Arwah Lurah Kaya Raya Bergentayangan Menjadi Hantu...
KUASAI TANAH RAKYAT
Setelah sepuluh tahun
menjadi lurah Gunung Kandang, Abdul Majid menguasai hampir 60 persen tanah
rakyat.
Dengan cara-cara yang curang dia merampas tanah garapan warga lalu
mengambil alih kepemilikan tanah dengan semena-mena. Tak aneh, setelah lebih
sewindu berkuasa, Abdul Majid pun menjadi raja tanah di daerah kami. Belakangan,
tanah yang dipunyai secara tidak halal
itu dibeli oleh pengembang untuk suatu lokasi pembangunan perumahan mewah.
Arkian, kekayaan Lurah Majid pun,
terakhir, bernilai ratusan milyar
rupiah.
Kekayaan Lurah Majid itu ditunjukkannya dengan memajang mobil-mobil
mulus keluaran terbaru berjumlah puluhan
di garasinya. Setiap satu anaknya,
diberikan satu mobil. Sementara jumlah
anaknya ada sebelas orang dari dua orang istri. Rumah-rumah mewah Abdul Majid
pun, bertebaran di mana-mana. Bukan cuma
ada di wilayah kelurahan kami, tapi rumahnya juga bertebaran di kelurahan tetangga,
seperti di Kampung Intan, Lampung Selatan.
Sayangnya, keadaan yang
supermewah Lurah Majid ini kontras sekali dengan keadaan kehidupan rakyatnya.
Sembilan puluh persen warga Gunung Kandang berada di bawah garis kemiskinan.
Rumah-rumah mereka banyak sekali yang reot, terancam ambruk. Banyak kepala keluarga hanya bisa menjadi buruh kasar, buruh tani setempat. Sedangkan anak-anak muda Gunung Kandang banyak yang
menjadi pengangguran karena ketiadaan lapangan kerja.
Lurah Majid tidak pernah
memperdulikan nasib warganya. Dia seakan tidak memiliki tanggungjawab untuk
mensejahterakan rakyatnya. Yang penting baginya adalah dirinya sendiri dan
keluarga besarnya. Masa bodo dengan rakyat yang menjerit karena kelaparan. Dia
bermasa bodo dengan rakyat yang menangis karena terserang ragam penyakit dan
tak punya biaya berobat. Semua kesulitan
rakyat itu sama sekali tak diperdulikan oleh Sang Lurah. Bahkan yang
memperhatikan nasib warga Gunung Kandang justru para mahasiswa yang Kuliah
Kerja Nyata (KKN) di daerah kami. Mahasiswa banyak membantu warga dengan
menciptakan industri kerajinan rumahan dan perdagangan kecil sehingga banyak
warga yang sulit selama ini dapat keluar sedikit demi sedikit dari kesulitan
hidup.
Peran serta aktif yang
idealis dari mahasiswa itu bukan disambut baik oleh Lurah Majid. Bahkan lurah
marah dan merasa tak nyaman dengan perlakuan
mahasiswa itu yang diangap melampaui kewenangannya sehingga lurah
mengusir para mahasiswa yang sedang praktek lapangan itu. Karena mahasiswa
menentang pengusiran tak beralasan itu, maka dengan siasat jitunya lurah menciptakan
keadaan seakan-akan mahasiswa bikin onar hingga digebuki oleh preman-preman
bayaran Sang Lurah. Akhirnya karena tak kuat menghadapi premanisme di daerah
ini, maka para mahassiwa yang baik hati itupun kabur meninggalkan daerah kami.
Lurah Majid memang bukan
pemimpin yang baik. Dia bukan saja tidak amanah sebagai kepala desa, tapi juga
sangat jauh dari sikap pemimpin ideal karena ketokohannya bukan berdasarkan
pilihan rakyat, tapi penunjukan dari atas karena dia masih kerabat orang besar
di pemerintahan pusat. Ketokohan Lurah Majid bukan karena secara aklamasi
dipilih rakyat lewat pemilihan lurah, tapi dikarbit oleh Pak De nya yang
kebetulan berkuasa di negeri ini. Karena
sadar banyak rakyat yang tidak suka padanya, maka Lurah Majid makin
semena-mena, rakus dan sesuka hatinya saja memimpin kelurahan kami. Bila ada
pemuda yang menentangnya, Lurah Majid langsung menghabisi penentangnya itu
dengan membunuhnya secara halus. Kematian Juhari, mahasiswa kampung kami,
sangatlah halus, yang seakan-akan terjadi kecelakaan lalulintas di jalan raya
dengan modus tabral lari. Padahal Juhari sengaja ditabrak oleh kendaraan dari
kota yang penabraknya adalah orang suruhan Lurah Majid.
Lain dari itu, anak-anak
Lurah Majid yang laki-laki, semuanya badung dan sesuka hatinya menganiaya
warga. Bahkan banyak sekali korban anak-anak Lurah Majid yang cacat seumur
hidup karena dipukul dengan popor senajat oleh anak Lurah Majid. Semua
peristiwa menyakitkan rakyat itu tidak sampai ke urusan polisi, sebab polisi pun
bisa diatur oleh Lurah Majid karena uangnya yang begitu banyak. Entah bagaimana
caranya, Lurah Majid dan ketiga anak laki-lakinya, semuanya punya senjata
pestol jenis FN dan damme chees.
Anak-anak muda semua takut kepada anak-anak Lurah Majid dan beberapa kali pula
anak-anak Lurah Majid memperkosa anak gadis daerah kami. Setelah diperkosa,
gadis-gadis daerah kami dicampakkan begitu saja sehingga membuat orangtua
korban sangat bersedih.
Lurah Majid bertingkah
laku bukan saja seperti Raja Kecil, tapi tingkah lakunya bagaikan malaikat
pencabut nyawa. Semakin banyak warga yang takut padanya, makin berbahagia dan
jumawalah dia. Ke mana-mana Lurah Majid pakai topi laken gaya koboi dengan
pestol yang selalu terselip di pinggang. Ayahku, Haji Mundasir, adalah pengusaha
industri kerajinan rotan yang dieksport ke beberapa negara luar. Karena kerja
keras ayah sebagi pedagang, maka ayah mampu mengumpulkan uang untuk membeli
tanah warga secara layak dan membangun beberapa rumah kontrakan di Jakarta.
Karena kekayaan ayahku mendekati kekayaannya, maka Lurah Majid tidak begitu
nyaman menghadapi esksitensi usaha ayahku. Untuk itu, melalui preman-premannya
Lurah Majid memeras ayahku dan ayahku dibiarkan menderita batin karena itu.
Karena tidak tahan melihat kiprah begundal lurah, maka suatu waktu ayahku
menolak memberikan uang dan melakukan perlawanan. Si Preman akhirnya mundur dan
takut menghadapi ayahku. Tapi malang setelah itu, di mana mobil ayahku
disenggol saat berada di pinggir jurang dan terjungkal jatuh setinggi 100
meter. Ayah langsung meninggal seketika dan kendaraan yang menyenggolnya hingga
kini tidak diketahui keberadaannya. Ada seorang warga yang mau memberikan
kesaksian tentang mobil penyenggol, tapi saksi itu langsung wafat secara
misterius.
Saya yakin seribu persen
bahwa mobil penyengol itu adalah mobil gelap yang dibayar oleh Lurah Majid
untuk menghabisi nyawa ayahku. Untunglah ibuku, Nyonya Aili, dapat meneruskan
uasaha industri rotan ayahku dan hingga sekarang masih berjalan. Bahkan aku,
walau anak wanita, bisa melalukan transaksi ekspor di beberapa negara pelanggan
lama kami. Bahkan setiap pameran di ibukota, justru aku yang melakukannya,
untuk sekadar eksebisi buat mendapatkan pelanggan baru. Hasil dari beberapa
pameran yang kami buat, cukup bagi kami untuk mendapatkan pelanggan baru dari
beberapa negara lain lagi. Maka itu, usaha kami makin berkembang sepeninggal
ayah, bahkan tenaga keraja makin hari makin bertambah. Kamipun makin hari makin
dapat membantu warga kami dalam penciptaan lapangan bekerja buat rakyat
kecil. Banyak orang memuji kami karena
keberadaan industri rotan yang kami jalani. Hal ini ternyata makin membuat
panas hati Lurah Majid, sehingga dia menciptakan kebakaran di pabrik kami dan
untunglah api dapat ditaklukkan sebelum si jago merah itu menghabisi pabrik
kami.
Tidak berhasil memberangus
pabrik kami, Lurah Majid pun suatu ketika menyuruh anaknya mendekatiku. Baruna,
anak prianya yang duda, datang baik-baik untuk meminangku. Dengan halus aku
menolak Baruna dan kukatakan bahwa aku sudah punya pacar dan siap akan menikah
dengan Ikhsan, mahasiswa KKN yang hingga kini masih intensif berteman denganku.
Karena kesal akan penolakanku itu, maka Baruna suatu hari datang saat Ikhsan
berada di rumahku dan memukul Ikhsan dengan semena-mena. Ikhsan tersungkur dan
aku nyaris diperkosa Baruna. Untuk, Ikhsan cepat tersadar dan kembali memukul
Baruna. Baruna lalu mengeluarkan pestol dan menembak. Tapi tembakan itu meleset
dan Ikhsan pun berhasil melumpuhkan Baruna.
Karena kalah berduel
dengan kekasihku, maka Baruna melibatkan preman-preman bapaknya. Tak ayal,
nyawa Ikhsan pun terancam dan aku melarang Ikhsan datang ke rumah selama
beberapa bulan. Aku justru yang datang ke Jakarta bertemu Ikhsan yang terakhir
sudah bekerja sebagai pegawai di Bursa Saham
Di Jalan Sudirman. Jarak Lampung Selatan rumahku dengan rumah Ikhsan
dapat kutempuh hanya beberapa jam saja dengan naik jetpoil dan bis cepat ke
ibukota.
Karena kasihan aku yang
selalu datang, Ikhsan pun memberanikan diri datang ke Gunung Kandang, lampung
Selatan untuk menemuiku. Tapi kali ini Ikhsan datang dengan seorang ustad muda
yang mempunyai ilmu saktimandraguna. Ilmu ustad ini, kata Ikhsan, sudah teruji
bisa meredakan emosi manusia dan mementahkan peluru serta hujaman golok tajam
para musuh. Benar saja, pada saat berhadapan dengan Baruna dengan pestolnya,
dengan sapuan tangannya, Ustad Jamil Hasan, langsung membuat Baruna terjatuh
begitu saja. Pestolnya tak mampu menyalak dan dirinya tumbang bagaikan batang pisang yang tercabut dari akarnya.
Lurah Majid yang datang dengan lima preman bertubuh keker berusaha membela
Baruna yang terjatuh. Tapi ustad Jamil Hasan, mampu pula menumbangkan dengan
jatrak jauh ke enam lawannya yang sedang terbakar amarah itu.
Sejak itu, Ustad Jamil
Hasan selalu datang mendampingi Ikhsan ke rumahku. Mereka ternyata berteman
sejak lama saat Ikhsan berguru agama Islam di pesantren Habib Jindan Jakarta
Selatan dan mereka sama-sama duduk di satu kelas. Para preman dan Baruna serta
Lurah Majid pun, kehilangan akal untuk mencederai pacarku, Ikhsan. Karena Ustad
Jamil Hasan berkemampuan mistik tingkat tinggi, maka Lurah Majid pun
mendatangkan dukun santet paling jitu dari Gunung Rajabasa. Nama dukun santet
itu sudah tidak asing lagi di telingaku, yaitu Ujang Santet. Ujang Santet itu
sangat mahir menantet orang dan dengan kemampuannya dia bisa mematikan orang
dalam hitunagn detik bila telapak tangan kanannya sudah ditekankan ke arah
korban sambil menyemburkan ludahnya. “Mati kau!” teriaknya, maka matilah orang
yang disantet.
Sekitar pukul 20.45 malam,
saat Ikhsan dan Ustad Jamil berbincang dengan ibuku di ruang tamu, tiba-tiba
seseorang memanggil dari luar. Ustad Jamil melarang kami semua untuk keluar.
Kami diperintahkan duduk di tempat sambil mengucapkan zikir tanpa henti.
Rupanya dengan kemampuan ilmunya, Udstad Jamil sudah tahu bahwa ada tukang
santet di luar yang siap menyerang. Ustad Jami lalu berdiri dan keluar pintu.
Ujang Santet sudah ada di depan pagar rumah kami dan menekankan telapak tangan
kanannya sambil menyemburkan ludah. Dari balik lobang pintu rumah pangung kami,
aku melihat pancaran api dengan cepat melayang ke arah Ustad Jamil. Ustad Jamil
mampu membalikkan api yang datang dan api itu terbang cepat menjauh. “Ke mana
api itu? Batinku, berdebar-debar.
Arkian, ternyata api itu
melesat cepat ke rumah Lurah Majid dan Lurah Majid mati seketika. “Santet yang
dibuat oleh Lurah Majid lewat kekuatan Ujang Santet itu ternyata berbalik
bagaikan bumerang. Lurah Majid telah menerima konsekuensi logisnya karena
menggunakan tenaga Ujang Santet yang ternyata ilmunya dipatahkan oleh Ustad
Jamil Hasan. Santet yang dibuat oleh Ujang mengenai sasaran yang jitu, tapi
sasaran itu adalag salah, di mana yang disantet justru yang mengorder santet
tersebut! Desis Ikhsan, padaku, beberapa hari stelah peristiwa itu.
Kematian Lurah Majid yang
diselisik dokter sebagai terkena penyakit serangan jantung itu, membuat semua warga
Gunung Kandang bergembira. Apalagi setelah itu tiga anak prianya ditangkap
polisi karena kedapatan menyimpan senjata api ilegal. Sementara itu, Ujang Santet melakukan
tindakan bunuh diri karena sumpahnya sendiri, di mana isi sumpah itu, bahwa,
bila santet yang sudah dikeluarkan mencederai pengorder santet itu, maka
pembuat santet harus mati bunuh diri. Hal itu sudah mencadi kontrak gaib antara
Ujang Santet dengan ribuan jin yang membekinginya dalam menyantet selama ini.
Siang hari tanggal 23 Mei
2001 Lurah Majid dimakamkan, sore hari menjelang magrib, Lurah Majid menjadi
hantu. Mulanya Lurah Majid muncul di depan pagar rumah kami. Dia
memanggil-manggil namaku dan aku mengintip dari lobang rumah kami bagian atas.
Pandangan mataku tidak mendapatkan sasaran apa-apa, di mana suara Lurah Majid
itu hanya suara, sedangkan sosoknya tidak terlihat. Namun jantungku berdegup
kencang dan rasa takut tiba-tiba menggerayangi seluruh tubuhku. “Oh Tuhan,
lindungilah aku dari bencana mistik ini!” bisikku.
Malam itu hanya aku
bersama Inah pembantu kami di rumah. Ibuku sedang berada di Brisbane Australia
mengurus sebuah pameran industri kerajinan Indonesia di sana. Sedangkan Ikhsan
dan Ustad Jamil Hasan sedang melakukan perjalanan spiritual ke Nusa Tenggara
Barat. Mas Satria, staf pabrik yang tinggal di lantai bawah, kupanggil ke atas
dan kuceritakan tentang suara Lurah Majid di depan pagar. “Ah masak Lurah Majid
yang sudah dikubur siang tadi, terdengar suaranya di depan rumah?” tanya Mas
Satria, sambil melepaskan kopiahnya karena baru saja sholat Magrib.
Belum sempat bertanya
lebih jauh, Mas Satria dan aku dikagetkan lagi oleh suara Lurah Majid yang
memanggil namaku lagi. “Fatimah, Fatimah Azzahra, bantulah aku, Fatimah!?” kata
suara itu. Mas Satria tersentak dan dengan spontan dia berdiri menuju jendela. Ayah
dua anak itu dengan berani membuka jendela lalu melolongokkan kepalanya ke
luar. “Oh Tuhan, itu pocong! Pocong Lurah Majid, Lurah Majid bangkit lagi!”
teriak Mas Satria.
Batinku terguncang hebat.
Pikirku, bagaimana bisa orang yang sudah dipastikan terkubur bangkit lagi dan
bisa bicara seperti itu. Jantungku makin bergetar hebat dan nyaliku ciut
seketika dan tidak terasa aku terpipis karena takut. “Kita segera telpon Kiyai
Mansyur, hanya kiyai yang bisa mengusir pocong Lurah Majid itu!” sentak Mas
Satria. Aku segera mengambil gagang telpon dan menghubungi Kiyai Mansyur.
Alhamdulillah Kiyai Mansyur ternyata sedang berada di rumah dan baru usai sholat magrib dan segera meluncur dengan
motor bebeknya ke rumahku. Anehnya, pocong Lurah Majid itu ternyata menghilang
begitu sepeda motor Kiyai Mansyur masuk ke halaman rumah kami.
Kiyai mengakui memang ada
orang yang sudah mati bisa bangkit lagi sebagai hantu. Apa yang kami lihat
diyakini oleh kiyai sebagai hantu dari Lurah Majid. Karena di masa hidupnya
sering berlaku jahat dan banyak dibenci orang, maka seseorang yang sudah mati
bisa dibangkitkan oleh Allah sebagai hukuman kejahatannya semasa hidup.
Siapapun yang terlalu jahat di saat hidupnya, maka kemungkinan besar pada saat
dia mati, arwahnya mengambang belum diterima Allah dan arwanya itu maujud sebagai
hantu yang bergentayangan. Cara untuk mententeramkannya di alam kubur, adalah
dengan mendoakannya, terutama keluarga besar yang ditinggalkan. Doa itu isinya
adalah, supaya Allah mengampuni dosa-dosanya dan menerima almarhum secara layak
di sisi-Nya. Apabila doa itu kabul, maka almarhum akan tenang dan berhenti
menjadi hantu.
Dalam kasus hantu Lurah Majid,
kiyai meyakini, bahwa Lurah Majid bergentayangan ke rumahku untuk meminta maaf.
Dosa dan kesalahannya yang begitu besar kepadaku, diperlukan almahum untuk
diminta maafkan dariku, Untuk itu aku
memaafkannya lewat kiyai. Dengan tulus aku memberi maaf dan kiyai menyebut
maafku itu saat ritual.
Setelah hantu
bergentayangan berkeliling kampung Gunung Kandang dan membuat ketakutan seluruh
warga, akhirnya Kiyai Mansyur memimpin doa ke sekian kalinya termasuk
menyatakaan maafku untuk almarhum. Ritual itu dilakukan atas permintaan
keluarga besar Lurah Majid, termasuk dua istri dan anaknya, berharap agar almarhum diterima baik di sisi
Allah dan tidak bergentayangan lagi. Doa
yang sungguh-sungguh karena prihatin itu akhirnya didengar Allah dan Allah
mencabut gelar hantu pada diri almarhum Lurah Majid. Tapi kehebohan gosip Lurah
Majid jadi hantu berkembang ramai di kalangan penduduk, mengalahkan berita-berita politik penting
ibukota. Sebab. Memang banyak yang melihat wujud Lurah Majid yang hidup lagi
dalam bentuk seperti harimau, anjing
herder dan pocong. Aku pun, berulang kali melihat sosok Lurah Majid
dalam bentuk pocong di rumahku. Tapi setelah aku memberinya maaf dan Kiyai Mansyur mendoakannya dan menyampaikan
maaf itu secara gaib, maka hantu Lurah Majid pun tak lagi kelayapan menakutkan
warga. ****
Henny Nawani
Komentar
Posting Komentar