Kisah Nyata: Terdampar di Pulau Hantu....


 TERDAMPAR
 DI PULAU Hantu
          Setelah menganggur selama sepuluh hari di Seoul, Korea Selatan, alhamdulillah, akhirnya aku dipanggil untuk bekerja di Kapal Ferry Sewol, sebuah kapal angkutan umum untuk penumpang wisata milik perusahaan transportasi air Janghong, Nam Dae Mon, Korea Selatan, sebutlah begitu. Pada saat aku masih bekerja di Hotel Lotte Seoul, aku sudah melamar di kapal itu. Sebab, kontrak kerjaku di Hotel Lotte, akan habis tiga bulan lagi ke depan. Dan, aku sudah mendengar kabar bahwa kontrak kerjaku itu tidak akan diperpanjang. Kebijakan pimpinan hotel, telah aku dengar akan mengurangi pekerja asal Asia Tenggara yang sudah lama bekerja sebagai juru masak dan bagian kichen di situ.
 Lamaran kerja yang sudah aku kirimkan tiga bulan yang lalu, baru sekarang direspons perusahaan dan aku diterima setelah menjalani beberapa jenis test. Mulai dari test kesehatan, test keahlian dan psikologi. Namun, kata HRD, human resort departemen, kepala personalia perusahaan yang membawahi Kapal Ferry Sewol, semua posisi pekerjaan di kapal sudah penuh. Belum ada tempat yang lowong yang sesuai dengan bidang keahlianku. Namun, katanya, jika aku mau, aku bisa di tempatkan sebagai pelayan di restorasi. Bukan bidang keahlianku, namun gajinya hampir sama.
Karena aku sangat membutuhkan pekerjaan itu, maka aku pun menerima pekerjaan itu dan tanda tangan kerja. Aku membutuhkan banyak uang. Ibunda ku di Palembang, Sumatera Selatan, sedang sakit keras dan membutuhkan banyak biaya. Terakhir, ibuku dirawat di rumah sakit Charitas, Jalan Sudirman, Pelembang dan ayahku meminta aku mentransfer sejumlah uang untuk biaya rumah sakit yang dibutuhkan. Aku telah mentransfer hampir semua saldo tabunganku di bank ke rekening ayahku. Bahkan terakhir, aku nyaris tidak punya uang sama sekali. 
 Karena ada lima orang perempuan yang keluar, pindah pekerjaan ke Eropa, aku lalu dipanggil bersama empat wanita lain. Dua dari Filipina, satu dari Thailand, satu dari Myanmar dan satu lagi aku, dari Indonesia. Empat perempuan Asean lain ditempatkan di restoran Nam Gae Ming, sebagai pelayan dan sebagian dari mereka menjadi juru masak di restorasi itu, sedangkan aku, ditempatkan di bagian kebersihan. Ya,  aku, dapat pekerjaan yang paling tidak enak. Tapi, daripada nganggur, aku jalani saja pekerjaan tersebut. Yang penting mendapatkan gaji.
Walau gaji sedikit di bawah standar, pikirku, enggak apalah, ya,  daripada aku menganggur terlalu lama, maka aku terima saja pekerjaan itu. Aku menjadi klasi, pekerja pembersih lantai kapal dan kamar-kamar di kapal ini. Kapal ini amengangkut penumpang dengan berdasarkan sewa menyewa, dari beberapa kota di Korea Selatan. Transportasi  antar pulau ke pulau kecil di Korea dan Laut Jepang. Angkutan ini, katakanlah, jadi semacam kapal wisata, yang bermuatan 600 penumpang dan tiga ton barang.
Setelah setahun aku bekerja di Kapal Ferry Sewol, bulan lalu, di luar dugaan, kapal ini tenggelam di perairan utara Pulau  Byeongpung. Atau sekitar 470 kilometer dari Seoul, Korea Selatan. Saat itu Sewol mengangkut 425 pelajar Sekolah Menengah Atas  Danweon di Ansan, dekat Seoul. Hampir semua penumpang tewas, hanya sebagian kecil yang selamat. Termasuk kami para pekerja kapal.
Bersama para pelajar, aku terjebak di lantai tengah Kapal Ferry Seoul. Badanku terjepit di antara skoci dan pintu kantin. Kapal oleng dan dengan cepat terbalik dan tenggelam. Jantungku berdetak hebat dan nafasku tersengal ketika sadar diriku berada di dalam air laut. Aku melihat ratusan pelajar yang terjebak di dalam air. Aku berusaha mau menyelamatkan diri, namun tidak tahu di mana jalan ke luar ke permukaan laut. Tubuhku terjebak dalam kantin dan tertimpa meja besi. Panik, cemas, takut dan gulana, itulah perasaanku di dalam tragedi mengerikan itu.
Kapal Ferry Sewol berangkat dari Kota Incheon menuju Pulau Jeju. Para pelajar SMA Danweon yang berjumlah sekitar empat ratusan ini bertujuan wisata ke Pulau Jeju. Sebuah pulau yang indah di perairan Korea Selatan yang sangat populer di dunia. Begitu juga dengan kalangan siswa di Korea Selatan dan Jepang.  Pulau terpencil berluas 1,8 juta meter per-segi yang dipenuhi oleh bunga kuning. Kembang Matahari  yang disebut yellow flowers.  Selain bersantai, di Pulau Jeju juga para siswa  juga belajar banyak hal tentang kehidupan biota laut, ilmu kimia  dan dunia tetumbuhan dan juga sejarah. Pulau yang pernah diduduki Jepang yang dimenangkan Korea Selatan setelah PBB campur tangan. Karena berebut pulau inilah maka hubungan antara Korea Selatan dan Jepang pernah bersitegang dan nyaris perang besar.
Pelayaran mulanya sangat mulus. Laut tenang dan angin sepoi sepoi bertiup menyegarkan laut. Namun sayang, situasi kondisi yang nyaman tiba tiba berubah total. Angin yang tenang menjadi bergolak menghujam laut. Laut pun, akhirnya  bergelombang besar, lalu menjadi kan penumpuang semua bernasib malang. Ya nasib buruk  yang tiba-tiba pula menyergap kami semua. Baik pelajar maupun kami awak kapal. Karena angin kencang dari barat, tiba-tiba datang dan kapal sulit dikendalikan dan berbelok 45 derajat lalu terbalik. Setelah itu, dalam hitungan detik, kapal langsung langsung karam. Suara teriakan menggema, pekikan, jeritan para pelajar yang ketakutan menghadapi kenyataan mengerikan ini, langsung berakhir tertutup air laut yang masuk buritan kapal.
 Bagi yang duduk di atas, sebagian bisa melompat ke permukaan laut, terutama yang bisa berenang. Mereka lah yang kebanyakan selamat dan dapat menyelamatkan diri. Sedangkan yang duduk di bawah dan di tengah, sulit sekali untuk keluar dari badan kapal.
Tapi, yang melompat, belakangan aku ketahui terhisap air tarikan kapal. Sebab daya hisap kapal besar itu sangat kencang akibat kapal yang tenggelam ke dasar laut yang begitu cepat. Maka itu,  semua yang lompat dan tidak sempat menjauh, terhisap kapal lalu mengikuti kapal berbobot ribuan ton itu ke dasar laut.
Aku bersyukur, pada saat aku terjepit, aku masih  ingat akan zikrullah. Aku terus berzikir, berserah diri kepada Allah Azza Wajalla. Aku mengucapkan zikir tanpa henti, hampir 99 asma Allah aku sebut dan aku memohon pertolongan Tuhanku Yang Agung.
Berkat bantuan Allah, Tuhanku Yang Maha Pengasih dan Penyayang, tiba-tiba, tangan ku mendapatkan kekuatan yang dahsyat untuk menarik meja yang menekan ku dan aku bisa terbebas dari tekanan itu. Tubuhku bisa bergerak ke arah sinar di bagian kapal dan aku keluar ke permukaan laut. Nafasku terengah-engah dan aku begitu kelelahan. Dalam keadaan lemas itu, aku pingsan dan tidak ingat apa-apa lagi. Tapi tubuhku mengambang di permukaan laut dan terseret satu  kilometer ke tengah laut.
Arkian, setelah angin berubah arah, akhirnya aku terbawa arus lalu terdampar di tepi Pulau Jeju, pulau yang menjadi tujuan para pelajar di dalam kapal Sewol itu. Tubuhku diangkat oleh seorang nelayan muslim, yang kebetulan berasal dari Bangladesh yang sudah turun temurun di Pulau Jeju. Bahkan, Amir Khan, yang membantuku itu, adalah pengurus mesjid di Kampung Moslem di Pulau Jeju, yang sudah menjadi warga negara Korea Selatan. Belakangan kuketahui bahwa di Pulau Jeju yang indah itu, ada ratusan pemeluk agama Islam yang berasal dari Pakistan, Bangladesh, Malaysia dan Indonesia.
Amir Khan bersama istrinya Bunda Zamayah, menolong aku, memberi makan dan obat-obatan hingga akhirnya kesehatan ku pulih kembali. Setelah aku sehat, Amir Khan menceritakan apa yang dilihatnya saat aku mengambang, pingsan di permukaan laut, di Pantai Senjoau, Pulau Jeju itu. Kata Amir, ada seorang perempuan setengah baya yang mendorong aku, membimbing tubuhku ke pinggir dan dia yang memikul aku sejak posisi tubuhku masih mengapung di tengah laut. Amir Khan baru terjun ke laut setelah wanita itu minta tolong kepadanya untuk mengangkat tubuh ku ke darat. Setelah Amir Khan mengangkat tubuhku ke darat, subhanallah, ternyata perempuan itu menghilang entah ke mana. Seperti terbang ke langit. “Saya yakin wanita itu seorang malaikat yang menyelamatkan dirimu saa terkena musibah tenggelamnya kapal Sewol itu,” desis Amir Khan. “Malaikat perempuan yang menolong ummatnya yang sedang menderita dan terancam mati,” tambahnya lagi.
Testimoni atau kesaksian Amir Khan ini menjadi heboh di tengah ratusan ribu penduduk pulau Jeju. Koran setempat, televisi lokal ramai memberitakan dan aku menjadi topik panas, hot issues di media setempat. Aku diwawancarai dan disumbang banyak orang, terutama ratusan warga muslim di Pulau Jeju, setelah mengetahui aku seorang muslimah asal Indonesia. Tapi, aku risih juga diliput banyak media Pulau Jeju. Namun beruntung, media di luar itu tidak merespons hingga aku selamat dari incaran media lain, termasuk koran dan televisi Indonesia.
Ayahku, kakak-kakakku dan keluarga besarku di Palembang panik. Semua mengira aku sudah tewas dalam tragedi tenggelamnya Kapal Ferry Sewol itu. Mereka semua sudah tahu aku bekerja di Kapal Ferry Sewol dan mereka semua mencari tahu ke kedutaan Indonesia di Seoul, apakah aku dapat selamat ataukah aku ikut tenggelam berasama kapal wisata itu. Namun, kedutaan kita tidak dapat mengetahui karena data pribadiku, belum masuk ke kedutaan. Namaku tertera di kedutaan hanya sebagai pegawai kontrak Hotel Lotte, bukan pegawai kontrak di kapal Ferry Sewol. Karena mendadak ketika baru bekerja, aku belum sempat ke kedutaan dan melaporkan hal kepindahanku ini. Untuk itu, aku meminta maaf sebesar-besarkan kepada pihak kedutaan Indonesia di Seoul. Pihak kedutaan datang ke Pulau Jeju menjemput aku dan akupun di bawah pengawasan kedutaan. Karena aku menolak dibawa ke Seoul, maka aku tetap diperkenankan tinggal di Pulau Jeju bersama keluarga Amir Khan dan aku di bawah perhatian kedutaan Indonesia di Jeju. Klaim asuransi internasional akhirnya keluar dan aku mendapatkan santunan besar, yang sebagian santunan klaim asuransi itu aku kirim ke ayahku dan sebagian lagi membantu perbaikan mesjid yang dikelola oleh keluarga Amir Khan di  Harubang, Pulau Jeju.
Persitiwa tenggelamnya kapal ferry Sewol itu aku ingat betul, terjadi pada hari Rabu, 16 April 2014 siang. Persitiwa tenggelamnya kapal terjadi di perairan Pulau Byeongpung. Namun, ajaibnya, aku terseret puluhan kilometer hingga terdampar di Pulau Jeju.
Kini aku tetap bermukim di Pulau Jeju. Namun aku sudah beberapa kali pulang untuk menengok ibuku di Palembang, yang tengah dirawat di rumah sakit Charitas. Bahkan belakangan, kesehatan ibuku membaik dan ibu telah hidup normal di rumah kami di 7 Ulu Darat, Palembang Hilir.
Berkat bantuan keluarga Amir Khan, aku bisa membuka usaha rumah penginapan kecil di Harubang, Pulau Jeju. Di tepai laut dan di antara bunga matahari yang menguning, aku membuka hotel kecil kelas melati, yang ditujukan khusus untuk turis-turis asal Asia Tenggara. Tamu hotelku lumayan banyak, terutama yang datang dari Malaysia, Filipina, Thailand,Myanmar, Vietnam dan Indonesia sendiri. Namun yang paling menggembirakan, tamuku dari Brunai Drasusallam. Yang setelah ngobrol denganku, dia ikut investasi bersamaku untuk membangun hotel yang lebih permanent di pulau Jeju. Kami sedang membangun hotel yang dimaksud dan keluarga Brunai ini mempertaruhkan uang besarnya untuk proyek yang diyakininya punya prospek bagus di masa depan.
Setelah sekian bulan setelah peristiwa tenggelamnya Kapal Sewol, aku berusaha mencari tahu tentang Malaikat yang menyelamatkan diriku itu. Wanita setengah tua yang dilihat dengan kasatmata dan jelas sekali oleh Amir Khan, saat menggiring tubuhku ke dekat darat. Aku pun melakukan sembahyang istiqoroh, meminta petunjuk Allah Azza Wajalla, tentang siapa orang yang menyelamatkan diriku itu. Seorang kiyai asal Korea Selatan pun, yang datang ke Pulau jeju, aku tanyai. Kiayi besar mualaf ini adalah profesor Kim Dae Young. Beliau adalah Direktur Federasi Muslim Korea, KMF, yang sering memberikan ceramah agama Islam di Pulau Jeju.
Karena kemampuan supranatural Kiyai Haji Kim Dae Young, maka diketahuilah makhluk gaib yang menyelamatkan aku. Malaikat perempuan yang menyelamatkan diriku ternyata nenekku dari ayah. Nenek yang sudah lama meninggal dan arwahnya bangkit begitu mengetahui aku dalam bahaya. Dari alam marshal, dia datang dalam hitungan detik dan mendorong tubuhku ke Pulau Jeju.
Apa iya sih? Tanyaku. “Jika kau mau membuktikan, kaua bacakan Al Fatihah setiap usai sholat untuk nenekmu. Namanya siapa dan sebut sebelum surat ummul Qur’an itu dibaca,” desis Kiyai Haji Kim, kepadaku. Setelah itu aku mengirim surat itu untuk nenek ku setiap usai sholat. Alhamdulillah, pada malam jumat pukul 24.00, nenekku datang dan aku mencium kakinya. Nenek yang aku kenal betul wajahnya, benar-benar hadir di depanku dan memberitahukan, bahwa dialah yang menyeret tubuhku sejak dari kapal Sewol hingga ke pantai Pulau Jeju.
Apa yang dikatakan Kiyai Kim, benar adanya. Ternyata nenek kandungku lah yang maujud menyelamatkan aku dalam tragedi mengerikan tenggelamnya kapal ferry Sewol itu. Setelah berpelukan dan aku diciumi akan mencium nenekku, nenek pamit pergi, tebang dari Pulau Jeju menuju alamnya, alam ayunan rahman keluasaan Allah Azza Wajalla.
Kini, setiap habis sholat, aku mengirimkan bacaan surat Al Fatihah untuk banyak orang, kepada Rasulku Muhamad SAW, kepada nabi-nabi, kepada para aulia, wali juga kepada keluarga besarku. Lalu,  aku kirim secara khusus dan berulang  untuk nenekku, Halimah Sakdiyah, ibu dari ayahku yang sudah meninggal 19 tahun yang lalu. Nenek yang sangat sayang kepadaku sejak aku kecil. Nenek yang mengasuhku sejak bayi, mengurusku dan membesarkanku di Palembang. Karena semangat dan kekuatan cintanya, maka walau dia sudah   lama wafat, tapi nenekku masih bisa menolong aku. Semua itu berkata rdho Allah dan kekuasaan Allah Yang Maha Besar. Alhamdulillah.*****
(Kisah yang dilamai Artalita Suryana. Tia Aweni D.Paramitha menulis untuk portal-mystery.blogspot.com



Komentar

Postingan populer dari blog ini

HAJI BULGANON HASBULLAH AMIR ORANG KAYA RAYA YANG DERMAWAN..

Pengalaman Abang Bulganon Amir Mursyid Spriritual Tangguh Yang Dapat Bisikan Masuk Neraka

Dunia Supramistika Tia Aweni D.Paramitha