Transaksi Dengan Jin Penghuni Danau Angker Ranu Kumbolo...
Nenek Tua Mbah Kaponan
Pergi lah ke Danau Ranu Kumbolo di
Gunung Semeru. Di sana kau akan menemukan nenek-nenek tua umur 200 tahun.
Walau
sudah begitu tua, tapi nenek-nenek itu sangat lincah. Bukan hanya cara jalannya
yang masih tegap, berlari pun, dia sangat kencang.
Nenek-nenek itu bernama Mbah Kaponan.
Mbah
Kaponan ini bukan manusia biasa. Dia gaib. Manusia utusan Dewa Langit yang
menduduki Danau Ranu Kumbolo. Demikian perintah guru spiritualku, Kanjeng Gusti
Akasia, Minggu, 2 Januari 2011. Saat itu, aku telah diberi ijazah sebagai murid
terbaik dan harus segera bertapa ke beberapa wilayah pertapaan di Indonesia.
Hari Senin, 3 Januari 2011 pukul 09.00
aku berangkat ke Jawa Timur. Dari bandara Soekarno-Hatta aku terbang dengan
Sriwijaya Air menuju bandara Juanda, Surabaya. Dari Surabaya aku menyewa taksi
gelap menuju Gunung Semeru.
Sesampainya di dekat Gunung Semeru,
aku minta taksi diberhentikan. Aku membayar ongkos dan meminta sopir, Suharno,
pergi meninggalkan aku.
“Maaf Mbak, apa Mbak perlu ditemani Mbak? Mbak wanita
muda yang cantik, saya takut akan terjadi apa-apa dengan Mbak di Gunung Semeru
ini. Tempat ini cukup berbahaya Mbak. Bukan persoalan harimau kumbang yang
ganas, tapi banyak perampok dan penjahat di hutan ini,” kata Suharno kepadaku. Suharno
nampak memprihatinkan aku, dia kuatir kalau aku akan menemui marabahaya di
hutan Gunung Semeru itu.
Dengan melemparkan senyum tulus, aku
berkata kepada Suharno. “Tenang Mas, aku akan baik-baik saja di sini. Insya
Allah, Allah akan melindungi aku dalam pengembaraan ini. Terima kasih banyak
Mas Suharno sudah mau mengantarkan aku dan memperhatikan keselamatanku. Namun
percayalah, aku akan baik-baik saja di sini. Di mana pun di dunia ini, penjahat
selalu ada dan penjahat ada di mana-mana. Tetapi, bila Allah tidak menghendaki
aku celaka, aku akan selamat mencapai tujuanku di sini,” desisku, sambil
memberikan sebungkus rokok jarum coklat kepadanya. Aku membawa satu slop rokok
jarum kretek. Dan rokok jenis ini adalah rokok pesanan Kanjeng Gusti Akasia,
karena Mbah Kaponan senang menghisap rokok jarum kretek ini.
Suharno menerima rokok pemberianku itu
dan mengucapkan terima kasih. Aku lalu menepuk bahunya dan bilang mohon doanya,
agar apa yang aku cari, dapat aku temukan. Suharno banyak bertanya tentang apa
tujuanku ke Gunung Semeru dan apa yang aku cari, namun aku merahasiakannya dan
tak memberitahu apapun kepada dirinya. Sebab bagiku, tidak perlu ada orang yang
tahu tentang tujuanku serta mengapa aku menginap di pegunungan itu.
Suharno memahami hal ini dan dia tidak
melanjutkan ragam pertanyaannya kepadaku. Lalu dengan wajah sedih dia
melapaskan aku pergi menaiki kaki Gunung Semeru.
Melalui jalur barat, aku mulai mendaki
gunung terjal itu. Dengan tenaga yang masih segar, aku mengeluarkan segala kemampuan
ku untuk terbang. Alhamdulillah, aku dapat terbang labuh, terbang seperti anak
burung yang baru belajar terbang.
Dari akar ke
akar, dari dahan ke dahan, aku merayap ke atas Gunung Semeru. Sesuai perintah Kanjeng
Gusti Akasia, aku mesti naik gunung terlebih dahulu sebelum bertapa di Danau
Ranu Kumbolo.
“Naiklah
ke puncak Semeru, bertapa selama seminggu tanpa makan, tanpa minum dan
konsentrasi kepada Allah Azza Wajalla. Setelah seminggu bertapa, turunlah ke
danau Ranu Kumbolo dan kau akan bertemu nenek-nenek tua umur 200 tahun, namanya
Mbah Kaponan. Mbah Kaponan akan kau lihat dan berinteraksi denganmu bila kau
sudah melakukan tapa seminggu di puncak Gunung Semeru,” ungkap Kanjeng Gusti
Akasia kepadaku.
Sesuai
perintah mahaguru, aku pun berjanji akan melakukan hal itu. Sebab pertapaan di
puncak gunung itu, merupakan syarat penting dan utama untuk dapat bertemu
dengan Mbah Kaponan. Mbah umur 200 tahun dunia dan umur 5000 tahun gaib itu,
adalah pewaris utama ilmu Kadulangit, ilmu mistik dikti mahakaya, ilmu yang
membuat jagat raya tunduk atas ridha Allah. Apa yang kita minta, alam akan
memberikan. Semua itu berdasarkan ridha Allah dan bantuan Sang Maha Kuasa, azza
wajalla.
Ilmu
nenek-nenek tua itu, Mbah Kaponan, kata Kanjeng Gusti Akasia, mampu menundukkan
petir. Mampu merubah bencana alam menjadi anugrah. Mampu merubah gung berapi
menjadi gunung yang mati. Mampu merubah arah angin. Mampu menyatukan yang
berserakan untuk bersambung kembali. Jujur saja, karena kelebihan-kelebihan
ini, maka aku mau jibaku bertapa. Pergi ke daerah angker, daerah berbahaya
untuk mendapat kan ilmu inti dari Mbah Kaponan. Mbah sakti mandraguna puncak
Gunung Semeru.
Pertapaanku
berakhir pada tanggal 10 Januari, hari
senin pon, 2011 pukul 24.00 tengah malam. Pukul 01.00 dinihari, aku merayap
menuruni batu koral tempat pertapaan menuju Danau Ranu Kumbolo. Di luar nalar
dan perencanaan, tubuh ku tiba-tiba menjadi ringan aku melayang ke luar gunung
ke udara, terbang bagaikan kapas. Melayang-layang di atas danau dan turun di
sebuah gubuk atap sirap dan aku jatuh di atap gubuk itu.
Setelah
aku turun dari atap, badanku menjaid berat kembali dan aku menjadi normal lagi.
Dalam keadaan gelap, aku mengitari danau. Lampu-lampu malam sebagian temaram
menyinari tepi danau. Arkian, ternyata Danau Ranu Kumbolo itu sudah menjadi
destinasi tujuan wisata alam terindah di Pulau Jawa. Sudah banyak villa,
toko-toko dan bungalow di daerah ini. Sesuai penting Kanjeng Gusti Akasia, aku
memilih tempat yang tersembunyi, jauh dari keramaian untuk menemukan Mbah
Koponan yang sakti mandraguna. Sang utusan Dewa Langit yang sangat fenomenal di
dunia supra mistik tersebut.
Sebuah
pojok, hutan kecil blok C 12, danau bagian selatan, aku menepi. Aku memilih
tempat itu untuk bersembunyi dari keramaian siang hari. Keramaian suasana
daerah wisata yang begitu gempita. Tapi batinku, hari itu hari senin, hari yang
kuyakini tidak begitu ramai sebagaimana hari minggu dan hari libur lain.
Setelah
berzikir dengan zikir inti, subhanallah lebih dari seribu kali, matahari
mencorong di balik bukit. Mentari sudah merangsek di timur Danau Ranu Kumbolo
dan pemandangan pagi begitu indah. Aku menarik nafas panjang dan bersyukur
berulang kali kepada Sang Khalik tentang keindahan pemberiannya ini. Aku
bersyukur masih dapat menikmati keindahan itu dan aku merasakan kehidupan ini
begitu indah. Bahkan super indah. Dunia saja begini indah, bagaimana di surga
nanti, akan sangat indah, super indah bahkan megaindah. “Syukurilah apa kau
dapatkan dan jangan pernah mengeluh. Bila kau mengeluh, berarti kau su uzon
kepada Allah. Husnuzon lah kepada-Nya dan Dia akan memberikan keindahan yang
terus bertambah untukmu,” ujar Kanjeng Gusti Akasia kepadaku, tentang nikmat
pemberian Allah yang maha luas ini.
Tubuhku
aku angkat dan aku berdiri mendekati danau. Kumasukkan kaki ku ke permukaan air
dan aku merasakan kesejukan yang hangat dan aku merasakan kakiku begitu segar.
Bahkan otakku begiru fresh dan aku siap untuk bertemu Mbah Kaponan dalam
keadaan wudhu.
Maka
itulah, seusai ambil air wudhu di danau Ranu Kumbolo, aku sembahyang subuh
dengan tikar plastik dalam ranselku. Kubentangkan tikar itu dengan konsentrasi
dan aku melakukan sembahyang subuh di situ. Usai sembahyang subuh, aku zikir
kembali menghadap keharibaan Allah dan meminta ridhonya.
Setelah
mengakhiri zikirku, tiba-tiba ada suara asalamualaikum dari arah punggungku.
Aku mengahadap kiblat dan suara itu ada di belakangku. Arkian, ternyata suara
itu juga ikut sholat bersamaku. Sembahyang bersamaku dan setelah itu dia
menjabat tanganku lalu memeluk tubuhku yang ringkih.
Subhanallah,
suara itu ternyata suara wanita tua. Wanita berumur 200 tahun di bumi dan 5000
tahun di alam gaib yang kucari-cari. Dialah Mbah Kaponan, Mbah utusan Dewa
Langit yang akan memberikan warisan ilmu kepadaku untuk membantu kemanusiaan.****
Tia Aweni Dipta Paramitha
Komentar
Posting Komentar