku Putih Hayati, 13 tahun
menghabur ke arahku. “Mama, mama, ada orang perempuan tua yang mau bertemu Mam.
Pakaiannya lusuh dan dia sekarang duduk di ruang tamu, aku suruh masuk, kasihan
karena dia lemas. Sekarang dia tiduran di sofa Ma!” kata Putih Hayati,
terengah-engah karena berlari.
Aku
segera masuk dan aku dapati ibu-iobu tua umur 90-an tahun terkulai lemah di
sofa warna merah dalam ruang tamuku. Matanya terpejam seperti tidur, mulutnya
terbuka untuk bernafas di mulut dan rambutnya tertutup jiklbab lusuh warna
hitam.
Pikirku,
apa yang dikatakan oleh Bunda Dewi Nilamsari tadi, benar adanya. Ada orang
asing seprti pengemis yang akan datang ke rumah dan kelaparan serta kelelahan.
Aku segera meminta Putih menyiapkan air hangat untuk ibu-ibu itu mandi,
sampo, sabun cair dan sikat gigi baru
dan odol. Dan anak-anakku sudah menyiapkan masakan berbuka, buah-buahan, kolak,
minuman dingin dan kue-kue untuk berbuka. Mereka semua sudah tahu apa yang
harus dilakukan dan semua itu dapat dari beli. Mereka tinggal ambil di rumah
makan dan warung dekat rumah, dan aku tinggal membayar. Namun paling sering aku
meninggalakn uang kepada anak-anakku dan mereka berbelanja dengan uang itu.
Semua sudah rapih dan terhidang baik.
Aku datang tinggal mandi, sembahyang, berdoa lalu buka puasa bersaama
anak-anakku.
Sejak
suamiku meninggal, aku tidak mau menikah lagi. Aku memilih menjadi janda dengan
tiga anak perempuan dan bekerja sebagai EO, Event Organizer untuk pameran produk dan seminar-seminar di
Jakarta Selatan. Jika aku tugas ke luar kota, seperti ke Medan dan Surabaya,
anak-anak bertiga sudah tau apa yang mereka lakukan di rumah. Untuk keamanan
rumah, aku menitipkan mereka kepada Bang rahman, Satpam kompleks yang setiap
malam berkeliling sebagai petugas jaga yang digaji bulanan oleh uang patungan
warga.
Tepat
pukul 17.00 WIB, jam lima sore, ibu-ibu itu dengan perlahan aku bangunkan.
Dengan mudah dia terbangun dan aku mencium tangannya sebagai orang tua. Dia
memberikan tangannya dan semua anak-anakku mencium tangannya. Air hangat yang dimasak Putih Hayati aku
siapkan di bak dan ibu yang belakangan aku tahu bernama Muti Anjani itu aku
minta mandi. Dia masuk ke kamar mandi dan membersihkan dirinya. Dia mencuci
rambut, sikat gigi dan memnyabun tubuhnya dengan seksama dan bersih.
Setelah
keluar kamar mandi dan mengeriungkan rambutnya, aku memberikan pakaian hijab
baru untuknya. Pakaian itu tadinya aku beli untuk bibiku di Palembang. Namun
karena bisa beli lagi yang lain untuk bibi, maka busana itu aku berikan kepada
Ibu Muti Anjani. Busana itu
sangat pas dipakai olehnya. Dia kelihatan cantik dan bersih. Dan yang mengagumkanku,
wajahnya bersinar terang, cerah dan
anggun sekali. Walau sudah berumur tua, namun kecantikannya sangat menawan. Hidungnya mancung, matanya sayu dan
kulitnya kuning langsat. Sosoknya kelihatan
jauh lebih mudah dari umurnya.
Usai sembahyang
ashar, dia saya ajak duduk di sofa dan kami ngbrol. Namun, dia hanya
mendengarkan pertanyaanku tapi tidak menjawab. Dia hanya tersenyum manis dan bicara seperti tidak nyambung. Aku
tanya dari mana, selama ini tinggal di mana dan akan ke mana, dia hanya tersenyum. Diam seribu
bahasa.
Setelah
berulang kali aku tanya dan dia diam, maka aku pamit meninggalkannya di ruang
tamu dan aku ke meja makan untuk membenahi penataan makana berbuka yang kurang. Setel;ah adzan magrib
berbunyi aku jempbut Ibu Muti Aanjani untuk menikmati makan berbuka puasa. Dia
mengambil kurma dan teh hangat yang tersedia. Kami lau bersama-sama menikmati hidangan dan
berucap syukur.
Sebelum
makan nasi, dia pamit untuk wudhu dan sembahyang magrib. Aku dan anak-anak pun
sembahyang magrib. Bu Muti Anjani yang sholat di kamar depan, kamat anak
bungsuku, tiba-tiba raib. Dia menghilang entah ke mana. Kami mencari ke
mana-mana namun tidak bertemu. Kami
mencari ke tetangga, ke warung dan ke rumah makan dekat rumah, namun dia tak ada
lagi.
Aku
lalu segera menelpon Bunda Dewi Nilamsari tentang keadaan ini. Bunda sudah tahu
apa yang akan terjadi. Diakataknnya bahwa Bu Muti A bjani itu makhluk gaib. Dia
datang dari laut Merak. Dia penghuni
Gunung Rakata, anak-anak Krakatau dan kehadirannya hanya untuk memberikan
sesuatu jimat sakti kepadaku. Jimat itu bernama Kayu Baharo, kayu itu
satu-satunya ada di dunia hanya di Pulau Rakata, Selat Sunda. “Kau lihatlah di sela-sela sofa
tempatnya tidur, pasti ada benda berbentuk kayu, ambillah itu untuk kau jadikan
jimat bisnis. Kaua harus keluar dari pekerjaanmu sebagai pekerja orang lainh,
namun harus menjadi sebagai big bos, usahja sendiri dan dengan jimat itu akan maju pesat,” ungkap Bunda Dewi
Nilamsari, kepadaku.
Aku
buru-buru ke sofa merah di ruang depan rumahku. Aku mencari di sela-sela sofa
yang ada bolongan sambungan. Kuraba-rab, memang ada benda berbentuk kayu bulan
panjang ukuran sembilan sentimeter. Aku ambil kayu warna hitam itu dan langsung
aku simpan di dalam lemari pakaianku.
Pada
tenagh malam, saat aku usai semb hayang tahajut, aku ambil kayu itu dan berubah
bentuk. Jika tadinya nberwarna hitam dan bulan panjang, kini menjadi bundar dan
berwarna merah. Beberapa saat kemudian,
saat aku cengkeram kayu itu, terdengar suara gaib dari langit-langit
rumahku. “Susanti, kebutuhan hidupmu
banyak. Anak-anakmu makin besar dan butuh biaya. Kau jangan lagi bekerja tapi harus usaha sendiri
karena engkau punya kemmampuan. Ganti mopbil tuamu dengan mobil baru dan
rumahmu dibangun tingkat serta beli tanah yang banyak,” perintah gaib itu, yang
aku teliti adalah suara Bu Muti Anjani. Ratu Laut Gunung Rakata di Selat Sunda
yang dimaksudkan Bunda Dewi Nilamsari.
Jimat
aku aku genggam. Tiba-tiba muncul keyakinan dan keberanianku untuk bisnis sendiri,
berhenti bekerja di perusahaan lain yang bergajiu kecil. Hidup sudah dan ngap[
ngapan menghidupi tiga anakku. Rumahku yang bocor, reot, harus di renovasi dan
aku haru mengganti mobil toyota tuaku dengan yang baru. Soalnya mobil ini
sering mogok dan menyulitkanku di jalan umum.
Setelah
beberapa bulan aku bertemu gaib Gunung Rakata, Nyai Muti Anjani, aku memutuskan
berhenti kerja dengan E) besar milik artis Tin Zukiria. Aku berhenti tanpa
pesangonm dan tanpa uang kerohiman. Namun aku telah nekad membuka usaha
sendiri. Selain usaha EO juga, akmu membuka usaha lain seprti cafe-cafe gaul
untuk sasaran anak muda. Usaha itu cepat aku siapkan dan aku pin jam uang dari
bank. Kujaminkan sertifikat rumah dan aku dap;at pinjaman untuk usaha kecil.
Berkat
bantuan Allah Yang Mnaha Pen gasih, cafe ku laku keras dan jadi tempat mangkal
anak-anak muda. Ada live music dan cafe untuk besar. Kini cafeku merambah ke
beberapa temp;at dengan nama beken sebagai cafe moderen dan gaul. Usaha itu
mendatangkan keuntungan besar di luar usahaku sebagai EO. Tiga anak-anakku ikut
serta mengawasi membantu dan aku punya ratusan orang karyawan yang digaji
bulanan.
Aljamdulillah
pada tahun 2017 ini rumahku sudah tinggakt dua. Beli rumah satu lagi di Moderen
land dan be;li tanah bberapa hektar di Lampung Selatan. Mobilku, bukan mobil
tukang mogok toyota corona tua lagi, tapi touyo Furtuner dan Alphard.
Alhamdulillah aku telah dianggap orang, dihargai dan tidak lagi dilecehkan
sebagaimana masih sengsara beberapa tahun lalu. Anbak-anakku tidak algi nunggak
yuran sekoilah dan aku bisa memilihkan mereka sekolah favorit. Walau aku janda
dengan toiga anak, kini aku masuk dalam sosialita, organisasi pengusaha wanita
dan aku akan mencalonkan diri sebagai anggota DPR pada tahun 2019 nanti.
Aku bersujud
syukur kepada Allah yang mencintai kami, memberikan kami rejeki dan kekayaan.
Semua ini tak akan kami dapatkan tanpa kasih sayang Allah Yang Maha Agung.
Bunda Dewi Nilamsari, gaib Nyi Muti A njani, hanya perantara, suatu sosok
pilihan Allah untuk mencapai dan menggapai kami. Kami berempat yang selama ini
hidup hina dina dan biasa dizolimi orang dan dinista tetangga.
Alhamdulillahirrobbilaalamiin. ****
(Kisah hidup Indah
Susanti yang dicatat Tia Aweni D.Paramitha untuk Portal-Mystery.Blogspot.Com

Komentar
Posting Komentar