Mengapa "Ulama Politik" Yang Jelas Memprovokasi Dan Melawan Konstitusi Tidak Ditangkap.
KENAPA ‘ULAMA POLITIK’ YANG MEMPROVOKASI DAN MELAWAN KONSTITUSI KOK TIDAK
DITANGKAP
Hanya di Indonesia saja, nampaknya, orang
orang yang mengatas-namakan ulama bebas memprovokasi umat dan masyarakat,
menghasut, melawan pemerintah serta berbuat suka suka.
Di negeri pusat Islam sendiri - di
Kerajaan Arab Saudi sana - ulama ulama radikal ditangkapi. Bahkan ketika sang
ulama sedang memberikan ceramah dan dakwah di Masjidil Haram, area yang
disucikan muslim sedunia. Atau sedang memberikan khotbah Jumat.
Agustus 2018 lalu, misalnya, Arab Saudi
menahan imam sekaligus khatib terkemuka Masjidil Haram di Makkah, Saleh
al-Tabib, akibat salah satu khotbahnya yang dinilai mengkritik kebijakan
kerajaan.
Penangkapan Sheikh Saleh al-Talib yang
juga seorang hakim di Mekah ini diungkapkan oleh kelompok aktivis ‘Prisoners of
Conscience’ (PoC), yang kerap memantau dan mendokumentasikan penangkapan para
pendakwah dan cendekiawan muslim Saudi.
Dalam pernyataannya pada Minggu
(19/8/2018), PoC mengungkapkan, Sheikh Saleh al-Talib ditangkap setelah
menyampaikan dakwah perihal melawan kejahatan di muka umum.
Seperti dilansir Al-Jazeera, Kamis
(23/8/2018), Talib ditangkap setelah menyampaikan ceramah yang menyebut, Islam
harus melawan godaan-godaan setan dalam lingkup masyarakat, termasuk godaan
berkumpul antara kaum laki-laki dan perempuan di tempat publik.
Talib mengkritik kebijakan kebijakan
kerajaan yang mulai mengizinkan kaum perempuan dan laki-laki berkumpul di
acara-acara publik seperti festival musik dan pertandingan olahraga.
Seperti diketahui, dalam beberapa bulan
terakhir, otoritas Saudi memperingan dan melonggarkan aturan soal kehadiran
wanita dalam acara-acara publik. Selain menggelar konser musik jazz skala
internasional juga membuka dan membangun gedung bioskop.
Yahya Assiri, salah satu aktivis HAM
asal Saudi yang kini berbasis di Inggris, mengatakan kepada Al Jazeera, bahwa
kerajaan Saudi membidik seluruh orang yang dianggap berpengaruh dan bersilang
pendapat dengan pemerintah.
Sebelumnya, ulama terkemuka Arab Saudi
Safar Al-Hawali dan tiga putranya ditangkap hanya beberapa hari setelah
publikasi bukunya, di mana ia mengkritik kebijakan-kebijakan pemerintah Saudi
saat ini, khususnya pemulihan hubungan dengan Amerika Serikat, Uni Emirat Arab
dan rezim Mesir Abdel Fattah Al-Sisi.
Al-Hawali ditangkap pada Kamis Subuh, di
rumahnya di desa Hawala dengan sebuah ambulans yang menunjukkan, otoritas
mengetahui kondisi kesehatan Al-Hawali yang kritis – ia mengalami perdarahan
otak pada 2005 dan masih menderita akibat efek penyakit tersebut– tapi tetap
saja dia dibawa ke penjara.
Di saat yang sama, Saudi juga menangkap
saudara lelaki Al-Hawali, Syaikh Saadallah. Ia dibawa oleh para petugas
bertopeng ke tempat yang tidak diketahui; tak ada kabar apa pun tentangnya
sejak saat itu.
Aparat yang menangkap memisahkan Syaikh
Safar Al-Hawali dari putra-putranya di penjara. Al-Hawali diangkut ke Riyadh,
sementara anak-anaknya dibawa ke Jeddah.
Syaikh Safar Al-Hawali, 68, dalam
bukunya membahas perbedaan internal antara para anggota keluarga Al-Saud yang
berkuasa. Ia juga mengkritik partisipasi Saudi dalam blokade Qatar. Safar Al-Hawali
terkenal sebagai anggota gerakan Sahwah, yang dekat dengan Ikhwanul Muslimin.
Saat Perang Teluk 1991 ia mengejutkan
semua orang dengan keberanian dan retorika menentang intervensi pasukan Amerika
Serikat dan kehadiran mereka di tanah Saudi. Dia juga tidak setuju dengan
pemerintah Raja Fahd - yang berkuasa saat itu - serta institusi-institusi agama
yang dipimpin oleh Syaikh Abd Al-Aziz Bin Baz, yang menebabkannya dipenjara
selama beberapa tahun.
SEJAK MOHAMMED BIN SALMAN menjadi Putra
Mahkota Saudi pada Juni 2017, puluhan imam, aktivis hak-hak perempuan dan
anggota keluarga kerajaan yang berkuasa telah ditahan.
Di antara mereka yang ditangkap adalah
ulama Islam terkemuka Salman al-Awdah, Awad al-Qarni, Farhan al-Malki, Mostafa
Hassan dan Safar al-Hawali.
Al-Awdah dan al-Qarni, yang memiliki
jutaan pengikut di media sosial, ditangkap September lalu dan dituduh memiliki
hubungan dengan Ikhwanul Muslimin, sebuah kelompok yang dinyatakan Arab Saudi
sebagai “organisasi teroris”.
Aparat Arab Saudi juga telah menangkap
dan menahan sheikh garis keras, Nassar al-Omar. Sebuah kelompok pemantau hak
asasi manusia (HAM) Arab Saudi menyebut, ulama terkemuka itu ditangkap di
Mekah.
Nasser al-Omar adalah ulama populer yang
memiliki lebih dari enam juta pengikut di Twitter. Sejak lama dia dipandang
sebagai tokoh penting berpengaruh yang “menyebarluaskan suara tentang tafsir
fundamentalis terhadap Islam”.
Putera mahkota Pangeran Mohamed bin
Salman (MbS) memimpin upaya untuk mengarahkan Saudi kembali kepada apa yang disebutnya
paham Islam moderat.
Akhir tahun lalu, lebih dari 20 ulama dan intelektual ditahan. Di antaranya ulama terkemuka Salman al-Odah dan Awad al-Qarni.
Akhir tahun lalu, lebih dari 20 ulama dan intelektual ditahan. Di antaranya ulama terkemuka Salman al-Odah dan Awad al-Qarni.
Pada umumnya, mereka yang ditahan
dikaitkan dengan Ikhwanul Muslimin, gerakan Islam yang dianggap sebagai
“organisasi teroris” oleh pihak berwenang di Arab Saudi.
KELOMPOK IKHWANUL MUSLIMIN menjadi momok
bagi penguasa di Kerajaan Arab Saudi. Bahkan, pemerintah di negeri kaya minyak
itu tengah membenahi kurikulum pendidikan demi memberantas pengaruh Ikhwanul
Muslimin.
Kementerian Pendidikan Arab Saudi juga
akan memecat siapa pun di sekolah ataupun perguruan tinggi yang terkait dengan
kelompok terlarang itu untuk selanjutnya, pemerintah Arab Saudi akan
mempromosikan Islam moderat sebagaimana rencana putra mahkota Pangeran Muhammad
bin Salman (MbS) yang berambisi memodernkan kerajaan Dinasti al-Saud itu dan
keluar dari kekolotan.
Kebijakan mengikis pengaruh Ikhwanul
Muslimn tidak hanya melalui pelarangan buku-buku di sekolah ataupun
universitas. Pihak-pihak yang bersimpati terhadap Ikhwanul Muslimin ataupun
ideologinya pun akan disingkirkan dari lembaga pendidikan.
Otoritas Arab Saudi telah menempatkan
Ikhwanul Muslimin sebagai organisasi teroris seperti Al-Qaeda ataupun ISIS.
Pangeran 32 tahun itu telah mengambil
langkah-langkah untuk melonggarkan pembatasan kehidupan sosial yang sangat
ketat di Arab Saudi.
Pangeran MBS juga mengurangi peran
polisi syariah, mengizinkan pertunjukan musik di depan umum, serta membolehkan
para perempuan mengemudi.
IKHWANUL MUSLIMIN merupakan organisasi
yang didirikan Hassan al-Banna di Mesir pada 1928. Kelompok politik itu
berkembang di kawasan Timur Tengah dengan mendorong reformasi melalui pemilihan
umum.
Namun, Ikhwanul Muslimin (IM) ditekan di
Mesir, Suriah dan Irak hingga para pengikutnya melarikan diri ke Arab Saudi.
Ternyata beberapa aktivis Ikhwanul Muslimin mampu duduk di jabatan penting di
sektor pendidikan di Arab Saudi.
Di Indonesia, ajaran Ikhwanul Muslimin
banyak diikuti dan disebarkan oleh politisi PKS.
Syaikh Yusuf Qardhawi, cendekiawan
Muslim yang berasal dari Mesir menegaskan bahwa Partai Keadilan (sebelum
berganti menjadi Partai Keadilan Sejahtera) merupakan kepanjangan tangan dari
Ikhwanul Muslimin (IM) di Indonesia.
Pernyataan yang disampaikan pada 2001
itu terlontar sebagai bentuk catatan reflektif Qardhawi, yang di negerinya
dipercaya sebagai seorang ketua majelis fatwa, diungkapkan atas perkembangan
politik Indonesia di awal abad 21.
Bagi Syeikh Qardhawi, PK (atau sekarang
PKS) merupakan garda depan cita Pan-Islamisme di Indonesia.
PKS adalah “copy-paste” dari Ikhwanul Muslimin yang lahir atas realitas politik di Mesir dan Timur-Tengah. Artinya, PKS berpijak di atas Islamisme ala Mesir atau Timur-Tengah. PKS tidak tumbuh dari khasanah Islam Indonesia.
PKS adalah “copy-paste” dari Ikhwanul Muslimin yang lahir atas realitas politik di Mesir dan Timur-Tengah. Artinya, PKS berpijak di atas Islamisme ala Mesir atau Timur-Tengah. PKS tidak tumbuh dari khasanah Islam Indonesia.
PKS bahkan dengan jelas menolak azas
tunggal Pancasila.
Elit PKS sendiri membantah klaim
Qardhawi itu. Anis Matta menjelaskan bahwa PKS bukan kepanjangan IM tetapi
membenarkan bahwa salah satu gerakan yang paling dekat dengan pemikiran Ikhwan
adalah PKS.
Sedangkan Hidayat Nurwahid menjelaskan
bahwa substansi pemikiran lebih penting daripada nama besar Ikhwanul Muslimin.
Artinya, meski ada bantahan bahwa PKS
adalah kepanjangan tangan dari IM, namun ada pengakuan bahwa pemikiran IM
merupakan rujukan penting dan utama PKS.
Jelasnya, PKS melekatkan gagasan
Islamisme pada para pemikir Mesir. Jangan bayangkan pemikiran Islam Indonesia,
seperti Tjokroaminoto, Soekarno, Natsir, Hasyim Asy’ari, Ahmad Dahlan, HAMKA,
atau Agus Salim dikaji serius dalam 'liqo’-liqo’ PKS itu.
Sudah menjadi rahasia umum, ideologi dan
kultur gerakan PKS identik dengan IM. Kekuatan utama PKS (dan juga IM) adalah
kemampuannya melakukan kaderisasi secara berjenjang dari liqo’-liqo’, keluarga,
sampai mendirikan sekolah-sekolah dengan label “Islam Terpadu”. Pendidikan
(Tarbiyah) merupakan kunci penting bagi gerakan ini.
Kelompok-kelompok kecil, ‘ushroh-ushroh’
atau ‘liqo’, yang dimentori oleh seorang 'murobbi' - sebagian besar dari
kalangan mahasiswa dan pelajar - yang rutin mengkaji nilai-nilai pemikiran dan
perjuangan IM. Pemikiran Hasan Al-Banna, Yusuf Al Qardhawi, Sayyid Qutub,
Muhammad Abduh, Jamaludin Al-Afghany dan tokoh-tokoh IM lainnya rutin dikaji
dan ditelaah dalam liqo’-liqo’ itu. Gagasan besarnya adalah Islam yang kaffah
dan terpadu.
Mereka telah menjadi kekuatan politik
yang diperhitungkan di Indonesia. Di kampus-kampus, mereka bermetamorfosis
menjadi Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI).
Meskipun antara KAMMI dan PKS tidak ada
hubungan organisatoris namun hubungan ideologi, kultur, dan kesejarahan sangat
kuat di antara keduanya.
Islam PKS adalah "Islam berwajah
Mesir" yang tengah giat dibersihkan dan diberangus oleh Kerajaan Arab
Saudi - namun diberi ruang lega oleh Indonesia.
PKS dengan ideologi IM, sukses
menangguk suara di Pileg 2019 dengan menunggangi kubu 02 Prabowo yang lugu -
tapi ambisius - demi meraih jabatan presiden, setelah tiga kali gagal
mencalonkan diri. ***

Komentar
Posting Komentar