Hantu Nenek Nenek Bongkok di Gunung Salak...
GAIB
GUNUNG SALAK
Aku dapat petunjuk gaib, diperintahkan ke Gunung Salak. Mula-mula lewat mimpi. Selanjutnya, nenek bongkok datang, berbahasa Rusia
fasih. Yoana Briskov. Asal Moscow, rohnya bersemayam di Gunung Salak, Bogor, Jawa
Barat. Gaib? Ya, jelas ini gaib ginaib. Batinku, berbisik.
“Untuk
apa aku datang ke sana Nek?” tanyaku. “Dengarkanlah perintah ini, cucuku, jangan
coba-coba menyangkal. Pergilah ke sana.
Lihatlah sinar itu,” jawabnya.
Si Nenek lalu mengambil tangan
kananku dan mengajakku keluar rumah. Hal itu terjadi pada Malam Jumat Kliwon,
tanggal 24 Agustus 2012, pukul 01.45 Jumat dinihari.
“Lihatlah ke gunung itu. Di sana ada cahaya
terang kan, garis sinar menuju bulan. Itu adalah tangga gaib, turun dari langit
ke Gunung Salak. Kau akan menemukan seseorang di sana. Orang itu akan
menolongmu keluar dari pernedritaan ini. Bahkan dia akan membantumu dalam soal
kesuksesan hidup. Jangan ditunda lagi, pergilah besok ke sana,” kata Si Nenek, sambil
menatapku mendalam. Matanya sangat tajam dan menukik. Bahkan, nyaris tidak berkedip. Saat aku memalingkan pandangan sejenak, dalam hitungan
detik, Si Nenek tidak kelihatan lagi. Beberapa saat kemudian, menghilang. Raib
entah ke mana.
Rumah tinggalku tidak jauh dari
Gunung Salak. Aku membangun rumah peristirahatan semacam villa di Situ Uncal,
Purwasari, kabupaten Bogor. Saat aku masih bekerja sebagai petinggi perusahaan
dan banyak uang. Karena jarak hanya 15
kilometer dari Gunung Salak, maka gunung berketinggian 3000-an kaki dari
permukaan laut itu, memang jelas
terlihat dari pintu depan rumahku.
Sejak bangkrut, tempat tinggalku di Jakarta aku jual murah karena
terpaksa. Aku diberhentikan oleh
perusahaan oil company McDownie, sebutlah begitu, akibat terus merugi. Jabatanku sebagai manager ditiadakan dan aku diberi
pesangon seadanya.
Setelah tiga tahun menganggur, semua
harta terjual. Baik rumah, tanah, mobil, tabungan emas, semua habis karena
kebutuhan uang mendesak. Istriku yang materialis sampai meninggalkan aku dan
aku hidup sendiri di villa ini yang kusulap menjadi rumah tinggalku.
Tetapi, rumah satu-satunya punyaku
ini, sudah aku agunkan ke Bank. Aku pinjam kredit untuk
usaha batu bata ke Bank Majumandiri. Tapi perusahaan ku bangkrut dan aku nganggur
lagi. Bahkan hidup makin belangsak. Cicilan hutang dan bunga bank tidak
terbayarkan dan Bank akan menyita villa
satu-satunya sisa harta milikku itu. Namun, tidak ada yang bisa aku lakukan
selain pasrah.
Pengadilan perdata telah diputus dan
rumahku akan dieksekusi. Diambil paksa oleh bank Majumandiri dan aku harus angkat
kaki. Tidak ada solusi lain, selain
hengkang dari rumah ini. Ya,
jujurnyalah, aku tidak punya apa-apa lagi. Selain tulang dan daging di
tubuhku ini.
Pada saat gundah gulana, duka perduka, pedih hati seperti itu, datanglah Si Nenek Bongkok
di dalam mimpiku. Kemudian, tanpa diduga dia datang sungguhan di alam nyataku, maujud bahkan memerintahkan aku naik ke Gunung
Salak.
Memang, aku melihat sinar garis lurus
dari Gunung Salak ke langit. Dan sinar itu adalah sinar ginaib. Pertanda jelas
bahwa aku harus masuk ke dalam sinar itu dan menemukan seseorang yang sangat
penting di dalam kehidupanku. Seperti apa yang dikatakan nenek Rusia, Yoana
Briskov.
Hari Jumat Kliwon pagi, aku berangkat
dari rumahku. Usai sembahyang subuh aku membaca doa perjalanan, minta
kesalamatan kepada Allah Azza Wajalla. Mulutku mengucap dengan hati bergetar:
Bismillahi tawakkaltu Allallahi lahaulawalah dan setersunya, untuk melangkah
kaki kanan keluar pintu, bertekad ke puncak Gunung Salak. Apapun yang akan
kuhadapi, aku telah berserah diri, pasrah kepada Tuhanku. Memohon perlindungan,
bantuan, pertolongan-Nya. Tidak tempat terbaik selain kepada diri-Nya aku
bernaung.
Perjalanan hidup dan garis tanganku,
ternyata sangatlah buruk. Tadi ketika kaya, jaya dan berharta melimpah, istriku
Anita Rusdiana, 39 tahun, sangat setia. Uang semua aku serahkan kepadanya dan
dia hidup mewah. Berbelanjan gila-gilaan dari mall ke mall. Bahkan setiap bulan
pergi belanja ke Singapura, Thailand dan Myanmar secara bergantian. Dia
habiskan uang bermilyar rupiah hanya untuk soping. Selain soping juga gila
pesta, hang out, diskotik, dansa dan narkotika. Bila aku menegurnya, dia marah.
Bahkan mengancam cerai dan mengancam akan pergi meninggalkanku, jauh. Bahkan
mengancam akan pergijauh sekali. Akupun jadi diam karena takut. Takut dia pergi
dan takut ditinggalkannya lalu aku hidup sendiri.
Arkian, apa yang aku kuatirkan dan apa yang aku takutkan, ternyata menjadi
kenyataan. Anita Rusdiana memang benar-benar pergi meninggalakn aku. Dia kabur
dengan pengusaha kakap dan menjadi istri ke dua seorang banker itu, lalu
tinggal di Sydney, Australia. Aku kehilangan dia dan aku tidak berusaha untuk
mencarinya lagi. Dulu, bila dia kabur, aku mencari hingga bertemu. Lalu,aku
berlutut di kakinya. Membujuk dan mengemis kepadanya mengharap dia kembali. Dia
lalu kembali dengan catatan-cataan khusus.
Kini, tidak ada modalku lagi untuk
mencarinya. Tidak ada pula modal untuk membawanya pulang. Soalnya, Anita gila uang, gila harta dan gila pesta.
Bila ada uang dan sabu-sabu, barulah dia mau kembali. Itu dulu. Kini, apalah
modalku. Maka itu aku pasrah, ikhlas dan legowo untuk merelakannya pergi.
Bahkan merelakannya dinikahi orang lain. Pria tampan yang kaya raya seprti
Tonny Montana, pemilik 12 bank besar di beberapa Negara itu. Utamanya perusahan perbankan di Australia, Malaysia,
Vietnam, Thailand, Selandia Baru dan Singapura.
Seorang anakku, Nayla Safitri, 5
tahun, dibawanya ke Sydney. Anakku disekolahkan di Australia. Mulanya aku mau
bawa kasus ini ke pengadilan. Aku mau megasuh anakku satu-satunya itu. Tapi dia
bersumpah, tidak rela anaknya tinggal bersamaku. Dia mau membesarkan anaknya
sendiri walau dengan caranya. Anak ditinggal di rumah dengan baby sitter dan
dia pesta pora ke mana-mana. Memang, akibat gila narkotika juga, maka dia tidak
bias hamil lagi dan satu-satunya anak kami itu, menjadi barang yang sangat
berharga buat dirinya.
Bila aku menuntut hak perwalian anak
di peradilan, aku diyakini oleh pengacaraku, akan menang. Sebab bukti-bukti
keterlibatan istriku dengan narkoba sudah ada dan banyak bukti itu. Hakim pasti
akan perfikah kepadaku yang bersih dari narkotika. Sementara dia, akan sangat
berbahaya bagi anak kami itu karena keterlibatannya ke barang terlarang itu.
Hakim pasti akan memutuskan anak ikut denganku karena aku bertanggungjawab
kepada anak itu dan bersih dari narkoba. Tapi sudahlah, aku akan melihat dan
memonitor keadaan ini. Bila memungkinkan, suatu waktu aku akan jemput paksa
anakku dan kubawa kembali ke Indonesia.
Hari itu, saat matahari mencorong di
balik Gunung Salak, aku melangkahkan kakiku naik. Aku ambil jalur barat dan
melintasi semak belukar yang tajam dan tebing-tebing yang terjal. Untunglah aku
mantan penadaki gunung dan punya stamina yang kuat untuk menadaki bukti terjal.
Tidak ada kendala yang berarti ketika aku menanjaki kaki gunung yang penuh onak
dan duri.
Perjalanan naik Gunung Salak
membutuhkan waktu. Bila lelah, aku berhenti sebentar, duduk sambil membuka
botol minuman dan minum. Juga memakan gorengan yang aku beli di Pasar Pagi, Situ Uncal, Purwasari sebelum beranjak ke kaki Gunung Salak.
Setelah memakan waktu berjalan selama
tiga jam, sampailah aku ke Tebing Koral. Tebing gundul bekas tertabrak pesawat
Sukhoi Superjet 100 tanggal 9 Mei 2012. Aku merenung di situ, membayangkan
betapa menderitanya korban pesawat milik Rusia itu beberapa waktu lalu. Pesawat
nahas itu berangkat dari bandara Halim Perdana Kusumah menuju udara Pelabuhan
ratu, ke selatan Jakarta, dalam penerbangan demo Welcome Asia. Sukhoi SSJ-100
itu dikendalikan oleh kapten pilot berpengalaman asal Rusia bernama Alexander
Yablonstev. Penerbangan Demo dan Joy Flight itu mengangkut 50 orang penumpang.
Delapan awak dari Rusia, 42 lainnya adalah pengusaha perusahaan penerbangan,
jurnalis dan pengamat maskapai internasional. Semua penumpang tewas dan tidak
ada satupun yang selamat.
Aku termenung panjang di lokasi
kecelakaan. Kupandangi bukit batu yang tertabrak dan tiba-tiba aku tertidur.
Sementara adzan sholat Jumat aku dengar samar-samar dari mesjid Situ Uncal.
Hari itu aku terpaksa absen sembahyang berjemaah di emsjid, sholat jumat. Aku
akan melakukan sholat zuhur saja di Gunung Salak itu. Ada sumber air di gunung
yang bias aku jadikan air sembahyang. Wudhu ku, akan aku lakukan di sember air
gunung yang sejuk tersebut. Pikirku, Gusti Allah pasti memaklumi keabsenanku
sembahyang Jumat hari itu, karena keadaan. Aku akan menuruti bahkan mengikuti
dengan penasaran perintah gaib Si Nenek Bongkok.
Jam di tanganku menunjukkan angka
12.00 tengah hari dan aku mendengarkan khotbah jumat dari atas gunung. Sayup
seyup terdengar namun aku bias mengetahui kata demi kata dari ustad sang
penghotbah. Usai sembahyang zuhur mataku mengantuk dan aku tertidur di celah
pohon kayu angsana yang roboh. Di dalam tidurku siang itu, aku melihat
pemandangan yang indah sekali. Aku merasa berada di suatu kota yang cantik dan
bersih saat musim semi. Kota itu bernama Moscow, ibukota Rusia di Eropah Timur.
Aku berjabat tangan dengan pria berpakaian
penerbang, seorang kapten pilot bernama Alexander Yablonstev di dadanya.
Pikirku, dialah pilot pesawat Rusia Sukhoi Suiperjet 100 yang nahas menebarak
tebing Gunung Salak, 9 Mei 2012 yang lalu. “Ya, akulah Alex, Alexander
Yablonstev. Aku berada di sini untuk menemui, Tuan Muhamad Fikri Sumantri ,”
katanya, ramah. Baru kali ini aku melihat orang Rusia ramah dan penuh senyum.
Sebab selama ini, di manapun adanya orang Rusia, mereka selalu malas tersenyum.
Muka mereka biasa ditekuk, serius dan tidak ramah.
Namun Mister Alexander Yablonstev
sangat berbeda. Dia sangat baik, ramah dan penuh persahabatan denganku. Setelah
menjabat tangannya, aku terbangun dan sadar bahwa aku berada di Gunung Salak,
bukan di Moscow. Aku terbangun dan segera berdiri. Namun, hari sudah gekap.
Adzan magrib telah terdengar dari antero desa. Aku lalu beranjak menuju air
untuk wudhu. Namun satu sholat yang kulampaui karena tertidur pulas selama lima
jam. Yaitu sholat ashar tidak kujalani dan aku berusaha untuk mengambilnya. Dilakukan
setelah magrib, sebelum isya.
Usai sembahyang magrib, tiba-tiba
bahuku ditepuk dari belakang. Aku mengeluarkan senter kecil dan kusenteri orang
yang menagetkanku itu. Duh Gusti, ternyata Nenek Bongkok, nenek berkulis putih
berambut pirang yang dating ke rumahku secara gaib ginaib semalam. Nenek Yoana
tertawa dan memberikan aku sebuah peti. “Ambillah peti ini dan jadikanlah
isinya sebagai penopanghidupmu,” kata Si Nenek Bongkok, ramah sekali.
“Apa isinya ini Nek?”tanyaku. “Jangan
banyak tanya, bawalah ke rumahmu. Besok kau bisa jadikan uang buat hidupmu.
Jangan dibuka sebloum engkau sampai di rumahmu ya?” desis Si Nenek, lalu
menghilang dalam hitungan detik.
Karena penasaran, aku buru-buru
pulang. Aku turun dalam gelap ke titik awal aku menaiki tebing Gunung Salak.
Setelah turun selama dua jam, aku sampai di desa Situ Uncal dan kembali ke
rumahku.
Dengan mengucap bismillah, aku
membuka peti dari kayu jati itu. Oh Tuhan, terima kasih ya Allah. Isi peti itu
ternyata tumpukan uang dolar Amerika Serikat pecahan seratus dolar. Semuanya
berjumlah seribu lembar. Uang itu berarti jumlahnya seratus ribu dolar.
Aku segera ke Jakarta untuk
menukarkan uang itu ke money changer. Aku ke money changer Expres dan uang itu
uang asli dan laku. Jumlah uang yang aku tukarkan Rp 101 milyar. Uang itu
langsung aku masukkan ke bank dan aku kaya mendadak.
Setelah membeli mobil aku segera
mencari rumah di Tangerang. Sebuah rumah mewah kubeli di Bumi Serpong damai,
tepatnya di kawan elite Alam Sutra. Setelah itu aku berangkat ke Sydney,
Australia untuk menemui anak gadis kecilku. Mereka tinggal di Bondi Beach di
sebuah rumah mewah menghadap ke laut. Anakku Neyla memeluk erat tubuhku sambil
menangis. Dia tidak mau di Sydney lagi dan ingin pulang bersamaku ke Indonesia.
Sementara itu, aku mendapat kabvar
bahwa ibu Neyla, Anita, mantanku, direhabilitasi karena ketergantungan
narkotika. Dia dirawat di rumah sakit ketergantungan obal di Adelede, Aussie.
Anakku tinggal dengan baby sitter asal Indonesia, Siti Zuhro dan Siti juga aku
bawa pulang karena Neyla tidak mau meninggalkan Siti Zuhro sendirian.
Aku lapor polisi setempat untuk
mengambil anakku dan pembantu Neyla. Aku dihubungkan ke rumah sakit bertemu
Anita di sana. Tubuh Anita sudah lemas dan kurus dan dokter bilang mantanku itu
sudah tidak punya harapan hidup. Suaminya tetap bertanggungjawab membiayai dan
mengok Anita. Akuterharu dan menangis di dekat tubuh mantanku yang tergolek tak
berdaya. Kurus kering dan tinggal tulang. Bila diijinkan suaminya, rasanya aku
mau membawa pulang Anita dan merawatnya bersama anakku Neyla. Tapi tim dokter
tidak mengijinkan dan aku terpaksa meninggalkan Anita dalam keadaan seperti
itu. Lima hari stelah itu, aku kembali ke Australia bersama Neyla karena Anita
menghembuskan nafas terakhir. Setelah upacara penguburan yang disaksikan
suaminya, banker kaya itu, Tony Montana, aku dan Neyla kembali ke Tangerang,
Indonesia.
Karena Siti Zuhro sangat mencintai
Neyla anakku, maka aku melamar Siti Zuhro ke orangtuanya ke orantuanya di
Bakahuni, Lampung Selatan. Kami menikah dan kutempatkan pembantu rumah tangga
ini sebagai permaisuriku yang tercinta.
Karena menjadi pembantu di Sydney, Siti Zuhro sangat mahir berbahasa
Inggeris dan dia tidak kagok ketika kuajak masuk di kalangan sosialita. Bergaul
dengan ibu-ibu menteri dan pejabat tinggi negara.
Ketika senggang, aku kembali naik ke
Gunung salak dan berjumpa Nenek Bongkok di Tebing Sukhoi. Demikian nama tebing
bekas tragedi pesawai suhoik itu
dinamakan warga. Nenek Bongkok, Yoanita masih ada di sana dan merestui pernikahanku
dengan Siti Zuhro. “Istrimu orang baik, sayangilah dia. Jangan lihat siapa
latar belakanghoidupnya, tapi lihatlah dia sekarang. Dia bukan hanya cantik,
tapi juga sangat setia kepadamu dan sangat mencintai Neyla anak tunggalmu,”
kata Si Nenek. Demikianlah pesat terakhir nenek, di mana setelah itu, aku tidak
pernah menemukannya lagi. Si Nenek Bongkok, Yoana Briskov, ternyata masih berhubungan, yaitu, nenek
moyangnya dari Kapten Pilot Sukhoi Superjet 100, Mister Alexander Yablonstev.
Terima kasih nenek, terima kasih Tuhanku, Allah Azza Wajalla.******
(Kisah Muhamad Fikri Sumantri yang dicatat YANA YULIANI MALIMPING UNTUK
MYSTERY-RED)

Komentar
Posting Komentar