Setan Pertama Yang Datang Ke Nusantara...
Jin Yang
Pertama Masuk Ke Pulau Jawa
Nabi Adam dapat keturunan di umur 130 tahun. Hawa mengandung dan melahirkan anak
kembar. Satu pria dan satu wanita. Yang
pria dinamai Qabil yang wanita Iqlima.
Secara keseluruhan Hawa
melahirkan 42 kali. Setiap melahirkan
anaknya kembar. Satu laki-laki dan satu perempuan.
Kecuali pada kelahiran ke-6. Hawa mengandung hanya satu anak laki-laki,
yaitu Syits. Dan yang ke-40 kali, yaitu ketika mengandung hanya seorang anak
perempuan, Hunun.
Pada
saat Hawa melahirkan pasangan kembar yang kelima, Adam menetapkan aturan
perkawinan, bahwa anak lak-laki yang tampan harus menikah dengan anak perempuan
yang tidak cantik.
Sedangkan anak
laki-laki yang tidak tampan harus menikah dengan anak perempuan yang cantik. Karena setiap Hawa melahirkan selalu kembar
dua. Pasangan kembar cantik dan tampan.
Kemudian kembar tidak
cantik dan tidak tampan. Dengan demikian
menurut aturan ini dipastikan bahwa tak seorang anaknya pun yang bisa menikahi
kembarannya.
Pada tahap ini, Iblis yang telah menyebabkan mereka dilempar
dari surga, menyiapkan sebuah rencana baru. Ia mencoba lagi mengganggu Adam dan
Hawa. Tapi tidak bisa melakukannya
dengan cara yang sama seperti saat Adam dan Hawa di surga.
Sebab alam mereka telah menjadi sangat berbeda. Adam dan Hawa
adalah makhluk fisik (jasmani, kasar), sedangkan iblis sendiri adalah makhluk
non-fisik (rohani, halus).
Iblis kemudian memasuki hati Siti Hawa dan berbisik kepadanya
agar memberontak melawan terhadap aturan perkawinan Adam dengan menentang dan
mengesankan sebagai aturan yang kontroversial.
Yaitu, putranya yang tampan juga harus menikah dengan putrinya yang
cantik. Dan putra yang tidak tampan juga
harus menikah dengan putrinya yang tidak cantik.
Iblis adu domba Adam dan Hawa. Agar Hawa memberontak dari
aturan Adam. Lalu Adam dan Hawa masing-masing mengklaim berhak atas anak-anak
mereka dan oleh karena itu juga berhak untuk menetapkan peraturan perkawinan.
Masing-Masing bersikeras bahwa anak-anak itu benar-benar berasal
dari badan mereka. Menurut Adam, anak anak itu hasil dari spermanya dan menurut
Hawa dari sel telornya.
Untuk memecahkan masalah tersebut akhirnya mereka sepakat
untuk menuangkan kedua unsur tersebut. Unsur sperma dan sel telur dimasukkan ke
dalam dua bejana. Dua gentong yang
berbeda untuk memohon bimbingan Tuhan.
Suatu hari, setelah
berdoa, muncullah angin yang cukup kencang menerbangkan bejana Siti Hawa.
Ketika itu Adam berumur 160 tahun.
Namun di dalam gentomg
berkembanglah seorang bayi laki-laki yang manis. Mereka kemudian paham bahwa
semua yang telah terjadi adalah Kehendak Tuhan lalu memberi nama bayi itu
Syits. Sejak saat itu, aturan perkawinan yang dirancang oleh Adam pun berlaku.
Keseluruhan populasi manusia dunia, hingga kini ditakini
adalah turun dari Adam. Hingga anak-anak cucu, cicit, buyut dan terus
ke kita saat ini, kecuali Hunun, yang
tidak menikah sebab dia dilahirkan tanpa kembaran, dan Habil, yang dibunuh
sebelum mempunyai anak, termasuk Syits, yang mendapatkan isterinya dengan cara
berbeda.
Gagal menggoda Hawa, Iblis tidak berhenti mengganggu. Lalu Sang Iblis beralih mengganggu anak-anak Adam. Sebagai hasil usahanya, diluar dari yang
empatpuluh perkawinan antara anak-anak Adam, ada tiga pasang yang memilih
menentang aturan perkawinan dan menikahi pasangan kembar mereka yang tampan dan
cantik.
Mereka adalah pasangan kembar sulung, Kabil menikahi
Aklima. Pasangan kembar kelima, Harris
menikahi Dayuna. Pasangan kembar ke limabelas,
Lata menikahi Ujiah (‘Uzza). Kabil menikahi Aklima setelah pembunuhan suaminya,
Habil. Untuk menyatakan pemberontakannya mereka meninggalkan tempat Adam. Kabil dan Aklima pergi ke selatan, yaitu
daerah Afrika.
Sedangkan Lata-Ujiah ke arah barat yaitu ke Eropa. Dan Harris-Dayuna pergi ke arah timur ke
negeri China.
Tanpa
menetapkan dari pasangan mana penduduk asli Jawa dimulai, mitos ini mengatakan
bahwa ekspedisi laut yang pertama ke Pulau Jawa diadakan oleh Wazir Asia barat,
Alexander The Great Iskandar Zulkarnain, Nabi Dzul Qarnayn. Ia sengaja mengirim
sebanyak 2.000 laki-laki dan perempuan untuk menduduki Pulau Jawa.
Sayangnya mereka menemui ketidakramahan dan sebagian besar
mereka dibunuh oleh penghuni asli, termasuk beberapa macam binatang buas liar,
lelembut dan dedemit (hantu). Tidak lebih dari 100 orang yang tersisa dan
kembali ke Asia barat.
Ekspedisi
kedua dikirim lagi tetapi dengan kewaspadaan tinggi, turut serta sejumlah tetua
yang bijak dan suku-suku yang berbeda, terutama sekali orang-orang dari selatan
dan Asia tenggara (Keling dan Campa). Ada sekitar 20.000 laki-laki dan
perempuan, yang dipimpin oleh Syeikh Subakir yang mendarat di Pulau Jawa.
Syeikh Subakir segera pergi ke Gunung Tidar di mana ia menemui Semar dan Togog,
para pemimpin mahluk halus di Jawa dan merundingkannya dengan mereka.
Mereka
akhirnya mencapai suatu persetujuan dengan membiarkan pendatang baru itu untuk
tinggal di Pulau Jawa dengan syarat mereka harus sadar bahwa Pulau Jawa
sesungguhnya dihuni oleh banyak mahluk halus, sehingga kedua belah pihak —terutama
pendatang pertama (penghuni asli)— yang lebih dulu harus berusaha untuk
mendukung kehidupan bersama yang tenang (rukun) satu sama lain. Sejak saat itu
Pulau Jawa telah dihuni oleh makhluk halus dan juga manusia.
Posisi
keturunan Adam, Syits, menjadi makin signifikan. Mitos mengatakan bahwa Syits
tadinya adalah salah satu dari anak-anak Adam yang paling terkasih, dan oleh
generasi kemudian kepadanya figur mitos penting ditujukan. Ia menikah Dewi
Mulat, namun siapa dia, dari mana dia datang, dan bagaimana Syits berjumpa
dengannya, tidak diuraikan. Syits, pada sisi lain, digambarkan sebagai anak
yang berkelakuan baik, sehingga kemudian setelah Adam meninggal pada usia 960
tahun, Syits menerima warisan kenabian Adam.
Hal ini
menjadikan kebanggan dan sekaligus kecemburuan pada diri Idajil, Raja jin.
Idajil ingin, dan kemudian mencoba, untuk mempunyai keturunan yang bisa
mengambil alih, atau paling tidak, membawa kemuliaan Adam dan Syits. Ia ingin
Syits menikahi putrinya, Delajah. Namun sayangnya, Syits telah menikahi Dewi
Mulat. Bagaimanapun juga Idajil tidak berputus asa, sebagai gantinya, ia
membuat segala cara yang mungkin untuk mewujudkan hasratnya. Ia menyindir
putrinya, Delajah, ke dalam diri Dewi Mulat dan dengan diam-diam menaruhnya di
samping Syits. Pada waktu yang sama ia membawa Dewi Mulat. Setelah tahu dengan
pasti bahwa Delajah telah dihamili ia melepaskannya dan dengan seketika
menggantinya dengan Dewi Mulat karena takut ketahuan.
Dari
perkawinannya dengan Syits, Dewi Mulat melahirkan anak kembar. Yang satu adalah
seorang manusia sempurna bernama Anwas. Yang satu lagi adalah seorang yang
mengesankan sebagai cahaya dalam figur manusia, bayi spiritual yang sebenarnya
adalah putra Delajah dan Syits. Dinamakan Anwar (bentuk jamak dari kata Arab “Nur”
yang artinya “cahaya”).
Dua bayi
tersebut (satu manusia dan satunya lagi, sesungguhnya, adalah jinn), dirawat
dengan cinta dan kasih sayang, bahkan ketika Adam telah sadar bahwa Idajil yang
telah campur tangan dalam hubungan tersebut. Selama masa kanak-kanak mereka,
mereka menghormati kakek dan nenek dan orang tua mereka dengan sangat baik, dan
bangga akan mereka, tetapi kemudian Anwas dan Anwar menunjukkan pilihan dan
kebiasaan yang jelas sangat berbeda.
Anwas sangat
jelas mengikuti kebijaksanaan dari kakek dan bapaknya, menjadi seorang yang
beriman dengan tulus, gemar akan pelajaran kebenaran dan iman. Anwar,
bagaimanapun, senang akan pengembaraan untuk mencari kebijaksanaan melalui
perenungan dalam ketenangan dan tempat-tempat asing/aneh seperti di atas
pegunungan, di dalam rimba raya dan di dalam gua. Sebelum kematiannya, Adam
menceritakan kepada Syits agar seksama bahwa para putranya Anwas dan Anwar akan
mengambil alur berbeda. Ramalan ini sebenarnya setelah Adam meninggal. Anwar
selalu bersedih ketika mengingat bahwa manusia akhirnya mati, tak bisa bergerak
dan dikuburkan. Syits menceritakan kepadanya bahwa itu adalah proses yang alami
dan bahwa itu akan terjadi pada semua orang tanpa perkecualian. Tetapi duka
cita Anwar tak tertahankan dan ia mengolah pikirannya untuk meninggalkan orang
tuanya dan untuk mengambil tindakan apapun yang akan memungkinkan dia untuk
menghindari penyakit dan kematian. Ia mengembara mencari-cari sesuatu yang akan
memastikan harapannya. Idajil dengan segera mengambil keuntungan dari
kesempatan; ia menemui Anwar, yang sesungguhnya adalah cucunya, dan
menceritakan kepadanya bahwa keputusannya adalah baik dan ia berjanji untuk
membantunya.
Idajil
membimbing Anwar ke arah utara, ke Dulmat. Di sini Idajil melakukan suatu
tindakan magis, pertama dengan membuat awan tebal yang membungkus badan mereka
bersama-sama. Seketika awan menghilang, sebuah sumber air nampak di depan
mereka. Ia meminta Anwar untuk minum sebanyaknya, sekuat kemampuannya, serta
agar berendam di sumber air yang disebut Tirta Marta Kamandanu (air kehidupan),
air kehidupan kekal. Ia juga memberi Anwar bejananya Siti Hawa, yang disebut
Cupu Manik Astagina, bejana permata dengan delapan keistimewaan, yang telah
ditemukan Idajil setelah bejana itu diterbangkan oleh angin yang kencang. Ia
meminta Anwar untuk mengisinya dengan air, untuk beberapa keperluan di masa
mendatang. Salah satu keistimewaan bejana tersebut bahwa air di dalamnya tidak
pernah dapat habis.
Idajil
kemudian memimpinnya keluar dari tempat ini dan menceritakan kepadanya agar
mengambil sekuntum tumbuhan Rewan yang akan ia temukan dalam perjalanan
kembalinya, akarnya disebut Latamansadi, yang mujarab untuk mengobati segala
macam penyakit. Idajil kemudian menghi-lang, membiarkan Anwar dalam keadaan
ragu-ragu kemana akan pergi. Tetapi pada akhirnya Anwar menemukan tumbuhan
tersebut dan ia dengan gembira mengambil sebagian dari akar latamansadi.
Pada waktu
itu Anwar telah menemukan berbagai hal yang penting yang ia benar-benar
menginginkan: menghindari penyakit, dengan menguasai latamansadi, dan
menghindari kematian dengan minum dan mandi dengan air kehidupan kekal. Ia
mempunyai lebih banyak lagi bejana permata delapan keistimewaan dan beberapa
cadangan air kehidupan kekal. Setiap ia menginginkan masih ada lagi.
Mitos
melanjutkan dengan cerita bagaimana Anwar di bawah bimbingan Idajil, dapat
berjalan dan bergerak dengan kecepatan rohani yang hebat. Misalnya, ia
terdorong untuk melakukan petualangan lebih lanjut: ke laut Iraq, dimana disana
ia berjumpa dengan para malaikat yang dikutuk, yaitu Harut Dan Marut, yang
mengajarinya ilmu astrologi untuk mengetahui apa yang akan terjadi di masa
datang.
Di Afrika ia
berjumpa dengan paman dan bibinya, Lata dan Ujiah (‘Uzza), putra dan putri Adam
yang suka menentang yang mengajarinya bagaimana cara memperoleh hidup nyaman
dengan berkelimpahan.
Di Gunung
Cauldron di muara Sungai Nil, Anwar berjumpa lagi dengan Idajil, tetapi ia tak
mengenalinya. Idajil memberinya pengalaman mistis melihat surga; diajarinya
agar dapat bergerak lebih cepat dari angin; dan memberinya hadiah yang mahal,
Ratna Dumilah, sebuah intan permata seperti lampu bersinar yang bisa
membimbingnya ke jalan yang lebih terang; Idajil mengajarinya, dan memberinya
hak otoritas untuk mengajarkan doktrin tentang kehidupan kekal melalui
‘reinkarnasi’, dan untuk mencapai surga bagi mereka yang tidak ingin menjelma
lagi (dalam reinkarnasi).
Idajil juga
memintanya untuk mengejar pengetahuan yang lebih lanjut seperti pencerahan di
Maladewa (Maldive), suatu pulau di Lautan India, sebelah barat-daya India.
Setelah
mengikuti semua instruksinya, Anwar meraih prestasinya yang paling tinggi dalam
suatu bentrokan singkat dengan Nuradi, raja jin di pulau Maladewa, Nuradi
menyerah kepadanya dan mengaku bahwa Anwar jauh lebih kuat. Nuradi menyerahkan
tahtanya kepada Anwar. Ia meminta para pengikutnya untuk memuja Anwar dan
menghormatinya sebagai dewa sejati. Mereka menyebut Anwar sebagai raja dewa
yang baru dengan julukan Sang Hyang Nur Cahya, artinya Roh Super Cahaya.
Sejak Anwar
memperoleh kekuasaan, ‘agama Sang Hyang’ secara formal dibentuk dengan
reinkarnasi sebagai dok-trin utamanya. Ia menikahi Putri Nuradi, Dewi Rini,
yang dengannya ia memperoleh keturunan. Agama Sang Hyang ini kemudian dibawa ke
Pulau Jawa oleh Batara Guru, keturunan ke-4 Sang Hyang Nur Cahya. Batara Guru
datang ke Pulau Jawa dari India, menikahi seorang perempuan Jawa dan memperoleh
seorang putra. Ketika Batara Guru kembali ke India, posisinya digantikan oleh
putranya yang asli Jawa. Ketika Bhagawan Abiyasa dan Pandu Dewanata —Keturunan
ke-14th dan ke-13th Sang Hyang Nur Cahya dari Bhatara Guru— mengambil
kepemimpinan, Agama Sang Hyang ini tersebar lebih luas. Agama ini telah
diadopsi oleh orang Jawa sampai Islam datang.
Tidak sama
dengan Anwar —yang dulu dilahirkan sebagai roh dan yang membentuk agamanya
sendiri setelah mela-kukan perenungan dan pencarian panjang dalam hal
kebijaksanaan di bawah bimbingan Idajil— Anwas dilahirkan sebagai manusia
nyata, yang mengikuti agama risalah dari kakeknya (Adam) dan bapaknya (Syits).
Ia memperoleh keturunan yang juga nabi, termasuk Muhammad, nabi yang terakhir.
Mereka meneruskan agama Allah kepada yang mau menerimanya.
Menurut
mitos, skenario Idajil tidak berakhir dengan Anwar, yang menjadi perhatian
utamanya adalah untuk mempunyai keturunan yang menjaga kemuliaan Syits antara
jin atau manusia. Di kemudian hari, dari perkawinan silang keturunan Anwar
dengan jenis manusia, muncullah beberapa jenis keturunan, ada yang jin, ada
yang manusia, juga ada yang sete-ngah jin setengah manusia. Beberapa di antara
mereka adalah figur terhormat: dari kalangan jin yaitu Sang Hyang, dari jenis
manusia adalah Sang Prabu, Pandhita, dll., dan di antara yang setengah jin
setengah manusia adalah Bhatara, dan Bhagawan. Keturunan yang terakhir ini,
dengan tradisi agama mereka (agama Sang Hyang) yang menduduki Pulau Jawa yang
mendahului Islam.
Di
lingkungan wilayah Cirebon, keseluruhan mitos ini menjadi bagian dari tradisi
kesusasteraan yang berkaitan dan menjadi mata rantai dengan bapak penemu
mereka, Sunan Gunung Jati. Dari Adam dapat diusut dari kedua sisi: Anwar dan
Anwas. Ibu Sunan Gunung Jati, Rarasantang, adalah putri Prabu Siliwangi, Raja
Pajajaran, Keturunan Jawa ke-41 dari Batara Guru, dan keturunan ke-45 dari Sang
Hyang Nurasa, Putra Syits, putra Adam. Ayah Sunan Gunung Jati adalah Syarif
Abdullah, Wazir Kerajaan Turki di Mesir, keturunan ke-21 dari Nabi Muhammad,
sedangkan Nabi Muhammad sendiri adalah keturunan ke-37 dari Anwas, putra Syits,
putra Adam.
Pesan di
balik mitos ini telah jelas sudah: pada satu sisi, Sunan Gunung Jati dan
keturunannya mempunyai hak-hak legitimasi kepemimpinan baik secara rohani
maupun politis bagi seluruh penduduk Jawa, baik itu para pengikut Sang Hyang,
orang Islam, makhluk halus, atau manusia, sepanjang mereka adalah keturunan
Adam atau jin. Dengan begitu mereka semua harus tinggal dalam keselarasan
(rukun) di bawah kepemimpinan keturunannya.
Pada sisi lain,
mitos ini secara implisit menyatakan bahwa Allah adalah Yang Maha Tertinggi dan
Maha Esa. Sedangkan dewa-dewa lain yang sebagian besar jenis Sang Hyang adalah
tak lain hanya nenek moyang kita yang layak untuk dihormati tetapi tidak untuk
dipuja/disembah. Mereka tak berdaya menghadapi kuasa ilahi mandiri dan riil.
Jika mereka menunjukkan suatu kekuatan, adalah sebab Tuhan telah memberikan
kepada mereka. Kekuatan mereka dapat dicabut kapan saja Tuhan mau. Lebih dari
itu, seperti halnya kita, mereka hanya keturunan Syits, putra Adam. Adam
sendiri adalah ciptaan Tuhan, yang pernah suatu kali dihukum. Ia selamat
setelah tobat dan telah diserahi posisi sebagai Wakil Tuhan di atas bumi
(khalîfatullâh fil ardh), setelah dicurahkan RahmatNya. Meski demikian, ia juga
mengalami mati karena ia hanya makhluk ciptaan.
Idajil, jinn
hebat yang kuat, yang telah mendukung kelahiran Sang Hyang, adalah tak lain
hanya sosok makhluk, posisinya di bawah Adam, bahkan di bawah Syits. Musuh
mereka yang umum adalah setan, Iblis dan setan, yang selalu menawarkan godaan
untuk melakukan kejahatan dan menyebabkan penderitaan. Bagaimanapun juga,
Idajil telah jatuh ke dalam cobaan/tipuan ini.
Komentar
Posting Komentar