Peristiwa Menggetarkan Saat Aku Naik ke Kapal Hantu...



KAPAL HANTU
            Pukul 17.50 aku naik ke dak kapal. Nama kapal yang sangat mewah itu, Blue Ocean Oveltande. Peristiwa Itu terjadi pada hari Kamis Wage, 19 Juni 2014. Malam harinya, adalah Malam Jumat Kliwon, tanggal 20 Juni 2014 pukul 01.00 WIT, di dermaga Padang Bay,  kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, Bali Timur.
Betapa hatiku begitu berbunga-bunga melihat interior kapal yang begitu indah. Penuh Kristal, lampu emas dan dinding dasar platina. Kapal itu layaknya hotel berbintang lima. Fasilitasnya pun, fasilitas hotel bintang lima. Penumpangnya, rata-rata pasangan tua yang kaya raya. Atau, paling tidak, orang tua para jutawan dunia yang menikmati sisa umur dan sisa hidup mereka, bersenang-senang di kapal yang ada kolam renang besar, rumah musik, arena bilyar dan lapangan golf mini hole.
 Dengan satu tas ransel besar, aku ikut berangkat dengan kapal pesiar itu ke Amsterdam, Nederland. Kapal itu adalah kapal milik Ronalde van Groningen, Raja Kapal Eropa Barat yang memilih jalur pelayaran  dari Belanda ke Asia Tenggara dan sebaliknya.  Sementara kapal pesiar milik Ronalde yang lain, Blue Ocean Hilversum, ambil rute, Rotterdam-Rio de Jeneiro, Brasil, Amerika Selatan. Ada pula dari Oslo, Norwegia ke kutub Utara dan Afrika Selatan.  Semua itu aku ketahui dari booklet yang aku terima. Dengan modal uang Rp 50 juta, aku bertualang ikut kapal pesiar tujuan Belanda dana bertemu mantan kekasihku, Dharma Niar yang bekerja di Amsterdam.
Sudah dua tahun aku menduda di Bali. Aku membuka sanggar lukisan potret dan seni kerajinan dekoratif Bali di jalan Dipenegoro, Gambuh, Denpasar. Istriku meninggal dunia akibat sakit jantung koroner. Setelah operasi bypass di Rumah Sakit Sangla, Denpasar, sukses, tapi istriku wafat dua bulan setelah itu.
Perkawinanku dengan Widasmara, asal Neglasari, Banyuwangi ini, tidak memperoleh keturunan. Aku menderita gangguan kesehatan sperma sehingga tidak membuahkan keturunan buat Widasmara. Kematian Widasmara membuat aku seperti kehilangan kepercayaan diri. Selama ini istrikulah yang mengelola galeri, sanggar seni kami yang akhirnya laku keras. Widasmara sangat pandai membina pelanggan dank arena kecerdasannya, maka usaha kami maju pesat.
Sebagai seniman, aku hanya bisa mengerjakan seni kriya, patung ukiran dari kayu bentuk dekoratif khas Bali. Juga membuat sourvenir kecil ukiran berbentuk boneka kecil untuk yang harga murah. Sementara yang harga tinggi adalah lukisan potret, dan aku langsung memotret pelanggan, melukis secara langsung dengan kanvas dan cat minyak. Juga menggunakan pastel warna dan kertas kartun belkebes.
Dari usaha sanggar itu, kami bisa beli tanah di Bedugul dan membangun rumah di Danau Buyan. Walau tanpa anak, kami hidup cukup bahagia dan sejahtera. Setiap hari kami membuka sanggar, kecuali di saat Haru Raya Nyepi. Walau kami bukan beragama Hindu Dharma, tapi usaha kami tutup dan kami berdiam diri ikut nyepi di rumah kami di danau Buyan.
Di tengah kebahagiaan kami yang begitu sumringah, tiba-tiba istriku meninggal. Setelah kami keluarkan uang banyak hingga Rp 500 juta untuk operasi jantung, dengan tujuan agar istriku sehat kembali. Namun, apa yang aku harapkan berbeda dengan takdir Tuhan. Allah Azza Wajalla mengambil nyawa istri dan aku sangat menderita batin sepeninggal dirinya. Akhirnya, usahaku aku jual ke orang lain dan aku bertualang sebgaia seniman jalanan di Denpasar. Selain melukis tepi jalan, aku juga main music di emperan, mengamen untuk sekadar mendapatkan uang makan diriku sendiri.
Mertuaku dari Banyuwangi datang. Mereka prihatin kepadaku dan meminta agar aku kuat walau tanpa anak mereka, Widasmara. Bahkan, Papa Hendro Sujono, mertuaku, meminta aku tinggal di Neglasari, Banyuwangi, dan membuka usaha galeri di kota kecil itu.Tapi, aku sudah patah arang. kepergian Widasmara bener-benar menyisahkan luka yang dalam pada batinku. Sehingga aku jadi putus asa dan kurang berselera untuk usaha lagi.
Suatu malam, Malam Anggara Kasih, Selasa Kliwon, aku menemukan booklet atau brosur tentang kapal pesiar yang akan sandar di Padang Bay, Manggis, Bali Timur, akan menuju Amsterdam, Belanda. Aku tersentak melihat brosur itu dan langsung tertarik sekali untuk ikut berangkat. Sementara parportku sudah ada. Tinggal mengurus visa di konjen Belanda di Bali atau di kedutaan Belanda di Jakarta.
Brosur itu aku simpan baik-baik dan aku pulang ke rumah sepi kami di Danau Buyan. Kepada foto Widasmara aku berkata, memohon ijin untuk menjual rumah dan meninggalkan Bali untuk bertarung hidup di Amsterdam, Belanda. Rasanya, foto istriku tersenyum dan aku dijinkannya pergi.
Dengan cepat rumahku terjual. Banyak peminat yang ingin punya rumah di danau terindah di Bali itu. Uang penjualan rumah aku masukkan ke rekening bank BCA ku dan aku berkemas untuk berangkat dengan kapal mewah yang sudah sandar di pelabuhan Padang Bay.
Kini, aku sudah berada di dalam kapal dan mesin kapal sudah mengeras pertanda kapal pesiar itu akan berangkat. Sirine pun berbunyi dan aku sudah mendapatkan kamar di lantai tiga paling belakang kiri. Kamar indah dengan kasur empuk, kamar mandi bersih asri, seprei bagus dan menggunakan pendingin runag sekaligus ada pula hitter, mesin pemanas kamar. Sementara kulkas penug buah, makann kecil dan bebas menikmati, tinggal hitung-hitungan di keesokan harinya. Sementara televisi channel dunia ada di kamar. Mau nonton acara apapun, seperti film, siaran langsung bola liga Eropa, Amerika Latin, ada di situ.
Pukul 20.45 waktu Indonesia Bagian Tengah, kapal berangkat. Blue Ocean warna hitam itu melintasi Selat Lombok, lalu ke barat memasuki Samudera Hindia dengan kecepatan 49 knot per-jam.
Pada hari Sabtu Legi, 21 Juni 2014, kapal melintasi Pelabuhan Ratu, Sukabumi, Jawa Barat. Selanjutnya menuju Ujung Kulon dan masuk ke Maladewa. Di Maladewa sandar sehari, lalu lanjur ke Madagaskar, Mali, Timur Tengah dan Eropa Barat. Sesampainya di Yunani, berhenti dua hari dan kami turun semua, jalan-jalan di Kota Athena, Yunani. Setelah itu,kapal Blue Ocean pergi ke Italia, Pulau Gualama Sisilia, dan menginap semalam. Setelah itu menuju Inggeris, sandar di Liverpool. Kami semua turun di pelabuhan Albert Dock, Liverpool, Inggeris dan menonton pertandingan sepakbola anatar Liverpool melawan Derby Bounty di stadion Anfield.
Aku baru teringat tentang kapal pesiar mewah tahun 1900-an awal, yaitu Titanic yang tenggelam saat berangkat dari Southampton, Inggeris menuju New York, Amerika Serikat. Sebelum sampai di Amerika, kapal RMS Titanic menabrak karang es dan pecah lalu tenggelam di Samudera Atlantik Utara, pada tanggal 14 April 1912 pukul 23.15 waktu setempat. Mayoritas penumpang RMS Titanic adalah warga Lipervool yang kebanyakan berasal dari Irlandia Utara. Tokoh utama dalam film Titanic, Jack, yang diperankan oleh Leonardo di Caprio, juga berasal dari Irlandia Utara dan bermukim di Liverpool.
Setelah dua hari di Liverpool, aku naik kapal lagi. Kamar yang sama, lantai yang sama dan semuanya sama. Tapi, arkian, rupanya kapal Blue Ocean sudah berubah menjadi kapal Titanic dan kamia masuk lorong waktu, 10 April 1992, saat kapal Titanic berangkat ke Amerika Serikat melintasi Samudera Atlantik Utara.
 Kapal itu bukan berlayar ke Amsterdam, Belanda yang sudah dekat, namun pergi ke Samudera Atlantik menuju New York. Kapal Blue Ocean tertutup kabut dan aku salah masuk, kejeblos di dalam kapal hantu, yaitu, kapal buatan Hartland dan Wolff dari Belfas, Irlandia Utara itu. Kapal yang dikatakan pemiliknya dengan sebutan The Unsinkable, artinya “mustahil tenggelam”.
Kapal hantu terus melaju meninggalkan Southhampton dan Liverpool, Inggeris, masuk ke perairan Samudera Atlantik menuju Amerika Serikat. Aku mau protes kepada kapten kapal, tetapi semuanya sudah menjadi hantu. mereka semua berbentuk zombie yang menyeramkan. Hitung mereka bolong, mata terjuntai ke pipi, mulut dower berdarah dan tangannya terpotong-potong. Duh Gusti, aku telah salah masuk kapal, yang ternyata kapal hantu. Aku tidak tahu dengan penumpang lain, apakah mereka bernasib sama denganku atau tidak. Namun hal itu tidak aku perdulikan. Sekarang, yang penting bagaimana aku menyelamatkan diri. Keluar dari kesulitan itu. Mau terjun, di bawah air dingin, banyak salju dan bongkahan es. pastilah aku mati kedinginan. Ukuran thermometer udara kuperkirakan 10 derajat di bawah nol. Terjun ke air, tidak mungkin, terus di kapan, ke mana jalannya kapal ini. Okelah jika sampai New York, tinggal cari teman di kota itu. Walau tujuanku ke Amsterdam dan sudah ditunggu oleh mantan pacarku Dharma Niar di apartemennya di Amsterdam, yang akan mencarikan aku pekerjaan selama di kota itu.
Kapal terus melaju. Penumpang di dalam kapal itu berjumlah 2.224 orang. terdiri dari pria dan winita dewasa, anak-anak, nenek-nenk, kakek-kakek dari segala macam ras. Ada Arab, Jepang, China dan kebanyakan orang Inggeris, Irlandia,  Irlandia Utara serta Belgia.
Seakan kembali pada tanggal 14 April 1992,  pukul 23.00  kapal menabrak gunung es. Air bah cepat masuk dan kapal terpecah. Skoci yang berjumlah 1.178 unit, hanya menampung sepertiga dari keseluruhan jumlah penumpang. Yang masuk skoci hanya kalangan orang kaya, kaum borjuis dan kaum bangsawan asal Inggeris saja. Orang miskin seperti aku, tidak mendapatkan jatah skoci. Bahkan pintu menuju skoci digembok dan ribuan orang mati karena lemas oleh serbuan air bah.
Pada pukul 02.45 dinihari, kapal tenggelam semua dan ribuan orang mati. Sementara yang selamta hanya ratusan orang saja yang mendapatkan skoci dan dijemput oleh kapal penyelamat yang mendekat lokasi musibah Titanic.
Aku berada di dasar laut dan bertahan untuk tetap hidup. Tapi tubuhku sudah lemas dan aku terancam mati. Namun, beberapa saat kemudian, aku merasakan ada tangan kokoh, kuat dan besar menyelamatkan aku. Tubuhku ditarik ke permukaan air Samudera Atralntik Utara dan aku mengambang. Saat aku terapung, aku sudah tidak ingat apa-apalagi dan setalh sadar aku dikerubuti oleh kru kapal dan penumpang Blue Ocean di dermaga Albert Cook, Liverpool, Inggris. Lha, kok aku di Inggeris lagi? Tanyaku, dalam hati.
Semua kru kapal berikut kapten kapal, Johnny Casanova, menyebut bahwa aku tertidur di gudang pelabuhan dan tak sadarklan diri. Rupanya, semua warga pelabuhan itu, petugas keamaanan juga tahu, bahwa aku masuk ke kapal hantu. Kapal Hantu Titanic yang sering meminta korban di pelabuhan Albert Cook.
“Bapak telah terjebak di kapal hantu. Seharusnya bapak masuk ke kapal Blue Ocean ini, tapi sayang, bapak salah alamat. Masuk ke kapal siluman, kapal Hantun Titanic yang memang sering mengecoh di pelabuhan ini,” ujar Kepala Sekuriti pelabuhan, George Johnson, kepadaku.
Semua kru Blue Ocean menolongku, mengangkat tubuhku dan memberiku minuman dan obat penenang. Setelah fisiku agak kuat, aku dimasukkan ke kapal Blue Ocean yang akan segera berangkat menuju Belanda. Sandar di pelabuhan Rotterdam dan mengantarkan aku ke Amsterdam bertemu Dharma Niar yang sudah menungguku di pelabuhan besar Nederland itu.
Kini aku sudah di Amsterdam dan bekerja di kedutaan Indonesia di Den Haag. Pekerjaanku tetap seniman, di mana aku menata interior, exterior kedutaan dan pesta-pesta Indonesia di Belanda. Dharma Niar menampungku sementara dan mencarikan aku pekerjaan itu. Lewat temannya di kedutaan, aku diaudisi, ditest dan lulus. Alhamdulillah, kini aku tinggal di Belanda dengan tenang. Walau gaji tidak terlalu besar, namun aku bahagia dapat hidup damai, tenteram dan tenang di Belanda. Sambil mengingat masa masa indahku bersama istriku tercinta, almahumah Widasmara di Bali.
Pikirku, bila Widasmara maish hidup, aku pastilah akan berbagi kepadanya. bercerita bahwa di Liverpool, Inggeris, aku masuk kapal siluman. Kapal hantu itu, adalah kapal yang bikin geger dunia maritime di dunia. Satau-datunya kapal besar yang tenggelam karena menabrak karang. Yaitu Hantu Kapal Titanic di Samudera Atlantik Utara. Aku bercerita kepada foto Widasmara dan sitriku itu, walau sudah tiada, terasa mendengarkan certaku dan dia turut prihatin dengan kejadian mistik yang menimpahku. Aku tiba-tiba merasakan istriku membelai rambutku, sebagaimana selama ini selalu dilakukannya. Membelas sambil membesarkan hatiku. “Untunglah, Yayang masih diselamatkan Allah Azza Wajalla, tidak tenggelam di dasar laut, mati bersama ribuan korban Titanic di bulan April tahun 1992 itu,” desisnya. Aku merasa istriku bicara dan rasanya, aku mendengarkan suara itu dengan begitu syahdu, indah, merdu dan begitu teduh.****

(Kisah Muhamad Solihin Amril, Dewi Kalamukti menulis cerita itu untuk portal-mystery.blogspot.com)

           

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HAJI BULGANON HASBULLAH AMIR ORANG KAYA RAYA YANG DERMAWAN..

Pengalaman Abang Bulganon Amir Mursyid Spriritual Tangguh Yang Dapat Bisikan Masuk Neraka

Dunia Supramistika Tia Aweni D.Paramitha